010. Penyatuan

Disclaimer : Naruto belongs only to Masashi Kishimoto

Alternate Universe Love Story Of Naruto and Hinata

Setting : Heian/Kamakura Periode

Helaian surai indigo itu di tarik paksa dengan sangat kejam. Kaki-kaki mungil itu terseok-seok mengikut langkah kaki tegap sang Shogun yang menyeret tubuhnya turun dari kereta.

Beberapa kali tubuhnya tersungkur, menghantam rerumputan hijau nan rapi di halaman istana utama keshogunan.

Tanpa belas kasihan sedikitpun Naruto menarik tubuh lemah Hinata yang terjatuh di rerumputan.

Tangan kekarnya dengan kasar menjambak helaian surai indigo yang biasa di elusnya.

"Akhhhhh, LEPASKAN BRENGSEK!" Tangan putih nan mungil itu terus menerus memukuli tangan sewarna madu yang menarik surai kelamnya.

"Lepaskan? baiklah." Jawab Naruto dingin.

Brukkk,

Suara hantaman tubuh Hinata yang terhempas di rerumputan halaman istana keshogunnan, kala sang Shogun melepaskan tubuh mungil itu, seraya mendorongnya.

"Akkhhhhh..." Hinata kembali merintih kesakitan.

Tubuh tegap itu berjongkok menyeimbangkan tingginya dengan tubuh mungil yang berusaha bangkit dari rerumputan.

"Akhhhhhh..." Lagi, dengan kejamnya Naruto menarik helaian kelam milik Hinata.

Para dayang dan kasim yang melihat kejadian itu hanya bisa meringis. Naruto tak pernah memperlakukan para geishanya seperti itu selama ini. Itu karena para wanita itu tak pernah membangkang, dan sangat merasa bangga menjadi simpanan Naruto.

"Aku sudah memperingatkanmu Hime, kau tidak akan ku sakiti jika kau tak membangkang," Naruto mendekatkan wajanya mengadu biru shapirenya, dengan mutiara lavender yang dipenuhi air mata kesakitan, tapi tetap menantang tatapannya.

"Kau tahu,Hime? etika kau membangkangku, kau benar-benar mirip seperti para Hyuuga keparat itu." Shapire itu menatap sang mutiara dengan tatapan yang amat menakutkan, tapi jangan berharap jika mutiara itu menyendu dan mengalah pada dinginnya shapire yang beradu dengannya.

"Cuih." Bibir mungil yang biasa dihisap sang Shogun, meludahi wajah pipi tan yang biasa beradu dengan pipi susunya.

Plakkkk.

Para dayang dan kasim itu kembali meringis, sambil menatap kasihan sang lotus ungu yang baru saja di tampar oleh sang Shogun.

"Jadi, begini para Hyuuga itu mendidik anak gadis mereka?" Baru saja pipi seputih susunya di tampar oleh sang Shogun. Rambut panjangnya kembali di jadikan sang Shogun alat untuk menyeret tubuhnya.

Tanpa belas kasihan Naruto menyeret tubuh mungil Hinata, yang penuh dengan lebam akibat beberapa kali membentur tanah. Tangga demi tangga di tapaki kaki mungil Hinata, sambil menahan rasa sakit dikepalanya, karena surai panjang indigo itu di tarik dengan sangat kasar.

Telapak kakinya yang tak beralaskan geta berkali-kali membentur tangga berundak yang menjadi jalan masuk kepintu utama istana keshogunan.

Beberapa kali lututnya menghantam batu yang menjadi material utama tangga itu, tak membuat sang Shogun berhenti menyeret tubuhnya, menuju pintu istana utama keshogunnan.

"Tempatkan dua belas orang samurai untuk berjaga di depan kamarku. Jangan biarkan siapapun menerobos masuk selama aku belum keluar!" Titah sang Shogun pada seorang samurai yang sedang berjaga di depan pintu masuk istana utama keshogunnan.

