016. Ancaman

Disclaimer : Naruto belongs only to Masashi Kishimoto

Alternate Universe Love Story Of Naruto and Hinata

Setting : Heian/Kamakura Periode
...

Mata sewarna samudera itu menatap lekat kotak keramik di genggamanya. Didalam kotak mewah itu tersimpan sebutir mutiara berharga, harta terpenting dalam kehidupan seekor siluman rubah ekor sembilan.


Hoshi no tama, bola bintang yang terdapat dalam tubuh setiap kitsune ini adalah sumber kekuatan mereka. Tanpa mutiara berbentuk sebutir bawang ini kitsune, akan kehilangan semua kekutannya.

Tak jarang bagi siluman rubah yang petapaannya belum sempurna akan kembali ke wujud rubahnya jika mutiara ini di ambil dari tubuhnya.

Bagi manusia yang merupakan anak canpuran dari manusia dan kitsune. Mereka tak lebih dari manusia biasa jika mutiara ini di renggut dari diri mereka.

Shapire biru memanas dan mengalirkan cairan hangat. Ingatan bagaimana mutiara dengan pendar kebiruan ini di keluarkan paksa oleh para Uchiha itu dari tubuh ibunya, seketika terlintas lagi di otaknya.

Bagaimana sang ibu menggelinjang kesakitan ketika para Uchiha itu menekan perut dan mencekik ibunya demi mengeluarkan mutiara ini.

Mutiara dengan ribuan khasiat itu di telan bulat-bulat oleh Uchiha Obito. Bahkan setelah tubuh Kushina sudah lemas karena permata nya di renggut. Dia masih harus merasakan penderitaan lagi ketika para Uchiha itu menyetubuhinya secara bergilir.

Tangan tan Naruto menggenggam erat Hoshi no tama sang ibu. Seperti tiga belas tahun yang lalu hari ini dia kembali melihat orang yang berharga dalam hidupnya menggelinjang kesakitan.

Jika dulu dia melihat Kushina kesakitan karena Hoshi no tamanya di renggut. Hari ini dia melihat Hinata kesakitan karena memerlukan Hoshi no tama ini.

Jika dulu penderitaan Kushina di sebabkan karena para Uchiha itu. Hari ini penderitaan Hinata di sebabkan oleh dirinya sendiri.

'Kaa-san, hari ini aku akan memberikan harta terpentingmu pada wanita yang ku cintai, hari ini aku berikan harta berhargamu untuk kehidupan baru yang bergelung nyaman di rahimnya. Kaa-san, Tou-san aku mohon awasilah kami dari Nirwana, jaga dan lindungilah Hinata dan anakku.'

Naruto mengenggam erat Hoshi no tama sang ibu di dadanya. Sebelum keluar dari kamarnya menuju istana selatan, tempat Hinata kini meregang nyawa.

...

Tak banyak perubahan yang terjadi pada Hinata. Tubuh ringkihnya masih tetap menggelinjang kesakitan dengan sesekali membusung. Hanya saja pupil lavendernya sudah tampak sekarang.

Air mata penderitaan masih mengalir dari mutiara lavendernya. Salivanya masih sedikit mengalir dari bibir mungilnya.

Tak ada seorangpun yang Mito biarkan masuk ke ruang pembaringan Hinata, sekalipun itu Tomoyo dan Sakura.

Hanya ada Mito sendiri disana, menemani Hinata yang sedang menahan sakit. Menunggu sang Shogun yang kembali ke istana utamanya mengambil mutiara rubah milik adik tercintanya.

Krieeetttt

Suara shoji kamar Hinata yang bergeser membuat Mito mengalihkan pandangan ibanya pada Hinata.

Naruto datang mendekati Mito, ia duduk di atas zabuton, tepat di hadapan Mito dan disamping Hinata yang menggelinjang.

Dengan raut wajah penuh kekhawatiran Naruto mencoba merogoh bagian dalam montsukinya. Mengambil sebutir mutiara penyelamat untuk belahan jiwanya.

