029. Legenda Rubah Emas -12

Disclaimer : Naruto belongs only to Masashi Kishimoto
Alternate Universe Love Story Of Minato and Kushina
Setting : Heian/Kamakura Periode

inspired by story
of White Snake Legend

Song Fic : Promise
By Jang Yoo Jun
Ost. Yi San

Kuda hitam Minato berhenti di depan gerbang istana keshogunnan, sore itu sang menteri muda ini menyambangi istana yang kelak akan di kuasai oleh sang putra. Ia sengaja datang untuk memenuhi undangan pimpinan para samurai dari klan terhormat dinasti Heian yang penuh dengan kelicikkan ini.

Minato tersenyum sopan ketika tiba di genkan istana megah ini, beberapa dayang telah berdiri menyambut dirinya. "Shogun-sama dan Kanshoku-sama*) sudah menunggu anda di gazebo taman istana utama." Ujar sang dayang dengan sangat sopan.

Minato mengerutkan dahinya ketika mendengar bahwa sang hakim agung Hyuuga Hiashi juga ada dalam perjamuan ini. 'Sebenarnya apa yang kedua klan ini rencanakan.' Batin Minato.

...

Mutiara lavender Hyuuga Hiashi menatap lekat dari jauh pria berhakama biru gelap yang berjalan menyusuri taman istana utama keshogunnan. "Namikaze sialan itu datang." Ujar sang hakim sambil menenggak secawan sake ditangannya.

"Kita lihat, apa dia masih bertahan dengan kebenaran yang di junjungnya setelah mendengar tawaran kita ini." Tanggap Fugaku sambil mengetuk gulungan yang merupakan surat pemindahan kepemilikan berhektar-hektar tanah di perbatasan selatan Kyoto.

"Kau jangan lupakan siapa yang memberi ide cemerlang ini." Timpal Obito sambil menunjuk pelipis kanannya dengan jari telunjuknya.

"Kita lihat saja apakah rencana kalian ini akan berhasil..., sepertinya aku tidak yakin bahwa Namikaze sialan itu bersedia berkomplot dengan kita." Ragu Hiashi sambil tersenyum meremehkan.

...

"Koniciwa Kanshoku-sama..., senang bertemu anda disini.." Minato tersenyum ramah pada sang hakim yang kelak akan menurunkan titah untuk membantai seluruh keluarganya, menuduhnya dengan tuduhan keji yang sama sekali tak pernah dilakukannya.

Hiashi tersenyum sekenanya sambil menatap Minato dengan tatapan congkak dari ujung kepala hingga ujung kaki, lalu memutar mata bosan, seolah muak melihat wajah tampan Minato yang tersenyum ramah.

"Silahkan duduk Namikaze-san." Obito mencairkan suasana tegang antara Minato dan Hiashi diiringi senyuman penuh kebusukkannya.

Minato kembali tersenyum tenang sambil duduk dihadapan meja bundar marmer di gazebo yang kelak akan menjadi tempat putranya menikmati kemolekan tubuh para geisha yang menari untuk memuaskan hasrat putranya.

"Saya benar-benar tersanjung mendapat undangan dari dua klan terhormat dinasti Heian." Ujar Minato.

"Silahkan diminum Namikaze-san." Obito dengan ramah menuangkan ocha dari poci ke cawan yang ada dihadapan Minato

Minato tersenyum tipis sambil memandang cawan dihadapannya.

"Kau tak perlu takut ocha itu diracuni." Timpal Fugaku menebak isi hati Minato.

Minato tersenyum kecut, dan tanpa keraguan menenggak secawan teh itu. "Aku tahu kalian pasti tidak mungkin menyingkirkanku di dalam istana ini." Jawab Minato tegas. Wajahnya tak menampakkan ketakutan sedikitpun. "Langsung saja katakan apa tujuan kalian mengundangku kesini."

Hyuuga Hiashi mendengus. Sementara dua bersaudara Uchiha licik ini saling beradu onixnya. Obito melemparkan senyum penuh kelicikan, membuka gulungan surat tanah yang akan mereka gunakan untuk menyuap Minato.

"Namikaze-san..., anda tentu tahu tanah luas yang ada di perbatasan selatan Kyoto." Obito memulai muslihatnya.