Jari-jemari mungil itu terus-menerus memukuli tangan tan yang menjambak rambutnya, dan menyeret tubuhnya menyusuri rokka istana utama, menuju ke kamar pribadi sang Shogun.

...

"Dimana Hinata-sama?" Tanya Tomoyo pada seorang dayang dari istana utama yang mengantar uchikake merah muda yang Hinata kenakan tadi pagi.

"Dia dikamar Shogun-sama, sebaiknya kau tak perlu mengkhawatirkan keadaannya." Dayang senior itu berlalu, setelah mengucapkan pernyataan singkat pada Tomoyo.

Tomoyo menangkupkan kedua telapak tangannya, kepalanya di dongakkan kelangit-langit, membaca doa-doa, untuk nonanya yang sudah dia anggap seperti kakak kandungnya sendiri

...

"Akhhhhhhhh...."

Naruto kembali melempar tubuh Hinata ke atas tatami, entah sudah berapa banyak lebam yang ada di tubuh seputih susu itu, berkali-kali dia tersungkur di lantai kayu rokka.

Hinata enggan mengeluarkan air mata dari mutiara lavendernya, sekalipun hati dan tubuhnya merasakan sakit yang amat dalam. Berkali-kali hatinya mengingkari kenyataan bahwa sang ayah dan para anggota klannya tidak lebih dari sekumpulan manusia serakah dan rakus akan harta dan kekuasaan.

Tidak, dia belum bisa menerima semua kenyataan ini, bahwa dia dan Hanabi dibiarkan hidup untuk disiksa lahir batin demi menebus dosa klannya.

Bibir mungil yang sudutnya sudah mengeluarkan darah karena tamparan sang Shogun, di gigitnya kuat-kuat bibir itu untuk menahan isakan yang hampir keluar.

Tak membiarkan bibir kesukaannya itu terluka selain bukan karena dirinya, tangan kekar sang sang Shogun mencengkram erat pipi gembul serupa buah persik itu.

"Hanya aku yang boleh melukai bibir itu," nafas segar nan hangat sang Shogun berhembus di wajah Hinata, ada kehangatan yang memabukan yang dapat dirasakan oleh Hinata.

Hinata mencoba membuang mukanya dari hadapan sang Shogun, tapi Naruto dengan cepat memaksa wajah seputih susu itu kembali berhadapan dengannya.

Shapire biru dan Mutiara lavender itu kembali beradu, tatapan penuh kebencian terpancar dari mutiara yang selalu meneduhkan itu. Berbanding terbalik dengan shapire yang menatap penuh nafsu seolah kapan pun bisa memakannya.

Tanpa aba-aba, dengan sangat cepat, bibir sang Shogun melumat kasar bibir mungil milik sang lotus ungu.

Tangan mungil seputih susu itu memukuli kuat dada bidang yang menempel erat dengan dadanya. Tapi sia-sia pukulan itu tak berati sama sekali.

Brukkkk

Tubuh kekar sang Shogun terjungkal kebelakang, akibat tendangan keras sang lotus ungu pada perutnya. Hinata memanfaatkan kesempatan itu untuk berlari menuju shoji. Tapi sia-sia, pintu geser khas Jepang itu di palang oleh balok kayu besar dari luar.

Dengan sisa-sisa tenanganya Hinata mencoba mendobrak pintu geser itu, kepalanya sesekali menoleh kebelakang, Naruto sudah bangkit dari jatuhnya, tendangan Hinata sama sekali tidak berarti bagi sang Shogun.

Kaki-kaki kekar sang shogun mendekati tubuh mungil Hinata yang masih berusaha mendobrak shoji.

Merasa sang Shogun kian dekat dengannya, Hinata menghentikan usahanya untuk mendobrak pintu geser itu, dia berlari ke arah lain, untuk menghindar dari cengkraman buas sang Shogun.

