044. Pernikahan Agung -2-

Disclaimer : Naruto belongs only to Masashi Kishimoto
Alternate Universe Love Story Of Naruto and Hinata
Setting : Heian/Kamakura Periode

🌹🌹🌹🌹

Song Fic : Don't Cry
By G.Na
Ost. Scholar Who Walks
The Night

🌹🌹 🌹🌹

Aku adalah luka parah yang amat dalam
Perih, terkoyak, dan membusuk

Kau adalah kapas lembut
Putih tanpa noda

Membersihkan dan merawat luka dalam ini.

Hingga rasa sakit itu tertutupi dan perlahan kau membuat semuanya indah

Seorang putri bangsawan tanpa rasa congkak.
Bidadari dengan hati seputih salju yang bersedia mendampingi iblis sepertiku

Sekalipun berkali-kali aku merobek dan mematahkan sayapmu, kau tetaplah bidadari berhati putih yang sudi mencintai dan berada disamping iblis ini

Aku tak bisa menjanjikan tak akan pernah menyakitimu lagi

Tapi satu hal yang tak akan pernah ku ingkari

Hingga nafasku berhenti
Aku tak akan pernah berhenti
Mencintaimu, Hinata.., Himeku...

Uzumaki Naruto

🌹🌹🌹🌹

Ketika hujan turun sangat deras, keluarlah...

Rasakan tiap tetesan yang membahasahi tubuhmu...

Karena cintaku padamu jauh lebih banyak dari tetesan air itu.

Kau kesatria
dengan wujud penjahat

Lubang hitam dan rasa hampa yang selama ini merajai hatimu.

Akan ku isi dengan tiap tetes embun kasih yang kumiliki

Aku tak bisa menjanjikan akan menjadi pendamping yang baik bagimu

Tapi satu hal yang perlu kau ketahui

Sesusah apapun keaadaanmu
Seterpuruk apapun dirimu
Seberapa dalampun kau terjatuh
Seberapa seringpun kau mengusirku

Selama nyawa masih tertanam di tubuhku

Aku tak akan pernah meninggalkanmu, Naruto-kun...

Uzumaki Hinata

🌹🌹🌹🌹

🌹🌹🌹🌹

Naruto dan Hinata merupakan perwujudan nyata dari konsep filosofi Yin dan Yang yang di anut oleh masyarakat Asia Timur. Dua unsur yang saling bertolak belakang, tapi saling melengkapi dan tak dapat dipisahkan.

Secara harfiah Yang berarti tempat yang terang. Sementara Yin berarti tempat yang teduh

Naruto di gambarkan sebagai Yang, sisi putih dengan titik hitam di bagian atasnya. Sifat doninan sisi Yang menggambarkan karakter keras, panas, agresif dan sangat berhubungan dengan api, matahari dan langit di siang hari.

Sementara Hinata, digambarkan sebagai Yin, sisi hitam dengan titik putih di bawahnya. Sifat dominan sisi Yin menggambarkan karakter lembut, pelan, menghasilkan, sejuk dan sangat berhubungan dengan air, bulan dan langit di malam hari.

Hubungan Yin dan Yang digambarkan dengan bentuk sinar matahari yang berada diatas gunung dan lembah. Yin adalah bagian daerah gelap yang merupakan bayangan dari gunung. Sementara Yang adalah tempat terang yang tidak terhalangi oleh gunung.

Saat matahari bergerak Yin dan Yang secara bertahap bertukar tempat satu sama lain. Mengungkap apa yang tidak jelas dan menyembunyikan yang sudah terungkap. Yin dan Yang selalu mencari keseimbangan walau sifat dasar mereka saling bertentangan.


Filosofi inilah yang membuat Hashirama sang Kaisar yang sekaligus menjadi orang yang dianggap ayah oleh Naruto. Memberikan hikidemono*) untuk Hinata seuntai kalung emas berliontinkan simbol Yang. Simbol yang menggambarkan karakter Naruto yang baru saja mengucap sumpah sehidup semati bersamanya.