Minato tersenyum tipis dan mengangguk. Ia tahu kemana arah pembicaraan ini.

"Itu bisa menjadi milikmu.., asalkan kau..." Obito memberi jeda pada kalimatnya.

"Bergabung bersama kami menjadikan keluarga kaisar boneka di bawah perintah kami." Fugaku menyambung kalimat laknat dari adiknya itu.

Hiashi tersenyum remeh meragukan rencana busuk dua bersaudara Uchiha licik ini.

Minato kembali tersenyum tipis, ia mengambil gulungan yang telah di gulung kembali oleh Obito. Minato tersenyum miring.

Dua Uchiha licik itu tersenyum penuh kemenangan. Berpikir bahwa rencana mereka berdua telah berhasil. Fugaku melempar tatapan remeh pada Hiashi. Sementara Hiashi membuang muka, karena merasa malu.

Minato membuka kembali gulungan itu, membacanya dengan cermat lalu tersenyum simpul. Ia letakkan kembali gulungan itu di atas meja marmer. Mengambil sesuatu dari balik haorinya. Stempel kementeriannya.

"Baiklah, aku terima pemberian kalian." Jawab Minato sambil tersenyum tipis. Dia membubuhkan stempel pada gulungan itu.

Dua Uchiha licik itu tersenyum penuh kemenangan, mereka berpikir bahwa Minato sedang membubuhkan stempel pribadinya pada gulungan itu. Sementara Hiashi, menatap curiga gerak-gerik Minato.

"Terimakasih, karena kalian telah menyumbangkan tanah luas itu untuk para petani di Kyoto." Ujar Minato santai diiringi senyum tipisnya.

Kedua tangan Minato mengangkat surat tanah itu. Stempel kementrian sudah dibubuhkan Minato di surat kepemilikan tanah luas milik klan Uchiha. Dan itu artinya berhektar-hektar tanah perkebunan luas tersebut telah resmi berada di bawah kepemilikkan kementrian yang di pimpin Namikaze Minato.

"Pembagian hasilnya akan kalian terima di musim panen tahun ini." Minato tersenyum sambil menggulung lagi gulungan itu, dan menyematkan di balik haorinya.

Dua onix Uchiha licik itu membulat, mereka membatu tidak percaya. Minato jauh lebih cerdas dari mereka. Bahkan karena rencana licik mereka, sekarang Uchiha kehilangan berhektar-hektar tanah dan rencana mereka gagal total.

"Baiklah aku undur diri dulu, Shogun-sama, Kanshoku-sama, Obito-sama. Sekali lagi aku ucapkan terimakasih atas kemurahan hati kalian." Minato membungkuk memberi hormat. Dan melenggang keluar dari gazebo itu.

"KEPARAT KAU NAMIKAZE!!!!!" Fugaku berdiri, ia sudah naik pitam. "TUTUP SEMUA GERBANG DAN BUNUH DIA DI SINI SEKARANG JUGA!!!!"

Minato sudah memasang kuda-kudanya. Ia sudah bersiap menghadapi dengan tangan kosong, puluhan samurai yang sudah memasang kuda-kuda lengkap dengan katananya.

Hiashi kembali mendengus. Ia malah kembali menenggak sakenya melihat kebodohan Uchiha Fugaku.

"Turunkan senjata kalian!!" Fugaku terkejut saat sang adik menerintahkan para samurai yang dipimpinnya untuk tidak menyerang Minato.

"Jangan gegabah Fugaku." Ucap Hiashi santai.

"Hyuuga-san benar Onii-sama, ini istana keshogunnan, kita bisa membinasakannya di luaran." Bisik Obito.

Fugaku mencoba menenangkan dirinya. "Turunkan senjata kalian." Fugaku menarik kembali titahnya. "Kami tidak akan tinggal diam Namikaze. Kau akan terima buah dari menipu kami." Ancam Fugaku.

Minato hanya tersenyum tipis. "Semoga kami-sama mengampuni dan memberkati kalian..." Minato membungkuk berpamitan, lalu melenggang keluar dari istana yang kelak akan menjadi saksi kekejaman sang putra melengserkan klan terhormat penghuni istana ini.

...

"Sebenarnya apa rencana kalian?" Tanya Fugaku yang baru saja melampiaskan amarahnya dengan menendang meja marmer yang menjadi jamuan minum teh sore itu.