Naruto sengaja memelankan langkahnya, dia tahu, bahwa Hinata sekarang tak lebih dari seekor tikus yang sudah terperangkap dalam jangkauan sang kucing. Sementara Hinata posisinya kian tersudut di pojok ruangan.

"Kau tahu kucing Hime? Dia tidak pernah membunuh tikus dengan sekali gigitan, menangkapnya, lalu berpura-pura melepaskannya, bermain-main dengannya, dan setelah puas bermain-main, sang kucing akan membunuh mangsanya, dan membuangnya di hadapan semua orang di tengah jalan."

Tepat saat Naruto menyelesaikan kalimatnya menakutkannya, tubuh Hinata benar-benar sudah terpojok di sudut fusuma, berlukiskan api itu.

Tubuh Naruto kian mendekat, usahanya terakhirnya untuk menghindar kini gagal, kala tangan kekar sang Shongun mengungkung tiap sisi tubuh mungilnya yang kian terpojok.

"Kau penipu!" Hinata mengeluarkan suara bergetarnya yang dipaksa lantang. "Khe, kau berkata tak akan melakukan apa pun padaku jika aku mau menari untuk mu, rakyat jelata yang memegang kekuasaan seperti kalian memang tidak bisa di percaya ucapannya." Sakit hati yang di deritanya, membuat bibir Hinata yang selalu mengucapkan kata-kala lembut penuh perhatian pada Naruto kini malah mengucapkan kata-kata kejam.

Naruto mengepalkan tinju pada telapak tangannya yang menempel difusuma untuk mengungkung Hinata.

"Putra penghianat rendahan sepertimu memang benar-benar tidak bisa dipercaya."

Naruto menahan amarahnya yang hampir memuncak, mendengar Hinata yang dia anggap berbeda dengan anggota klan Hyuuga yang lain. Hinata yang sejak kecil tidak pernah membedakan mana strata kebangsawanan dan tidak pernah memanggilnya sebagai anak pengkhianat seperti yang sering diteriakan rakyat pada dirinya, hari ini mengeluarkan ucapan kejam yang meremehkan, apalagi meyebut dirinya sebagai anak pengkhianat.

Hinata tersenyum remeh melihat emosi Naruto yang mulai terpancing, dia sangat ingin menorehkan luka dihati Naruto dengan kata-kata kejamnya.

Seperti Naruto yang telah menorehkan luka dihatinya dengan memanfaatkan cinta tulusnya demi melancarkan balas dendamnya.

Hinata tahu, kenyataan bahwa klannyalah yang menjadi penyebab semua ini, tapi hatinya benar-benar sakit, ketika Naruto mempermainkan cinta tulusnya yang dia pelihara sejak kecil.

Perasaan terpendam yang dijaganya hanya untuk sang Shogun, Naruto bukan hanya memusnahkan keluarganya, tapi pria itu juga telah menginjak-injak cinta yang selalu di jaganya.

Tidak bolehkah sekali saja Hinata membalas perlakuan Naruto padanya?

Gigi-gigi rapi sang Shogun saling beradu, dan seketika gigi-gigi itu berubah menjadi runcing, bahkan dua taring di tiap sisi rahang depan Naruto. Bukan hanya itu Naruto, yang kini sudah diliputi amarah karena ucapan Hinata, sekarang tubuhnya sudah di penuhi dengan cahaya kuning keemasan.

Hinata yang selalu tak pernah menghina asal-usulnya, hari ini menorehkan luka dalam dihatinya. Sakit, jika kata-kata congkak itu keluar dari mulut Neji, atau Hiashi, dia pasti tidak akan mengambil hati, tapi ini Hinata. Hinata gadis yang selalu menerimanya saat dia dikucilkan masyarakat karena di cap anak pengkhianat. Hinata yang selalu tak pernah memandang remeh dirinya. Hari ini, Hinatanya sudah bersikap sama seperti orang-orang yang dulu menghinanya.