Hashirama memberikan kalung dengan liontin Yang memiliki makna bahwa sekalipun Naruto jauh dari Hinata. Ia akan tetap menjaga dan mengawasi Hinata.

Tapi sesungguhnya itu bukan sekedar sebuah filosofi. Karena Mito menanamkan kekuatan pada kalung yang sedang dipasangkan Naruto di leher jenjang istrinya.

Kekuatan yang sama yang tertanam pada kalung kupu-kupu yang terbagi dua milik mendiang Minato dan Kushina. Mito telah lebih dahulu memberikan Naruto kalung berliontinkan simbol Yin yang merupakan penggambaran karakter Hinata. Kalung itu memiliki kekuatan persis dengan kalung yang dimiliki oleh Minato.

Kapanpun Hinata menginginkan kehadiran Naruto kala mereka terpisahkan jarak. Naruto akan langsung memenuhi panggilan Hinata, seperti yang pernah dilakukan Kushina saat merindukan Minato.

Setelah upacara pemberian hikidemono. Mito selaku wali Naruto yang memerankan posisi seorang ibu, menunjukkan ranting suci sashaki ke hadapan pendeta agung. Ranting sashaki merupakan sesaji suci dalam ritual pemurnian pernikahan dalam ajaran Shinto.

Prosesi pemurnian pernikahan ditutup dengan upacara san-san kudo, dimana kedua mempelai akan meminum sembilan cawan sake secara bergantian dengan menggunakan cawan yang sama. Upacara ini memiliki filosofi bahwa kebahagiaan dan kesusahan kedua mempelai mulai saat ini akan di tanggung bersama-sama.

Dengan berakhirnya upacara san-san kudo maka Naruto dan Hinata kini telah resmi menjadi sepasang suami istri yang sah dihadapan agama Shinto dan hukum dinasti Heian.

o0o

Langit cerah Kyoto siang itu seolah menggambarkan susana hati para penghuni Daidairi. Usai prosesi pernikahan rumit yang baru saja dijalankan. Naruto dan Hinata melangkahkan kaki keluar dari kuil paviliun perak ini.

Tebaran kelopak bunga mawar menyambut pasangan pengantin baru ini. Saat kaki mereka menginjak anak tangga pertama kuil ini. Seperti saat akan naik menuju kuil. Ketika turun untuk meninggalkan kuil, kembali Naruto membawa wanita yang kini telah resmi menjadi istrinya kedalam kegendongannya.

Lantunan musik merdu khas Jepang kuno, menjadi pengiring langkah kaki Naruto yang sedang menggendong Hinata. Menapaki satu persatu anak tangga menuju kereta kencana yang telah di siapkan di pelataran kuil.

Sang Jenderal bersama istri tercintanya akan di arak mengelilingi Kyoto untuk menyapa para rakyat dan berbagi kebahagiaan.

o0o

Senyum manis terpatri di bibir merah mudanya, berbanding terbalik dengan sang suami yang hanya tersenyum miring karena tidak mau reputasi bengisnya berkurang dimata rakyat.

Hinata bahkan melambaikan tangannya kehadapan rakyat yang sangat antusias ingin menyaksikan pasangan pengantin dari istana, setelah hampir sepuluh tahun istana dinasti ini tak pernah lagi menyelenggarakan pernikahan agung.

Hingga sebuah gunjingan sampai di telinganya. Senyuman manis istri sang Jenderalpun memudar.

"Dia benar-benar keterlaluan.., dia kan anak pengkhianat itu. Setelah keluarganya dibantai dia mencari aman dengan menjadi simpanan Shogun-sama."

"Lalu ku dengar lagi dia itu hamil duluan. Wajar saja Shogun-sama mau menikah dengan anak pengkhianat."

"Aku juga heran dengan Kogo-sama, kenapa tidak di gugurkan saja kalau dia benar-benar hamil. Shogun-sama pantas mendapatkan istri dari Klan terhormat lain. Bukan mantan klan terhormat."