"Para pejabat, dan rakyat sedang menaruh simpati padanya." Hiashi membuka mulutnya. Ekspresinya tetap tenang. Mutiara lavendernya menengadah ke birunya langit musim semi.

"Aku ingin tanahku kembali dan nyawa Namikaze biadab itu." Jawab Fugaku dengan suara yang lebih tenang.

Hiashi tersenyum tipis. Dan berniat menyampaikan ide keji yang terlintas di kepalanya. "Hancurkan kepercayaan rakyat dan pemerintah padanya."

"Menuduhnya dengan rencana pemberontakkan" Tebak Obito.

Hiashi tersenyum licik sambil menunduk.

"Dengan begitu, seluruh Namikaze akan dihabisi oleh hukum palsumu. Tanpa perlu khawatir dengan protes rakyat dan pemerintah." Sambung Fugaku dengan senyuman licik.

Hiashi tersenyum bagai iblis, mendengar asumsi Fugaku.

"Akan ku cari titik lemah Namikaze sialan itu." Timpal Obito dengan senyum penuh kebusukkannya.

o0o

"Kau yakin ini benar Kushina..." Tsunade nenek cantik bercucu satu itu tampak ragu memasuki lingkaran bersinar keemasan yang di buat menantunya di halaman belakang mereka. Lingkaran yang akan membawa mereka ke Kyoto di akhir musim panas tahun itu.

Sejak musim semi beberapa bulan lalu, diam-diam Kushina sudah merencanakan memboyong keluarganya berteleportasi secara gaib menuju ibu kota dinasti Heian. Tujuannya apalagi, jika bukan menghadiri Hanabi Matsuri. Menyaksikan secara langsung festival kembang api terbesar di seluruh negeri.

"Obaa-chan... cepat masuk, ttebayooooo," ajak Naruto dengan semangat. Bocah pirang itu bahkan telah duduk di pundak sang kakek dengan girangnya.

"Ayolah Tsunade, tak apa sesekali kita ke Kyoto. Lagi pula apa kau tak rindu dengan Tobirama, ku dengar dia sedang sakit sekarang, tak maukah kau menengoknya?"

Perkataan sang suami membuat hati Tsunade semakin gelisah. Jujur ia sangat rindu dengan adiknya yang menjabat menjadi kaisar itu. Tapi keselamatan menantu dan cucunya yang berdarah kitsune itu membuatnya takut.

Hazel Tsunade menatap violet sang menantu. "Oh ayolah Okaa-san kita hanya datang untuk hanabi matsuri sampai tsukimi matsuri saja..., aku jamin aku dan Naruto tak akan apa-apa ttebaneeee..., lagi pula ada Minato-kun disana yang akan melindungi kita."

"Tapi kita belum memberi tahu Minato kalau kita akan menyusulnya.., bahkan Mito sedang bertapa sekarang, dia tidak tahu kita akan meninggalkan Kawaguchiko." Nenek cantik itu resah dengan rencana kejutan menantunya itu.

Kushina bahkan tidak memberi tahu sang kakak yang bertapa menjelang hari pernikahannya. Ia sengaja menahan aura silumannya agar pertapaan sang kakak tak terganggu. Kushina tak ingin pernikahan Mito dengan Nagato di tunda lagi.

"Oh ayolah Tsunade..., jika kita beritahu, bukan lagi kejutan namanya..." Timpal Jiraiya sambil belari di tempat agar bocah kecil di punggunnya itu merasa naik naik kuda sungguhan.

"Yeaaayyyy kita akan melihat kembang api besar, ttebayoooo..." Teriak Naruto kegirangan dari atas pundak sang kakek.

Keraguan di hati Tsunade membias saat melihat tawa bahagia cucu satu-satunya itu. Dia memeluk erat buntalan yang berisi pakaiannya dan suaminya, kakinya melangkah masu ke dalam lingkaran gaib yang di buat Kushina.

Tangan putih Kushina merangkul ibu mertuanya yang sudah masuk dalam lingkaran. Mertua, menantu dan cucu itupun saling berangkulan ketika sang menantu menggenggam erat giok kupu-kupu yang terhubung dengan milik suaminya di Kyoto.