Rasa sakit, berjuta kali didalam hati Naruto, Hinatanya yang tak pernah mengucilkan dirinya, hari ini bermulut tajam, menunjukan jika sama dengan Hyuuga lain yang congkak itu.

Hinata terperanjat saat sembilan ekor berwarna keemasan muncul dari bagian tubuh belakang Naruto. Shapire biru sang Shogun bahkan kini telah berganti warna semerah darah, dengan tatapan yang sangat mengerikan.

Tidak ada satupun di Negeri ini yang tahu bahwa Naruto adalah separuh kitsune, kecuali para Uzumaki yang berkuasa di pemerintahan. Bahkan para Geisha yang selalu di setubuhinya pun tak pernah mengetahui bahwa danna mereka adalah siluman rubah ekor sembilan yang berdarah setengah manusia.

Hinata benar-benar telah membangkitkan amarah sang kitsune, sejak menjadi Shogun, Naruto benar-benar menjaga emosinya agar jangan sampai wujudnya berubah seperti sekarang.

Tapi lotus ungunya yang hari ini telah bermulut kejam, membuat sang kitsune kehilangan kesabaran. Jika saja perkataan penuh hinaan itu keluar, bukan dari mulut Hinata, dia bisa saja menebas leher orang itu dengan katananya. Tapi ini adalah Hinata, batinnya tak mengizinkan tubuhnya untuk bergerak menghabisi sang murasakiro no hime. Tapi hatinya juga bagai dihujam oleh sembilu kala Hinatanya menghina masa lalunya.

Mulut Hinata yang tadinya mengucapkan kata-kata kejam dengan lantang kini tertutup rapat, rasa ngeri meliputi seluruh hatinya. Melihat sang Shogun berubah wujud menjadi sosok monster yang mengerikan.

"Kenapa diam Hime?" Suara sang Shogun kini terdengar mencekam sangat mengerikan. Bahkan wajah Hinata yang awalnya sudah pucat pasih, kini bertambah pucat lagi.

Srakkk.

Bagian depan mofuku yang membalut tubuh sintal Hinata, di robek kasar oleh jari-jemari kekar sang kitsune yang dilengkapi cakar-cakar nan tajam.

Tubuh Hinata berkeringat dingin, ketakukan melihat wujud menyeramkan sang shogun.

Mata rubah sewarna darah itu menyusuri tiap lekuk tubuh Hinata.

"Kau, si..si...sia-pa?" Hinata terbata-bata mengeluarkan suaranya.

Tangan-tangan mungil itu kembali melakukan perlawanan, tapi,

"Akhhhhh," Hinata berteriak kencang kala telapak tangan putihnya serasa terbakar saat memukul lengan Naruto, sebagai perlawanan.

Tangan yang lingkupi cahaya keemasan itu mengelus pipi gembul seputih susu milik Hinata.

"Terlalu panas ya?, tak perlu khawatir akan ku buat hangat tubuhku saat menyentuhmu." Kulit yang terasa begitu panas saat bersentuhan dengan kulitnya kini berubah menjadi hangat.

Hinata memejamkan matanya erat, ketakutan saat tubuh yang di naungi cahaya keemasan itu kian menempel dengan tubuhnya.

Keringat dingin membanjiri seluruh tubuhnya saat Naruto dengan wujud setengah siluman ekor sembilan, membawa tubuh mungil Hinata ke dalam gendongannya.

Tangan Hinata memukuli sekuat tenaga, dada bidang yang dilingkupi cahaya keemasan. Tubuhnya berontak dalam gendongan sang Shogun yang kini telah berubah menjadi setengah kitsune.

"Lepas, lepaskan...!" Teriakan Hinata sama sekali tidak diindahkan oleh Naruto, malah dengan langkah pasti sang Shogun membawa Hinata ke tempat futonnya terbentang.

Brukkkkk.

Tubuh mungil Hinata menghantam futon lembut milik sang Shogun, buru-buru dia bangkit dari posisi terlentang, mundur ke belakang, mendekati jendela, mencoba berteriak meminta pertolongan.