Kendati berada diatas kereta kencana, Hinata masih bisa mendengar gunjingan yang sengaja dibuat setengah berteriak. Karena pendeta yang berada di atas kuda di depan iringan mereka sedang membaca mantra dan keadaan itu membuat suasana sedikit sunyi. Sehingga gunjingan menyakitkan itu terdengar di telinganya.

Tangan kekar sang suami merengkuh punggungnya. Mendekatkan bibir merah kecoklatannya ke telinga sang istri. "Kau tak perlu bersedih Hime," tangannya yang lain menggelitik lembut dagu sang istri. Seolah Hinata adalah kucing yang ingin dimanja.

"Suaminya adalah salah satu Menteri di istana Chodo-in. Kupastikan besok pagi mereka sekeluarga akan mengemis di depan gerbang kuil." Suara berat nan mengerikan itu sontak membuat Hinata mendongakkan kepalanya yang tertutup wataboshi.

Hinata menggelehkan kepalanya pelan dengan mata berkaca-kaca. "Kumohon jangan semena-mena Naruto-kun..." Hinata memelas.

Tapi sang suami justru menampakkan seringainya dan kembali melemparkan pandangannya lurus kedepan. "Kau istriku Hime, harga diriku. Menghina harga dirimu sama dengan menghina harga diriku. Dan kau tentu tahu apa hukumannya menghina seorang Shogun."

Hinata tertunduk sambil tersenyum kecut. Perilaku Naruto hanya berubah lembut pada dirinya. Naruto tetaplah seorang Jenderal Samurai yang di takuti karena kebengisannya. Naruto tak pernah sepenuhnya kembali pada pribadinya yang hangat. Kehangatan itu hanya untuk Hinata dan keluarganya saja.

Tangannya terulur mengelus perutnya yang tertutup obi merah keemasan. 'Okaa-chan tidak ingin kau lahir di tengah dendam dan kebencian nak..' Ucap batinnya lirih pada janin yang kini tengah bergelung nyaman di rahimnya.

o0o

Lampion-lampion bersinar terang di seluruh penjuru kota Kyoto malam itu. Semua rakyat dan para pejabat berkumpul di istana resepsi yang dikenal dengan nama Buraku-in. Sebuah pesta mewah di selenggarakan di istana itu.

Di halaman luar istana diadakan pesta rakyat yang bersifat umum. Semua rakyat bebas menikmati makanan dan hiburan yang di suguhkan di halaman luas istana Buraku-in.

Sedangkan di dalam istana. Pesta yang terkesan privasi sedang berlangsung. Pesta ini dibuat khusus untuk para daimyo, dan para pejabat yang memegang posisi penting dalam pemerintahan dan keshogunan.

Semua perhelatan besar ini. Pesta mewah dan megah ini. Di selenggarakan sang Kaisar untuk merayakan pernikahan agung yang kembali terjadi setelah sepuluh tahun lamanya.

Pernikahan Agung Uzumaki Naruto sang pemimpin para samurai dengan Hyuuga Hinata yang kini telah resmi menjadi Uzumaki Hinata.

"Naruto-kun..., apa yang di persiapkan Tenno-sama ini tidak berlebihan?" Hinata yang duduk berdampingan dengan sang suami di meja perjamuan khusus, sungguh merasa risih dengan pesta besar dan prosesi yang megah yang di siapkan sang Kaisar yang tak lain adalah paman dari suaminya sendiri.

"Jika hanya ada keluarga, nanti, sebaiknya kau panggil beliau Oji-san, saja Hime..." Naruto meletakkan beberapa daging panggang matang ke mangkuk nasi sang istri. Jenderal Samurai ini beranggapan bahwa ibu hamil harus makan manakan yang banyak.

"Aku merasa Tenno-sama, terlalu berlebihan menyelanggarakan pesta sebesar ini, apa lagi aku sudah hamil terlebih dahulu." Ujar Hinata lesu sambil mengelus perutnya.

Naruto menghentikan suapan sumpit yang membawa tempura menuju rongga mulutnya. Matanya seketika menatap tajam ke mutiara lavender yang meneduhkan. "Jadi karena kehadirannya kau merasa semua ini tak pantas untukmu. Apa kau merada terhina karena keberadaan anak kita?"