Mito tersenyum tipis saat Naruto menyerahkan Hoshi no tama Kushina padanya. "Kau lah yang harus memasukannya ke tubuh Hinata." Ujar Mito sambil menggeleng pelan.

Naruto terdiam mendengar ucapan sang bibi shapirenya menatap permata kelabu sang bibi penuh tanda tanya.

Mito terkekeh kecil melihat keluguan Naruto kali ini. "Iya, kau lah yang harus memasukan Hoshi no tama ini ke tubuh Hinata lewat mulutnya."

Naruto mengangguk. Dia dekatkan tubuhnya kearah tubuh Hinata yang menggelinjang. Menangkup pipi Hinata dengan satu telapak tangan kekarnya. Tangannya yang lain terarah untuk menelankan mutiara itu kemulut Hinata.

"Tunggu, bukan begitu caranya..." Cegah Mito.

"Lalu bagaimana lagi Baa-san...?" Ujar Naruto frustasi. "Hinata harus segera diselamatkan.." Sambungnya lagi.

Mito tersenyum tipis. "Telan dulu mutiaranya, lalu tekan energi siluman mu. Kushina murni kitsune jika tidak di netralisir oleh energi manusia bisa berakibat buruk bagi Hinata dan bayimu jika menelan bulat-bulat Hoshi no tama Kushina. Hinata bukan seorang pawang siluman seperti Obito. Setelah energi manusiamu melingkupi Hoshi no tama milik Kushina baru kau bisa memasukannya ke dalam tubuh Hinata lewat mulutmu."

Naruto tertunduk malu mendengar penuturan Mito, semburat kemerahan muncul di pipi tannya.

"Ini bukan waktunya tersipu malu. Cepat telan lalu berikan pada Hinata. Dia sudah tak sanggup lagi dengan rasa sakitnya." Mito memperingatkan.

Tanpa buang waktu dengan cepat Naruto menelan permata rubah milik ibunya itu. Tak butuh waktu lama untuk Naruto menyalurkan energi manusianya pada Hoshi no tama milik Kushina.

"Sekarang kau bisa melakukannya, aku akan keluar." Ujar Mito seraya beranjak dari tempat duduknya.

Tangan kekar itu merengkuh lembut tubuh ringkih yang mengelinjang kesakitan itu. Tangan kanannya dengan pendar biru itu di usapkannya ke puncak perut yang sedikit membuncit itu.

Tubuh Hinata berhenti bergerakan brutal seiring dengan rasa sejuk yang mulai menguar di rahimnya.

Matanya yang tadi melotot kesakitan kini terpejam menikmati elusan dari ayah janinnya.

Naruto tersenyum tipis kala melihat lotus ungunya itu kembali nyaman. Pelan-pelan satu tangannya yang tidak mendekap Hinata, menagkup pipi susu Hinata dengan sangat lembut.

Mulut kecil itu sedikit terbuka, tanpa buang waktu Naruto segera mengecup mulut Hinata yang terbuka. Menempelkan bibirnya dengan bibir mungil Hinata.

Mulutnya yang juga terbuka meminta akses pada mulut Hinata agar tetap terbuka. Pelan-pelan di dorongnya Hoshi no tama milik sang ibu yang melekat pada tenggorokannya.

Bersama dengan saliva dan lidahnya yang menyusup kemulut Hinata, Naruto mengantarkan mutiara rubah milik ibunya ke mulut Hinata melalui perantara mulutnya sendiri.

Tubuh mungil Hinata yang tadinya terbaring dalam dekapannya kini, terbaring penuh di atas futton, satu tangan Naruto yang tak lagi mendekap Hinata, mengelus leher putih tengah Hyuuga itu.

Naruto sedang melancarkan mutiara rubah sang ibu yang sedang berjalan masuk menuju rahim Hinata. Tapi dia sama sekali tak melepaskan pautan bibirnya dengan bibir lembut sang lotus ungu.

Usapan tangan tan Naruto terhenti di perut bagian bawah Hinata. Di tempat janinnya sedang bergelung itulah Hoshi no tama sang ibu akan bersemayam. Mentralisirkan suhu janin yang amat panas itu.