Angin sangat kencang berhebus dalam kamar itu, akibat kelebihan yang dimiliki oleh Naruto, hingga jendela itu tertutup rapat bahkan terkunci.

Naruto merangkak perlahan mendekati tubuh Hinata yang hampir telanjang. Tangan kekarnya menarik kaki jenjang seputih susu itu.

Menyeret tubuh Hinata yang kini sudah berbaring telentang, tangan-tangan seputih susu Hinata, berusaha menggapai apapun untuk menghalangi tubuhnya yang diseret mendekati sang Shogun.

Semua usaha sang lotus ungu itu sia-sia, sang manusia setengah siluman itu, berhasil menarik tubuh sintal itu ke bawah tubuhnya. mengukung pergerakan sang lotus ungu.

"Mau lari kemana hm, tikus kecil...?" Seringai rubah tampak jelas terukir di bibir Naruto, seperti seekor rubah yang baru saja mendapatkan mangsanya.

Tangan mungil Hinata yang berusaha mendorong dada Naruto yang akan menindih dada berisinya, tiba-tiba tertahan dengan dua ekor berwarna emas yang mencengkram erat sepasang tangan putih itu diatas kepala indigonya.

...

"AAAAAAAAAAAAAAAKKKKKKKHHHHHHHHHHH...," Jeritan kesakitan itu terdengar memilukan. Rahimnya seperti terbakar ketika benih panas sang kitsune memenuhi rahimnya.

Ruangan kamar itu di penuhi cahaya keemasan. Beberapa samurai yang berjaga di depan pintu kamar sang Shogun merasa miris dan penasaran saat mendengar jeritan pilu Hinata, disertai cahaya keemasan yang memenuhi kamar yang mereka jaga.

...

Langit Kyoto kembali bergemuruh, disertai kilatan petir malam itu, hujan turun deras disertai angin kencang.

Srekkk.

Shoji kamar Hinata di istana selatan bergeser, Tomoyo kembali memeriksa kamar sang nona, "Sepertinya Hinata-nee, sedang menghabiskan malam bersama Shogun-sama," Gumam Tomoyo pelan. Tanpa sadar di belakangnya telah berdiri gadis bersurai merah muda yang juga menatap kamar itu dengan penuh kecemasan.

"Hinata berada di dalam kamar si brengsek itu?" Sakura memastikan.

Tomoyo mengangguk lemah, merespon pertanyaan Sakura.

Sakura menarik nafasnya sangat panjang, melihat anggukan Tomoyo. Dia benar-benar khawatir dengan keaadaan sahabatnya yang sekarang terkurung di dalam kamar sang Shogun.

...

Mito, tiba-tiba membuka kelopak matanya saat merasakan aura siluman yang begitu kuat di sekitarnya. Bangkit dari posisi berbaringnya di sebelah sang Kaisar. Fikirannya tiba-tiba tertuju pada sang keponakan. Aura siluman yang di rasakannya itu adalah milik Naruto. Mito memegangi dada kirinya yang berdegup kencang.

'Apa yang membuat Naruto menampakan wujud Kitsunenya?' Batin Mito di penuhi dengan fikiran yang tertuju pada sang keponakan. Bertahun-tahun Naruto berlatih mengendalikan perubahan wujudnya. Hanya hal-hal yang sangat membuatnya marah yang dapat membuat Naruto menampakan wujud kitsunenya tanpa kendali.

"Kau, kenapa tsuma," Hashirama membelai surai Mito yang terurai, dengan penuh kekhawatiran melihat sang isti yang terbangun tiba-tiba.

Mito menggeleng pelan sambil mengusap peluh di keningnya.

"Tidurlah, besok pagi kita pagi-pagi sekali kita akan berangkat berziarah ke kuil Kasuga Taisha." Ujar Hashirama sambil ikut mengusap peluh permaisurinya.

Mito mengangguk pelan dan berbaring di samping sang suami.

