Sebelum memulai kembali, ada beberapa informasi yang ingin kusampaikan. Sebagai pengetahuan umum saja.
Oke. Sudah siap?
Ekhm, kumulai.
Ada dua orang yang menjadi pentolan kelas selain Dine. Yakni Wahyu Amir dan Kanjeng Raya. Si ketua kelas dan bendaharanya.
Untuk yang pertama, aku akan menceritakan soal Raya. Sudah cukup mual aku membahas Wahyu.
Ayudia Kanjeng Raya adalah bendahara kesayangan kelas X Bahasa 2, anak paling muda di kelas karena lahir di pertengahan Desember, sekaligus titisan Bu Isma yang paling kami takuti.
Pada hari di mana ada jam penjaskes, Raya akan senantiasa membawa buku kasnya ke mana pun dia pergi (biasanya dia membawa tas selempang kecil di hari itu). Berbekal informasi tentang uang jajan siswa yang biasanya dua kali lipat di jam penjaskes, Raya mencari mangsa kapan pun dia sempat. Itulah taktiknya. Sungguh licik.
Lalu, kalau Raya sudah mengirimkan pesan singkat bertuliskan, [Halo, sobat miskin] itu artinya kalian wajib membayar uang kas secepatnya. Jangan sampai ditunda lagi atau Raya akan melaporkan hasil keuangan seadanya kepada Bu Isma tanpa rasa gentar.
Ditambah lagi, dia akan melaporkan segala alibi para pengutang dengan semangat empat lima. Mulai dari hasil tangkapan layar berisi pesan penolakan membayar uang kas, sampai pesan suara candaan yang bisa dianggap sebagai alibi serius.
Inilah kenapa Raya sering kami anggap sebagai Medusa Junior. Tinggal pakai sanggul, lengkaplah semuanya.
Walau rajin memalak anak kelas yang menunggak uang kas, Raya tidak semengerikan itu di luar jam penjaskes. Terkadang dia mentraktir anak sekelas sampai-sampai Dine berasumsi bahwa diam-diam Raya menilap uang kas.
Padahal penyebab uang kas kelas berjumlah sedikit adalah Dine sendiri-dia jarang membayar uang kas tepat waktu.
Selanjutnya, kuperkenalkan pada kalian-walau agak malas; Wahyu Amir.
Memang betul gelar ketua kelas dipegang oleh Wahyu, tetapi tahukah kalian bahwa gelar Akang Intel juga dipegang olehnya?
Konon menurut alibi Wahyu, gelar tersebut merupakan bonus dan anugerah karena telah menjadi sosok ketua kelas yang dikenal seluruh jurusan. Efek samping memiliki bakat komunikasi yang baik, sepertinya. Sesekali aku pernah berpikir kalau Wahyu ini Pak Gun Junior.
Cuma sesekali. Tidak sering-sering. Amit-amit Pak Gun disamaratakan dengan Wahyu.
Informasi yang didapat Wahyu secara sembunyi-sembunyi terkadang bagus, lebih sering jelek. Informasi yang bagus berguna bagi kesejahteraan anak kelas. Dan informasi yang jelek jelas-jelas tidak ada faedahnya.
Salah satu contoh informasi jelek-lebih ke aneh, sebetulnya-yang dia dapat adalah ukuran kaki Bu Isma.
Dengan kompak kami sekelas menghujat Wahyu, menuduhnya sebagai penguntit rendahan.
Lalu kalau tahu ukuran sepatu Bu Isma, mau kasih hadiah, begitu? Percayalah, Bu Isma lebih bahagia kalau dua puluh anak muridnya jadi penurut dan paham aturan sesuai PUEBI.
Namun, ada juga beberapa informasi jelek yang dibawa Wahyu rupanya cukup membawa teman sekelas kepada peradaban yang lebih cerah dan kekeluargaan yang semakin mengerat.
Misalnya hari ini di jam istirahat kedua, satu hari setelah hukuman sikat kakus, Raya menghampiri mejaku sambil membawa catatan para pengutang.
Aku berjengit waswas. Takut dipalak karena diam-diam aku menunggak lima pekan (sedikit info kurang penting; tiap pekannya harus membayar dua ribu rupiah).
"Santai, Er. Aku tahu uangmu baru ludes tanpa sisa," cetusnya begitu aku memundurkan kursi sejauh mungkin sambil memeluk mangkuk pempek. "Kelvin si anak sebelah enggak bawa bekal. Tadi waktu berpapasan di kantin, dia lagi sibuk kunyah gado-gado. Dari situ aku tahu kamu juga enggak bawa bekal. Biasanya, kan, kalian sepaket."
Karena yang biasa bikin bekal itu mama. Kelvin hanya kebetulan sering dapat sisanya.
"Terus, ke sini mau ngapain?" Kupicingkan mata pada buku catatan para pengutang yang masih dipegangnya. "Jangan bawa buku itu ke mejaku. Dia alergi buku kas."
Bukannya disimpan jauh-jauh, Raya justru melemparkan buku catatannya ke atas meja. Senyum miringnya tersungging karena berhasil mengejekku.
Namun, senyumnya itu luntur seketika saat aku balas iseng meletakkan mangkuk pempek di atas bukunya, hendak menjadikannya alas meja. Cekatan sekali dia menarik bukunya menjauh. Mungkin tahu ada cipratan kuah pempek di mangkuk yang kupegang.
Di tengah perseteruan, Wahyu datang dari luar dan berdiri di depan kelas, membawa setumpuk makalah yang beberapa hari sebelumnya dijadikan tugas. Tatapannya melamun dan dia tidak tampak terganggu dengan keramaian kelas di tengah hawa panas akibat AC melemah. Padahal Dine sedang berisik sendiri; berseru protes karena kembalian es soda gembiranya kurang gopek.