Cukup lama Naruto mengelus perut bagian bawah Hinata dengan gerakan memutar. Memantapkan posisi Hoshi no tama ibunya di dalam rahim wanita tercintanya.

Hoshi no tama milik Kushina akan keluar bersama dengan lahirnya bayi mereka. Hinata hanya manusia biasa. Tubuhnya tidak akan mampu menampung kekuatan mutiara itu jika janinnya sudah lahir nanti.

Perlahan-lahan Naruto melepaskan pautan ke dua bibir mereka. Benang-benang saliva diantara mulut mereka masih terhubung satu sama lain.

Dengan sangat lembut Naruto mengusap bibir mungil Hinata sehingga hubungan saliva mereka terputus. Kelopak mata putih Hinata perlahan menampakan mutiara lavender yang tersembunyi di baliknya.

Naruto tersenyum tipis melihat Hinata menampakan keindahan bola matanya. Hinata menatap penuh tanda tanya tatapan lembut Naruto. Seingatnya barusan Naruto menamparnya hingga dia terlentang di futton.

Mencoba menerka apa yang terjadi selama dirinya pingsan. Tapi kepala indigo terasa berdenyut. Apa lagi saat melihat perutnya yang biasa rata kini sedikit membuncit.

Pandangannya berkunang-kunang dan tak lama kesadarannya kembali hilang.

"Hinata!!, apa yang terjadi, Hinata!!!" Naruto panik bukan kepalang ketika Hinata pingsan lagi.

"Ba-san!!!" Pekiknya memanggil sang bibi yang kini menunggu di luar pintu.

...

"Dia hanya tertidur karena pusing akibat kehamilannya, biar bagaimanapun dia manusia, tubuhnya juga bereaksi seperti wanita hamil biasa." Terang Mito sambil mengompres kening mulus Hinata.

Naruto mengangguk, raut kelegaan terlihat di wajahnya ketika mendengar penjelasan sang bibi.

"Kehamilannya akan berjalan normal setelah ini, tak perlu menungguku, setelah dia siuman Sakura juga dapat menanganinya. Biar bagaimanapun dia seorang tabib, dan orang tuanya pernah bekerja di dewan tabib istana." Jelas Mito sambil tetap mengompres Hinata.

"Bisa lanjutkan perawatannya di kamarku?" Tanya Naruto dengan tatapan yang tak terlepas dari Hinatanya itu.

Mito tersenyum simpul seraya mengangguk. Di tariknya sapu tangan putih yang mengompres dahi Hinata dan meletakannya di baskom kuningan.

Dia beranjak dari zabuton yang didudukinya sambil membawa baskom itu. Berjalan menuju shoji.

"Tomoyo, Sakura, ikutlah bersama Hinata ke istana utama. Mulai malam ini Hinata akan tinggal disana." Perintah Mito begitu keluar dari kamar Hinata.

"Apa Hinata-sama baik-baik saja, Kogo-sama?" Tanya Tomoyo takut-takut.

"Dia sudah lebih baik sekarang." Jawab Mito sambil menyerahkan baskom kuningan untuk mengompres Hinata.

Tomoyo tersenyum lega sambil membungkuk menerima baskom kuningan itu.

"Aku tidak...," Baru saja Sakura berniat untuk menolak di ajak ke istana utama, shoji kamar Hinata terbuka, sang Shogun keluar dari kamar itu dengan sang Murasakiro no hime yang terlelap di gendongannya.

Seketika amarah Sakura redah ketika melihat Hinata yang terpejam dengan perutnya yang sedikit menbuncit.

Niatnya yang tadi ingin menolak dibawa ke istana utama kini ia urungkan setelah melihat keaadaan Hinata.

"Kalian ikut aku." Perintah Naruto.

Tanpa banyak bicara Sakura dan Tomoyo mengekor Naruto dan Mito yang berjalan di depan mereka.