Mutiara lavender Hinata terbelalak saat mendengar balasan dari sang suami. Ia menggeleng cepat. Sungguh ia tak pernah menganggap bahwa janin mungil yang mendekam dalam rahimnya itu adalah sebuah aib.

"Kenapa kau bicara begitu, Naruto-kun....?" Hinata bertanya dengan kepalanya yang tertunduk sedih.

Tangan tan Naruto segera menggapai dagu lancip sang istri dan membawa kepala yang tertunduk sedih itu mendongak. "Lain kali jangan pernah berpikir kalau kau tak pantas mendapatkan semua ini." Ucapan lembut suaminya membuat mutiara lavender Hinata berani menatap biru safir yang kini menatapnya dengan lembut.

"Maaf karena sering berbicara kasar dan membentakmu..." Tangan tan itu lalu mengelus sayang pipi gembul yang di hiasi semburat kemerahan.

Hinata mengangguk kecil. Tangan seputih susunya membawa tangan tan yang tertempel di pipinya pada perutnya yang tertutup obi merah keemasan. "Dia terkejut saat mendengar Otou-channya membentak..." Ujar Hinata dengan nada suara yang terdengar manja.

Naruto tersenyum. Kali ini bukan senyuman miring yang tertahan. Walau hanya senyum tipis Hinata dapat melihat ada ketulusan tersembunyi pada senyuman itu. Terlebih saat ia merasakan tangan Jenderal yang berstatus sebagai suaminya itu bergerak mengelus kandungannya yang sedikit membesar. "Maafkan Otou-chan ya nak..."

Hinata menarik nafas lega ketika kembali melihat ekspresi hangat di wajah Naruto. Rasa damai memenuhi relung hatinya ketika sang suami kembali menjadi hangat, walau hanya sebentar.

"Setelah jamuan makan malamnya selesai. Ayame-nee akan membawamu ke kamar. Malam ini kita akan tidur di Dairi. Tak perlu mengikuti pesta sampai akhir. Ini adalah hari yang melelahkan. Kalian butuh istirahat."

"Lalu Naruto-kun...?"

"Aku akan tetap disini sampai pesta selesai."

Hinata lagi-lagi tersenyum kecut saat mendengar jawaban dingin sang suami. Terlebih lagi Naruto yang lebih memilih menghabiskan malam dengan menenggak sake sampai mabuk bersama para birokrat pemerintahan.

o0o

Sreeeekkkk

Hinata mengalihkan pandangannya dari langit berbintang saat pintu geser kamar pengantinnya terbuka.

"Kenapa belum tidur?" Suara berat nan hangat itu menguar di seluruh ruangan. Pria tinggi besar berhaori hitam yang merupakan sang pemilik suara, kini tengah berdiri diambang pintu geser.

Hinata berdiri. Ia tersenyum tipis sambil berjalan menghampiri sang suami. Pergeraķan sekarang sudah bisa lincah, mengingat wataboshi yang menutup kepalanya sudah terlepas. Rambutnya sudah dibiarkan tergerai. Walau shiromuku masih dikenakannya dengan obi yang sudah di kendurkannya.

Melihat pergerakan sang istri Naruto pun berjalan memasuki kamar pengantin mereka.

Dengan cekatan Hinata membantu Naruto melepaskan haori hitam yang di kenakan sang suami. Ia gantungkan haori itu di kayu khusus untuk menyampirkan pakaian.

"Naruto-kun..., mau minum teh....?" Tawar Hinata yang kini sudah menyusul sang suami yang duduk di hadapan meja pendek di kamar itu.

"Kemarilah..." Bukannya menjawab tawaran sang istri. Naruto malah merentangkan tangannya, meminta sang istri masuk kedalam pelukannya.

Ia rengkuh dengan penuh cinta kasih, menyandarkan kepala Hinata di dada bidangnya. "Aku tadi bertanya..., kenapa kau belum tidur?" Tanyanya lembut dengan diiringi kecupan lembut di pucuk kepala sang istri. "Kau menungguku...?"