Cahaya keemasan mulai melingkupi tubuh mereka. Tsunade sempat melihat rumah bersahajanya sebelum berteleportasi ke Kyoto.

Rumah yang kelak tidak akan pernah di tinggalinya lagi bersama keluarganya. Mereka tak pernah tahu bahwa hari itu adalah hari terakhir mereka menatap rumah sederhana yang menjadi saksi cengkrama kasih sayang mereka.

Keluarga ini tak akan pernah kembali ke Kawaguchiko, desa kecil nan bersahaja di kaki gunung Fuji. Tsunade menatap sendu rumah yang menjadi saksi kelahiran putra dan cucunya untuk terakhir kali. Ia tersenyum tipis, tak sabar ingin kembali kerumah penuh kehangatan itu. Tapi mereka tidak akan pernah kembali. Selamanya.

...

Minato kembali ke tempat tinggalnya di salah satu paviliun di mansion para menteri. Senyum kecut di tampakkan wajahnya ketika seorang kasim pengurus kuda membantunya mengikat kudanya.

Paviliun megah itu selalu terasa sepi. Hanya ada dua pelayan yang datang satu minggu sekali untuk membersihkan paviliun itu. Selanjutnya hari-harinya akan kembali diisi kekosongan, dan rapat-rapat penting birokrasi istana yang membuat dirinya sibuk hingga tak bisa kembali secara gaib ke rumah sederhananya yang penuh kasih sayang.

Melepaskan getanya di genkan*) yang terbuat dari kayu jati itu. Telinga Minato tiba-tiba mendengar gelak tawa dari zanshiki*) paviliunya yang biasa sunyi.

Kakinya menapakki cepat lantai kayu yang menghubunkan genkan dengan zanshiki yang terdapat dalam paviliunnya. Tiba di depan shoji zanshiki telinga menteri muda kembali mendengar gelak tawa sang putra dan ayahnya yang bersautan. Tangannya dengan bergetar meggeser shoji kayu perlahan.

"Otou-chan pulanggggg ttebayyyooooooo," Bocah pirang yang merupakan salinan dirinya itu berlarian menerjang dirinya.

Minato terbengong beberapa saat ketika tubuh sang putra yang hampir mencapai pinggangnya itu menubruk tubuh kekarnya.

"Gendong Naru...., Otou-chan...." Rengekan cempreng itu membuat Minato sadar bahwa eksistensi bocah pirang yang merupakan salinan dirinya itu bukan sekedar halusinasinya.

Minato mengedarkan pandangannya ke hadapannya, seorang pria beruban tinggi besar sedang berdiri tegap di depan jendela ruang tamunya, sinar sang senja menerpa rambut beruban pria yang pernah menyandang status sebagai samurai pelindung putri kaisar.

"Otou-san..., Naruto..." gumam Minato lirih menyerukan nama dua orang laki-laki beda usia yang sangat penting dalam kehidupannya.

Minato tersenyum, lalu menggendong sang putra dan meletakannya di pundak tegapnya. "Bagaimana kalian bisa sampai disini?" Tanya Minato dengan raut penuh tanda tanya.

"Jadi Minato-kun tidak suka kami datang kemari, ttebaneee...." Suara ceria itu, suffix yang tersemat di belakang namanya, dan akhiran ttebane itu, membuat pria bersurai kuning tak perlu bertanya suara siapa yang berasal dari balik tubuhnya itu.

Minato membalikkan tubuhnya ke asal suara. Wanita cantik bersurai merah yang telah bersusah payah melahirkan salinan dirinya, sedang berdiri sambil membawa mangkuk keramik besar yang mengepulkan aroma menggoda.

Keberadaan sang ibu yang berdiri di samping sang istri membuat batin Minato bertanya-tanya, mengapa semua keluarganya berada di paviliun sepi yang telah dihuninya selama lima tahun belakangan ini.

"Kalian???" Tanya Minato dengan penuh keterkejutan.

"Kejutan....." Teriak Kushina girang sambil berlarian kepelukan dua pria tercintanya.

Lagi-lagi Minato hampir limbung setelah sang putra menubrukkan diri kepelukkannya, kini sang istripun melakukan hal yang sama.

"Kami mau melihat kembang api di Kyoto. Seperti delapan tahun yang lalu, saat pertama kali kita menjalin hubungan..." Bisik Kushina tepat di telinga sang suami.

