038. Dibawah Cahaya Rembulan
Disclaimer : Naruto belongs only to Masashi Kishimoto
Alternate Universe Love Story Of Naruto and Hinata
Setting : Heian/Kamakura Periode
Song Fict :
Under The Moonlight
By : Heora
Ost. The Moon That Embraces The Sun
Kelopak mata putih milik sang tuan putri lotus ungu itu berkedut. Pelipisnya di banjiri keringat dingin. Tangannya meremas erat futton yang menjadi alasnya menjelajahi alam mimpi panjangnya.
"Hhhhhhhhhh..." Hinata terengah-engah, kelopak matanya terbuka paksa setelah mimpi panjang yang disalurkan sang permaisuri kini telah berakhir.
"Sudah bangun..?" Permaisuri bersurai merah itu bertanya dengan sangat lembut pada wanita hamil muda yang tengah berbaring diatas futton lembut. Tangannya baru saja selesai membasuh kening calon istri keponakan tercintanya itu, dengan saputangan lembut berwarna putih.
"Terimakasih Kogo-sama....," jawab Hinata lirih sambil berusaha mendudukkan dirinya diatas futton tempatnya berbaring.
Dengan hati-hati Mito memapah Hinata hingga duduk bersandar pada dinding yang letaknya tepat berada di belakang futton.
"Panggil aku Oba-san, seperti Naruto memanggilku." Jawab Mito sembari meletakkan sapu tangan kedalam baskom kuningan yang ia pakai untuk mengompres Hinata selama tidur panjangnya.
Mutiara ungu pucat Hinata menyusuri tiap inci kamar tempatnya berada. Seingatnya dia pingsan di kanzashi istana utama keshogunan. Tapi kini dia berada di dalam kamar yang tak asing baginya. Ya, kamar pria yang beberapa malam lalu berbagi selimut dengannya. Ayah dari janin yang kini sedang bergelung nyaman dalam rahimnya.
"Aku dan beberapa dayang membawamu kekamar ini, Naruto akan mengamuk jika tahu ada lelaki yang menyentuhmu selain dirinya." Ujar Mito seolah tahu penyebab mutiara lavender itu mengitari seisi kamar.
Mendengar dirinya diangkat ke kamar dalam keadaan tak sadarkan diri, Hinata sontak mengelus perutnya yang sedikit membuncit itu.
"Kami memindahkanmu dengan sangat hati-hati. Kau tenang saja dia baik-baik saja..." Jelas Mito sambil menahan tawanya melihat tingkah Hinata begitu khawatir pada keadaan janin dalam rahimnya. Wajar karena ini adalah kehamilan pertama bagi Hinata.
Menyadari bahan yang melingkar di perutnya sedikit lembut, Hinata kini beralih pandang pada tubuhnya sendiri yang terbalut nagajuban putih.
"Kami bahkan melepaskan furisode dan obimu, bayimu bisa terhimpit jika kau memakai obi selama tiga hari tanpa dilepas.."
"Tiga hari?" Hinata membeo sebagian kalimat yang baru saja di ucapkan sang permaisuri. "Bagaimana dengannya?" Gumam Hinata lirih sambil kembali membelai kandungannya yang mulai berkembang.
"Tak apa..., yang kau kandung itu bukan janin manusia biasa, jika hanya tidak makan tiga hari dia akan baik-baik saja." Jawab Mito seolah tahu maksud dari pertanyaan yang baru saja dilontarkan Hinata.
Mito meraih mangkuk keramik yang terletak disebelahnya, dan dengan telaten menyendokan makanan hangat yang tersaji dalam mangkok itu.
"Makanlah..., ini bubur dan sup ikan salmon, sangat baik untuk wanita hamil, aku sendirilah yang memasaknya untukmu." Tawar Mito sambil menyodorkan sesuap bubur yang di tambah potongan ikan salmon kukus ke mulut mungil Hinata.
Hinata membuka mulutnya pelan, dan mendekatkan wajahnya pada sendok yang disodorkan Mito. Melahap perlahan makanan lembut berbumbu rempah dan gurihnya ikan salmon kukus menguar di dalam mulutnya.
"Kau suka?" Tanya Mito ketika menarik sendok kosong dari mulut Hinata.
Hinata mengangguk sambil membersihlan sudut bibirnya dari sisa bubur yang menempel. "Arigatou..." Ucapnya lirih.
"Terimakasih untuk apa?" Tanya Mito sambil kembali menyodorkan sesendok bubur.
Hinata mulai melahap kembali makanan lezat itu. Entah kenapa dia merasa sangat lapar ketika bangun dari tidurnya. Dan sekarang dia mulai sadar semua itu karena janin kecil yang bersarang di rahimnya.
"Anda sudah repot-repot memasakkannya untukku." Jawab Hinata setelah bubur dan salmon itu sudah berpindah kedalam perut hamilnya.