Pandangan para geisha yang duduk bersimpu diatas tatami yang terhampar di zanshiki*) istana keshogunnan terlihat sangat menusuk. Kala melihat Naruto yang menggendong dengan kedua tangannya sendiri sang Murasakiro no Hime yang terlelap.

Perut Hinata yang sedikit membuncit menjadi fokus utama tatapan kebencian para geisha itu. Hinata satu-satunya geisha diistana selatan keshogunan Kamakura Bakufu yang kehamilannya bahkan di perhatikan oleh permaisuri.

Tak ada satupun geisha disini yang berani mengandung benih Naruto. Selain karena sang Shogun yang tak menginginkannya. Juga karena Mito yang tidak tinggal diam.

Mereka lebih memilih meminum ramuan pencegah kehamilan yang di sediakan setelah bersetubuh dengan Naruto dari pada di cekoki racun penggugur kandungan oleh sang permaisuri.

Tapi Hinata tetap di biarkan hamil, bahkan Mito sendirilah yang merawat kandungan Hinata. Mereka tidak mengetahui bahwa Naruto menyetubuhi Hinata tanpa sepengatahuan Mito dan dalam wujud silumannya.

Jika Mito mengetahui keponakannya itu menyetubuhi seorang manusia dengan wujud silumannya mungkin dia akan memaksa Hinata meminum ramuan pencegah kehamilan.

Tapi Mito tak akan pernah mengugurkan janin kitsune yang sudah terbentuk. Terlebih lagi janin itu tumbuh dalam rahim wanita sekelas Hinata.

Mungkin jika Hinata adalah geisha yang di jual di okiya dan hanya mengandung benih Naruto saat berwujud manusia, bisa dipastikan bahwa Hinata juga akan di cekoki ramuan pengugur kandungan.

Dari semua geisha hanya pandangan Shionlah yang paling menusuk dan penuh kebencian.

'Akan ku hancurkan perut itu bersama janin yang ada di dalamnya, seperti permaisuri sialan itu membunuh janinku.'

...

"Bagaimana keadaannya Tenten, apa dia belum siuman?" Pria bersurai perak itu bertanya dengan wajah dingin pada salah satu pelayannya.

Tenten gadis bersurai coklat itu menatap penuh iba pada tubuh kekar pria yang terbaring lemah di atas futton dan di penuhi luka bakar.


"Tinggal luka bakarnya yang memerlukan perhatian khusus Otsutsuki-sama, ku rasa tak lama lagi dia akan siuman." Jawab Tenten tanpa melepaskan pandangannya dari pria yang tegolek lemah diatas futton.

"Suminasen." Suara dari balik shoji itu membuat Tenten dan pria bersurai perak mengalihkan pandangan mereka.

"Masuk Kabuto." Perintah sang pemilik surai perak.

Shoji pun bergeser, pria yang dipanggil Kabuto itu masuk sambil membungkuk memberi hormat.

"Tamu yang anda tunggu sudah tiba Otsutsuki-sama." Ujar pria yang bernama Kabuto itu.

'Akhitnya Akatsuki tiba juga'

...

"Lama tak berjumpa Toneri." Sapa Yahiko sang ketua Akatsuki.

Toneri, pria bersurai perak itu hanya tersenyum tipis sembari duduk di zabuton, menanggapi sapaan ketua Akatsuki tersebut.

Pandangannya saat ini hanya terfokus pada orang yang duduk di barisan paling ujung anggota Akatsuki.

"Apa kabar Uchiha-san?" Sapa Toneri pada sang bungsu Uchiha.

"Cih." Sakuke mendecih mendengar basa-basi Toneri. "Tak perlu berbasa-basi, katakan kapan kita menyerang Kyoto."

"Khe, kau begitu tidak sabar menumbangkan Shogun keparat itu, tunggulah satu lagi sumber kekuatan kita, pangeran Hyuuga itu masih terlelap dari tidur panjangnya."

...

つづく
Tsudzuku

-------------------------------------------
Zashiki : Ruang tamu sekaligus tempat diletakannya altar untuk sembahyang

-------------------------------------------

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top