"Jangan terlalu lama berada diibu kota." Jawab Minato sambil menenggelamkan kepala kuningnya di bahu sang istri yang tertutup komon biru muda bermotif mawar merah.

"Sesak...ttebayyyyooo....." Jerit Naruto kencang karena terjepit kedua orang tuanya yang sedang berpelukkan.

Jiraiya, dan Tsunade tertawa terpingkal-pingkal melihat kebersamaan anak menantu dan cucu mereka.

Tawa itu, kebahagiaan itu, keceriaan itu. Tak lama lagi akan berganti dengan deraian air mata dan cucuran darah. Mereka tinggal menunggu hari kehancuran klan kecil mereka, yang kelak hanya akan menyisakan bocah kecil periang yang bergelayut manja dalam gendongan sang ayah.

Sang bocah kecil yang kelak terpaksa mengganti nama klan sang ayah yang disandangnya, dengan nama klan gadis sang ibu. Klan yang beranggotakan kitsune.

o0o

Sama seperti delapan tahun yang lalu, di sungai yang sama, Kamogawa. Hanabi matsuri masih diadakan di tepian dua kuil terbesar di ibu kota dinasti Heian itu, Kamigamo, dan Shinogamo. Dan seperti delapan tahun lalu balkon kuil Shinogamo masih menjadi tempat pelepasan kembang api pertama.

Tapi tahun ini bukan sang putra mahkota yang melepaskan kembang api pertama. Calon pewaris tahta kekaisaran itu kini tengah berada di Silla*). Menghadiri sebuah pertemuan kerjasama antara sang negeri matahari terbit dengan negeri ginseng.

Tahun ini kembang api pertama akan di lepaskan oleh sang penguasa Keshogunnan Kamakura Bafuku, Uchiha Fugaku. Para Uchiha yang merupakan keluarga inti dari sang jendral samurai sudah berada di balkon kuil shinto termegah di pusat kota Kyoto itu.

Pemandangan lain tampak jauh dari kesan elegan dan angkuh. Adalah Namikaze, klan kecil dari kaki gunung Fuji, yang malam itu datang ke Hanabi Matsuri dengan mengajak bocah kecil yang penuh semangat.

Keluarga itu masih berada di ambang gerbang lokasi festival. Tapi sang bocah kecil itu malah berlarian dengan kencang menuju gerbang festival.

"Okaa-chan, Otou-chan, Obaa-chan, Ojii-chan, ayo cepat ttebayo...." Jerit Naruto sambil melambaikan tangan kepada keluarganya.

...

Naruto, bocah kecil itu terus berlarian kesana kemari menjelajahi tiap stan bermodalkan kepingan perak yang di berikan sang ayah.

"Kau lihat, kau memberikannya banyak uang.., dia jadi berkeliaran sesukanya..." Omel Kushina pada suami pirangnya itu.

"Dia itu sepertimu, suka berkeliaran kesana-kemari, dari pada sibuk berdebat lebih baik kita mencarinya, sebelum para Uchiha itu menemukan anak kita." Jawab Minato bijak.

Kedua orang tua itu, sibuk menjelajahi tiap jengkal lapangan luas yang menjadi area festival itu. Bukannya menikmati festival. Minato dan Kushina malah sibuk berkeliling kesana kemari mencari sang putra.

Brukkkk

Kushina merasa ada sesuatu yang menabrak kakinya, dan ternyata benar itu adalah sang putra yang berlarian tanpa melihat arah sehingga menabrak ibunya sendiri yang sedang sibuk mencari dirinya.

"Kau disini ya anak nakal, kau kemana saja?, orang tuamu sibuk mencarimu kesana kemari." Kushina sudah menguarkan aura gelap. Tangannya sudah terulur siap menjewer telinga putranya. Jika saja...

"Kushina, Naruto bersama mu rupanya." Kushina mengurungkan niatnya untuk menjewer sang putra saat mendengar suara Minato. Suaminya itu bisa marah besar jika melihat Kushina menjewer putra kesayangannya ini.

"Otou-chan....." Naruto berlarian kepelukkan sang ayah.