"Dulu aku ini adalah seorang dayang, jadi memasak begini sama sekali tidak merepotkan untukku." Mito kembali menyodorkkan sesendok bubur lagi. Tapi Hinata malah menunduk. Tangan wanita hamil itu malah sibuk meremas bagian bawah nagajubannya.
Mito menghela napas panjang saat mendengar isakkan halus dari bibir mungil Hinata. Ia letakkan kembali mangkuk keramik itu di atas tatami. Tangannya terulur dan mengelus punggung bergetar sang calon ibu. Ia tahu apa yang menjadi penyebab Hinata menangis. Tentu saja karena semua kejadian masalalu yang di perlihatkannya pada Hinata.
"Gomennasai....." Ucap Hinata lirih sambil terisak. Ia tak tahu harus berkata apa lagi. Hanya satu kata permintaan maaf yang keluar dari bibir mungilnya atas semua dosa yang dilakukan klannya.
"Sudahlah..., itu sudah berlalu..., lagi pula kami juga bersalah padamu, kau harus menjadi korban atas kesalahan yang tak pernah kau lakukan..." Mito berusaha menenangkan ibu hamil yang tengah bersedih itu.
"Ini tak sebanding dengan yang Naruto-kun alami.." Hinata masih terisak.
"Kalau kau ingin menebus kesalahan klanmu padanya, jaga titipannya yang sedang tumbuh dalam tubuhmu." Mito mengelus pelan perut Hinata yang sedikit buncit.
Kepala indigo itu mendongak. Mutiara lavender itu dan permata kelabu beradu. Tangan sang pemilik manik kelabu membelai lembut lelehan air mata yang berjatuhan di pipi porselen si pemilik manik mutiara.
Hinata mengangguk kecil. Mito tersenyum melihat tingkah manja wanita hamil itu. "Kalau begitu habiskan makanan mu dulu. Kasihan anakmu sudah tiga hari tidak makan." Bujuk Mito lembut.
...
Hinata kembali terlelap setelah menghabiskan makannya. Mito mengelus pucuk kepala indigo Hinata dengan sangat lembut sebelum tubuhnya menguarkan cahaya keemasan lalu menghilang.
Tak merasakan kehadiran sang permaisuri lagi di dekatnya, Hinata membuka kelopak matanya dan kembali duduk. Ia membuka jendela yang terletak disebelah futtonnya. Kepalanya mendongak ke langit kelam malam penghujung musim semi. Purnama sedang terbentuk penuh hingga cahayanya menerpa tubuh wanita hamil ini. Kilauan bintang yang mengitari sang rembulanpun kini seolah menjadi teman bagi Hinata yang tak dilanda kantuk.
Tangannya mengelus lembut perutnya yang sedikit membuncit. Ia mulai merasakan sedikit keram di tempat buah hatinya sedang berkembang. Hinata menunduk dan mulai mengajak bicara janin kecil yang ada dalam tubuhnya. "Kau merindukan Otou-chan nak?"
Tanpa sadar air mata menetes dari mutiaranya. Iya ingat dengan mimpi panjangnya yang memperlihatkan Naruto kecil memanggil orang tua dan kakek neneknya dengan suffix -chan.
o0o
"Pulanglah. Mereka merindukanmu."
Naruto tetap tak bergeming dari lamunannya ketika sang bibi muncul secara gaib disampingnya. Safir birunya masih memandang langit kelam dengan purnama sempurna dan bertahtakan taburan bintang.
"Dia membenciku Ba-san." Jawab Naruto dingin. Seolah dia tak peduli pada wanita hamil yang ia tinggalkan di istananya.
Mito kembali menarik napas menyaksikan kisah cinta rumit keponakannya ini.
"Dengar Naruto." Mito menepuk bahu tegap sang jendral Samurai.
Naruto menoleh dan menampakkan wajah sayunya yang hampir tak ia tampakkan selama sepuluh tahun belakangan ini.
"Kau bukan bocah delapan tahun lagi yang harus ku bujuk. Kembalilah jika kau merindukannya, dan juga, pamanmu sudah merancang pernikahan mewah untukmu bersama Hinata di Istana Buraku-in satu minggu lagi. Ku harap kau tak melakukan hal yang bisa memalukan kekaisaran dan keshogunan. Satu lagi. Sebelum kau menikah aku mau kau membersihkan istana selatanmu itu. Kau mengertikan apa maksudku."
Naruto tersenyum tipis sambil mengangguk. Mendengar suara cerewet bibinya yang sangat mirip dengan sang ibu.
"Bagus. Aku harus segera kembali ke Dairi. Nawaki demam, ku rasa ekor dan telinga rubahnya akan segera muncul."
Naruto menatap tubuh sang bibi yang di selimuti cahaya keemasan saat berteleportasi kembali ke Kyoto. "Apa kau merindukanku, Hime?"
つづく
Tsudzuku
🌺🌺🌺🌺
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top