...

Fajar menyingsing di Kyoto, bersamaan dengan kokokan ayam jantan yang menjadi tanda pergantian hari.

Mito mendampingi sang suami dan putranya menaiki kereta kencana, yang akan membawa mereka ke kuil Shinto yang menjadi tujuan ziarah mereka. Butuh waktu tiga hari untuk sampai ke kuil yang terletak di kota Nara itu, dan untuk kembali Kyoto juga di butuhkan waktu selama tiga hari. Mereka akan meninggalkan ibu kota selama sepuluh hari.

Dan selama itu pemerintahan akan di pantau oleh sang Shogun dibantu dengan seorang Kanpaku*) yang tidak lain adalah Uzumaki Nagato, saudara sesama siluman Mito, dan Kushina.

Sebelum menaiki kereta menyusul sang putra dan suaminya yang telah naik terlebih dahulu, dia berpesan pada Nagato.

"Tolong kau awasi Naruto, aku merasakan aura siluman yang sangat kuat semalam, dari istana keShogunan." Bisik Mito, dengan sangat hati-hati. Bagaimana pun tak ada seorang pun yang mengetahui identitas mereka sebagai kitsune.

Nagato mengangguk pasti menanggapi perintah sang permaisuri.

...

Sang Shogun tertidur lelap sambil mendekap erat sang lotus ungu yang sudah tidak berstatus gadis lagi, pertautan kepemilikannya, sudah terlepas dari liang sang wanita. Tubuh tannya dan sembilan ekor rubahnya yang kini berwarna orange tak lagi memancarkan kilauan keemasan. Ekor-ekor rubah itu seolah menjadi selimut yang menghangatkan bagi tubuh mungil yang kini didekap oleh tubuh tegap sang Shogun.

Hinata menggeliat lembut dalam dekapan sang Shogun hidung mungil mancungnya, menempel pada dada bidang sawo matang sang jendral samurai.

Permata shapire itu terusik dari persembunyiannya kala mendengar erangan halus, dari mangsa yang baru disantapnya semalam. Tangan kekarnya mengelus lembut punggung putih yang penuh dengan bercak merah bekas gigitan halusnya.

Perlahan-lahan mutiara lavender itu mulai tampak, jejak-jejak air mata mengering, menghiasi sekitar kelopak mata putihnya. Seketika pandangan Hinata membulat saat melihat jarak yang tak ketara diantara mereka, di tambah lagi dengan keadaan tubuh mereka yang tak tertutupi sehelai benangpun.

Tangan Hinata mencoba mendorong tubuh kekar yang mendekapnya. Namun sia-sia, Naruto bahkan mengeratkan pelukannya, sangat erat, bahkan Hinata merasa tulang-tulangnya seolah patah saat tubuh berwarna tan itu memeluknya.

"Lepaskan aku...," Hinata mencicit lemah dalam dekapan sang Shogun, tenaganya sudah habis di kuras oleh permainan Naruto semalaman.

"Melepaskan mu?, bukankah kau menikmatinya semalam Hime?"

"Sa...sa..sakit," Rintihan kesakitan Hinata terdengar memilukan.

"Menurutlah, maka kau tidak akan merasakan sakit seperti semalam." Tangan tan itu mengelus pipi gembul kemerahan itu dengan sangat halus.

"Kenapa tak kau bunuh saja aku?" Gumam Hinata disela-sela isakannya, "Akhhhhhh," Tangan Naruto yang tadinya mengelus lembut pipinya, kini malah menjambak rambutnya dengan kejam.

"Kau mau mati hm?, mau menyusul ayah munafikmu itu?, atau kakak laki-laki mu yang congkak itu?, tidak semudah itu." Amarah Naruto yang tadinya sempat mereda, kini kembali memuncak ketika Hinata, meminta kematian padanya, tubuhnya kembali menguarkan cahaya keemasan, dan saat itu juga tubuh tegapnya kembali menindih sang lotus ungu, dan mengulangi kembali permainan panasnya.