Minato membawa sang putra ke dalam gendongannya. "Kau kemana saja nak, kami kelelahan mencarimu, nenek dan kakekmu bahkan sampai beristirahat duduk dipadang rumput." Ujar Minato sambil mengusak surai yang sewarna dengan miliknya.

"Iya kau membuat kami tidak bisa menikmati festival." Kushina mendekat pada sang suami dan....

"Ittaiii, sakit Okaa-chan..." Kushina diam-diam menyentil telinga putra bandelnya ini.

"Kushina, jangan begitu dia masih kecil..." Ucap Minato dengan nada tidak suka.

"Ya...ya..., terus saja membelanya." Kushina memutar matanya bosan.

"Okaa-chan...jangan marah..." Tangan mungil Naruto menggapai leher sang ibu...dan merengkuhnya.

Benar, Kushina memang tak pernah bisa marah lama-lama pada putra semata wayangnya ini. Akhirnya ia tersenyum saat bibir mungil sang putra mengecup pipinya.

"Nah kalau begini kan lebih baik..., sekarang kita beli es krim dulu sebelum menyusul Ojii-san dan Obaa-chan di tepian sungai..." Minato mengecup pipi gembul putranya.

"Kau dengar itu nak sebentar lagi kau akan melihat kembang api yang besar..." Kushina sudah tak nampak kesal lagi pada sang putra.

"Yeeyy Kembang Api besar..., ttebayooooooooooo..." Pekik Naruto kegirangan.

o0o

Keluarga Namikaze itu, benar-benar menikmati pemandangan kembang api besar yang menghiasi langit Kyoto. "Kembang apinya besar sekali ttebayoooooooooo." Naruto, bocah kecil itu dengan semangat berteriak kencang saat melihat kembang api besar dan indah yang benar-benar jauh berbeda dengan yang dilihatnya di desa tempat tinggalnya.

Sementara orang tua dan kakeknya hanya tertawa geli saat melihat bocah periang itu berteriak dan melompat-lompat di hamparan padang rumput yang menjadi tempat duduk keluarganya. Sayang kebahagiaan itu tidak akan berlangsung lama. Sepasang onix tajam dari balkon kuil Shinogamo memandang penuh kelicikkan pada keluarga kecil yang sedang menikmati kebersamaan dan membagi kasih sayang.

"Apa yang kau lihat Otouto." Suara sang kakak membuat Obito menghentikan pengintaianya.

"Kau lihat itu aniki..." Obito menunjuk keluarga bahagia itu. "Namikaze sialan itu.., membawa Namikaze-namikaze lain kedalam permainan kita..."

Fugaku tersenyum penuh kemenangan. "Tahan mereka agar lebih lama tinggal di Kyoto."

"Baiklah aniki." Obito menepuk pundak sang kakak. "Aku akan turun kebawah untuk berkenalan dengan para mangsa kita." Sambung Obito sebelum berlalu.

...

"Konbawa Namikaze-san..." Minato melepaskan pandangannya dari sang istri dan orang tuanya yang sedang mengejar putra mereka yang sangat lincah itu.

"Obito-sama..." Minato sengaja menampakkan raut wajah tenang dihadapan sang Uchiha licik. Sekalipun  dua minggu yang lalu ia terlibat perseteruan dengan para Uchiha ini.

Obito melemparkan senyuman sopan penuh kebusukkan pada Minato. Dan Minato pun membalas dengan senyuman tipis.

"Masalah tadi sore.., aku mewakili kakak ku mohon maaf...."

"Anata...." Penjelasan basa-basi Obito terpotong ketika mendengar suara riang yang keluar dari bibir merah muda Kushina yang memanggilnya.

Onixnya seketika memandang penuh kenistaan pada tubuh molek Kushina yang terbalut komon berwarna gelap. Ia menjilat ujung bibirnya. Sama seperti delapan tahun lalu saat dia pertama kali melihat wajah cantik kitsune betina ini.

つづく
Tsudzuku

*)Genkan : Koridor tempat penghuni rumah atau tamu masuk dan melepas sandal mereka
*)Zashiki : Ruang tamu sekaligus tempat diletakannya altar untuk sembahyang.
*)Silla : 97 sm - 935 masehi. Adalah sebutan untuk Korea kuno. Sama seperti Heian. Silla adalah sebuah masa kepemeritahan suatu dinasti yang berkuasa dalam kurun waktu tertentu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top