Hinata hanya mengangguk dalam dekapan sang suami, untuk menjawab pertanyaan pria itu.

"Kau itu, bodoh, atau terlalu baik hmmm...?" dengan sangat lembut Naruto mengelus surai kelam sang istri.

"Aku rela di katakan bodoh jika bisa berasamamu seperti sekarang, Naruto-kun..." Cicit Hinata pelan. Ia eratkan tangannya yang melingkar pada tubuh tegap sang Shogun.

"Bodoh...," Naruto terkekeh pelan sambil mengeratkan dekapannya. Dagu lancipnya di tumpukan pada kepala indigo sang istri. "Aku tak pernah habis pikir kenapa Kami-sama masih sudi memberikan mu untukku..."

"Hikss...hiksss..." Bukan sebuah jawaban yang Naruto dapatkan. Melainkan sebuah isakan halus dari bibir wanita yang berada dalam dekapannya.

"Heiii... heiii.., kenapa menangis..?, aku tak mau Oba-san mendengar dan mengira aku menyiksamu lagi, kita sekarang ada di istana Dairi, Hime, kapanpun permaisuri merah itu bisa mendobrak kamar ini, dan menerjangku." Naruto memegang sepasang lengan Hinata. Ia melerai pelukan mereka berdua, agar safir birunya leluasa memandang wajah sayu nan meneduhkan milik sang istri.

Tangan tannya terulur menyeka air mata yang hampir menetes dari mutiara lavender belahan jiwanya. "Aku tak suka melihatmu menangis seperti ini, Hime..."

"Ini tangis bahagia, Naruto-kun..."  Cicit Hinata sambil terkikik pelan.

Pria yang berada dihadapannya itu lalu tersenyum tipis. "Kau tahu.. disini sangat terasa sakit ketika melihat air matamu. Saat aku menyiksa dan menyakitimu aku merasa ingin mati saja. Tapi naluri iblisku saat itu menutupi mata hatiku..." Ujar Naruto sambil menunjuk dadanya

Hinata menggapai tangan yang tadi menyeka air matanya. "Aku percaya kau tak akan pernah melakukan hal itu lagi padaku..." Ia kecup lembut telapak tangan kecoklatan yang selalu mengayunkan katana ini.

Tanpa mau buang waktu, Naruto kembali membawa sang istri dalam dekapan hangatnya. Menyandarkan kepala indigo Hinata di dada bidangnya. Lalu mengecup pucuk kepala Hinata dengan sangat lembut.

Merasakan ada cairan yang membasahi kimononya. Naruto sadar Hinata sedang menangis dalam dekapannya. Ia tenggelamkan wajahnya pada pucuk kepala yang di tumbuhi helaian indigo yang menguarkan aroma memabukkan. Perlahan air mata mulai menetes dari safir birunya. Membasahi kepala indigo yang kini menjadi tumpuan kesedihannya.

'Terimakasih, terimakasih Hinata, kau masih sudi untuk kembali mencintai pria keji ini. Terimakasih karena masih mau membagi kasih sayangmu yang tulus pada iblis sepertiku. Terimakasih karena mau mempertahankan buah hati kita, walau ku tahu, keberadaannya dalam rahimmu begitu membahayakan nyawamu. Hinata aku mencintaimu, dari dulu, sekarang, hingga nyawa terpisah dari ragaku. Menyangkalmu adalah kesalahan terbesarku yang tak akan pernah aku ulangi kembali. Terima kasih, karena sudi mengisi kehampaan dan penderitaan dalam hidupku. Terimakasi Hinata... walau ku tahu.. semua cinta yang kuberikan padamu tak sebanding dengan luka yang pernah ku torehkan. Izinkan pria keji ini untuk mencintai dan melindungimu Hinata. Selamanya.."

つづく
Tsudzuku

Hikidemono :Hadiah pernikahan dari mempelai pria untuk mempelai wanita dalam pernikahan adat jepang. Biasanya berupa perhiasan dan pakaian.

Next chap
"Kembang Api Yang Terbakar"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top