"AAAAAKKKKKKHHHHHHHH." Hinata menjerit kesakitan lagi, saat Naruto kembali mengoyak kehormatannya. Luka akibat perbuatan hina Naruto tadi malam belum sembuh, kini sang Shogun kembali melakukannya lagi dengan sangat kasar.

"To...tolong, hhh, hentikan.." Tangis diantara isakan yang keluar dari bibir peach mungil itu seolah menjadi penambah gairah sang Shogun menyetubuhi sang tuan putri lotus ungunya.

...

Hampir sepuluh hari Hinata tertawan di istana utama keshogunan. Para geisha yang lain begitu penasaran, sang Shogun tak pernah sekalipun meniduri geishanya di kamar pribadinya di istana utama.

Naruto selalu datang ke istana selatan, untuk melampiaskan nafsunya pada para geishanya di kamar mereka masing-masing. Tapi kali ini Hinata di bawa ke istana utama, bahkan hampir sepuluh hari.

Untuk kesekian kalinya Sakura, kembali memeriksa kamar Hinata, berharap sahabatnya itu sudah kembali dari tawanan sang Shogun, tapi pemandangan tetap sama, hanya ada Tomoyo yang selalu tidak pernah absen merapikan kamar nona kesayangannya itu.

"Belum ada kabar dari istana utama?" Tanya Sakura cemas.

Tomoyo menggeleng pelan sambil menatap futon Hinata yang dia rapikan setiap harinya.

"Apa yang di lakukan si brengsek itu pada Hinata?" Sakura mengepalkan tinjunya.

"Kita bahkan tidak bisa keluar dari istana selatan," Tomoyo menghela nafas, memikirkan ketidak berdayaan mereka.

"Hari ini Kaisar dan Permaisuri kembali, aku akan menyusup keluar dan mengadukan hal ini." Jawab Sakura pasti.

...

Seperti sore-sore harinya dalam sepuluh hari terakhir ini, Naruto, akan langsung kembali ke istana utama keshogunan, menuju kamar pribadinya, di sanalah Hinata meringkuk lemah dengan balutan nagajuban putihnya, dan rambut kusutnya, sudah sepuluh hari dia tertawan di kamar sang Jendral. Setiap hari tubuh mungilnya di paksa melayani nafsu buas sang Shogun yang bermain kasar.

Bahkan untuk mandi pun Naruto tak pernah melepaskan pengawasannya dari Hinata, sang Shogun sendirilah yang akan membawa Hinata ke onsen pribadinya, dan memandikan Hinata sambil menikmati tubuh mulus sang lotus ungu.

Bukan hanya cara Naruto yang kasar saat menyetubuhinya, sang Shogun sangat menyukai meniduri Hinata dengan wujud silumannya, dibanding menggunakan wujud manusianya. Stamina Naruto akan bertambah bekali-kali lipat dengan wujud siluman rubah ekor sembilannya yang berkilau keemasan. Dan itu membuat tubuh Hinata seakan terbelah dua menahan sakit permainan kasar sang kitsune ditambah rahimnya harus menampung sperma Naruto yang menjadi saat panas sangat berwujud setengah siluman.

Kriett.

Hinata ketakutan saat mendengar shoji itu bergeser, sang Shogun pulang dari istana kekaisaran, dan itu berarti dia akan kembali mengalami penyiksaan.

Naruto menyeringai melihat Hinata yang selalu melawan padanya itu, kini seperti tikus yang ketakutan dengan serangan kucing.

Tubuh kekar itu mendekati tubuh mungil yang terlentang di futon lembut. Mulut Hinata di sumpal dengan kain putih, kaki nya diikat dengan tali kekang yang kuat, kedua tangannya diikat ke atas kepala dengan tali yang sama kuatnya dengan di kakinya.

Ikatan dan sumpalan dimulut Hinata baru akan di lepas jika sang Shogun kembali dari istana kekaisaran menyelesaikan tugas-tugasnya, selama Naruto berada di luar istana keshogunnan Hinata diikat layaknya hewan ternak yang ditinggal majikannya.

Naruto duduk di samping futon, bibirnya mengukir senyuman ibilis, dengan tangan yang terulur mengelus lembut pipi susu yang berwarna kebiruan akibat tamparannya saat sang lotus ungu ini melawan.

Sumpalan di mulut Hinata di lepaskannya. "Kau belum makan bukan? Mari kita makan bersama." Ujar Naruto lembut sambil melepaskan ikatan di tangan dan kaki Hinata.

"Aku akan bersikap lembut dengan mu Hime, jika kau jadi anak baik seperti ini." Naruto menepuk pelan pucuk kepala Hinata, dan membantunya duduk.

Naruto beranjak ke meja pendek, yang baru saja di letakannya makanan lezat. Bahkan selama Hinata berada dikamarnya, untuk mengantarkan makanan kekamarnyapun Naruto tidak mempercayakan pada dayangnya.

Hinata membuang mukanya, saat Naruto menyodorkan sepotong gyoza yang disumpitkan Naruto. Tangannya yang sangat lemah itu menepis tangan Naruto yang berusaha menyuapkan makanan padanya.

"Jangan terus mengujiku Hime." Ujar Naruto seraya berlutu memungut potonga gyoza yang di tolak Hinata. "Kau mudah sekali ya, membuang makanan, kau tahu betapa sulitnya aku mendapatkan makanan dulu karena ulang Tou-samamu itu."

Pandangan sayu tanpa kehidupan yang ditampilkan Hinata selama berada di kamar sang shogun kini menatap nyalang shapire yang ada dihadapannya. "Jangan kau bawa-bawa Tou-samaku yang sudah tenang disana."

"Tenang, kau bilang ayahmu tenang, kurasa dia sudah membusuk di neraka, bersama kakakmu itu." Jawab Naruto kejam. Sambil kembali duduk di tepi futon.

"Kau!" Hinata mengeram penuh kemarahan.

"Mau melawan ?" Tantang Naruto, tangan Naruto mencengkram kasar tangan Hinata yang sudah tak berdaya itu. "Kau tahukan apa hukumannya."

Plak.

Pipi Hinata di tampar dengan kasar hingga dia tubuhnya jatuh terlentang di futon, tak sadarkan diri, karena kelelahan luar biasa yang dialaminya. Tubuh kekar Naruto dengan cepat menindih tubuh mungil itu. "Kau tahu aku ini monster 'kan sekarang?, dan aku sangat suka menyetubuhimu dengan wujud monster." Naruto selalu menyetubuhi para geishanya dengan wujud manusia.

Mito melarang keras Naruto, untuk memberikan sperma kitsunenya pada geisha-geishanya, karena wanita yang di setubuhinya dalam wujud kitsune pasti akan mengandung kitsune pula. Dan manusia biasa bisa mati, jika membiarkan janin kitsune yang berkembang dalam rahimnya.

Tubuh Naruto mulai menguarkan cahaya keemasan, hampir saja dia akan memunculkan sembilan ekornya, jika saja,

Brukkkkk.

Shoji kamar Naruto terdobrak oleh sang bibi yang kini telah mengibarkan sembilan ekornya yang berwarna merah. "Jangan sembarangan menebarkan sperma kitsunemu bocah!"

Mito berjalan dengan anggun dengan sembilan ekor merahnya yang berkibar. Naruto, turun dari tubuh Hinata, bagaimana pun dia menghormati sang bibi yang telah dianggapnya seperti ibunya sendiri.

Mito, duduk di futon disamping Hinata yang tak sadarkan diri. Tangannya yang diliputi cahaya berwarna kemerahan meraba perut datar Hinata. "Berhenti menyetubuhinya, dia sedang hamil."

つづく

Tsudzuku

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top