Tak lama, tiada angin tiada hujan, Wahyu menghadap anak sekelas sambil berkacak pinggang dan berkata, "Oke, kawan-kawan. Menurut kalian ada apa di antara Bu Isma dan Pak Gun?"
Aku tersedak kuah pempek. Dine menyemburkan es soda gembira dengan estetik. Raya terlambat dua detik menyelamatkan buku kas dari semburan Dine. Seisi kelas yang awalnya seramai Tanah Abang mendadak sesepi kuburan cina. Sunyi senyap, semuanya diam membatu.
Pak Gun adalah figur ayah dari warga di kelas sebelah, X Bahasa 1. Beliau merangkap guru mapel antropologi pada kedua kelas. Berbanding terbalik dengan Bu Isma yang karismanya tinggi akibat sanggul dan mata elang, karisma Pak Gun terbentuk karena kesopansantunan, rajin senyum (rajin ibadah juga-kata Dine), dan humoris.
Ini juga alasan kenapa kami suka diam-diam menjodohkannya dengan Bu Isma yang sama-sama masih muda walaupun kepribadiannya agak timpang.
Tak lupa, ini juga alasan mengapa kelas mendadak sepi setelah Wahyu berspekulasi demikian.
Dalam keperihan tenggorokan pasca tersedak kuah pempek, aku terbengong-bengong diserang rasa penasaran. Raya yang biasanya galak saat menagih uang kas bahkan tidak bisa berkata-kata selama satu setengah detik yang dramatis. Dine juga lupa total dengan uang kembaliannya.
Entah siapa pelakunya, tetapi orang-orang yang mengunyah makan siangnya di dalam kelas setuju saat ada yang berseru, "Wahyu, spill the tea!"
•∆•
"Enggak mungkin." Kelvin berkilah seraya menyodorkan potongan pepaya yang tertusuk di ujung garpu. "Emangnya Bu Isma masih lajang?"
Menyambut suapan Kelvin dengan senang hati, aku mengangguk, kembali bersandar di tepi ranjang. Jari-jemariku lincah menari di atas keyboard laptop.
Gosip yang dibawakan Akang Intel X Bahasa 2 ternyata cukup efektif menjadi penyemangatku menyelesaikan tugas cerpen yang seharusnya dikumpulkan kemarin.
"Aku baru tahu. Kukira udah punya anak."
"Hei, beliau enggak setua itu," sanggahku. "Iya, sih, kelihatan agak kolot, tapi perawakannya masih muda, kok."
"Aku enggak bilang beliau tua," gumam Kelvin seraya tengkurap di atas ranjang. Kini melahap sendiri sisa potongan pepaya sampai habis. "Itu cerpenmu yang bikin kamu nyaris bolos?"
"Iya."
Tanpa menoleh, aku tahu Kelvin sedang memajukan wajah dan memicingkan mata dari atas sana. "Putri Sirkus dan Dinding Tebal ... Puh, itu apa-apaan?"
"Jangan lihat! Hus!" Aku mendongak secepat kilat. Berhasil menyundul dagunya, menyongsong kemenangan. Walau ujung-ujungnya malah mengerang kesakitan berjamaah.
Dengan kemampuan multitasking yang mirip dengan mama, Kelvin berbaring terlentang, meringis, mengusap dagu dengan tangan kiri dan mengusap kepalaku-yang juga korban baku hantam-dengan tangan kanan.
Hening melanda sekitar kami yang sedang sibuk masing-masing. Sampai kemudian Kelvin bertanya, "Dari sekian banyak tempat tongkrongan, kenapa kamu memilih di kamarku?"
"Pertama, WiFi gratis." Aku menjawab tanpa mengangkat pandangan dari layar. "Kedua, bisa utak-atik remot AC sesuka hati-kamu tahu mama suka larang aku pakai AC kalau cuacanya enggak panas-panas amat. Dan ketiga, kudapannya banyak. Tadi aku lihat Tante Indri lagi potong nanas madu di dapur. Kenapa enggak dibawa sekalian? Takut habis, ya?"
Kelvin mendecakkan lidah. Dia bangkit dari duduknya dan membawa serta piring kosong. "Ibuku bikin jus."
"Mau."
"Enggak nanya."
Aku nyengir. "Trims, Kelvin. I love me."
"Love me too."
Geli sendiri, aku tergelak.
Saat Kelvin melenggang keluar, kupindahkan laptop dari pangkuan ke atas ranjang. Teringat bahwa Kelvin baru selesai bersih-bersih kamar tepat saat aku datang, akhirnya aku jatuh rebahan dengan yakin di atas karpet, berguling-guling sambil melakukan peregangan singkat. Kukuasai karpet kamarnya sampai nyaris tersedot ke kolong ranjang.
Puas berguling, aku meraih ponsel dan menyalakan data seluler. Bagai air terjun, pesan masuk dari grup kelas menimbulkan notifikasi bertumpuk.
•∆•
Anak Ular 🐉
| X Bahasa 2 Gen XXI |
Dine
@Wahyu ITU APA-APAAN YANG DI SEKOLAH?
HEH, KANG INTEL.
INFORMASI DARI MANA, HAH?
BAGI-BAGI LINK, DONG!
Ah, Wahyu menikmatinya sendiri, nih.
Enggak setia kawin.
Kawat*
Kawal*
Kawan*
AUTO CORRECT BEDEBAH. 💩🔪
Akbar
Makanya jaga akhlak.
Dine
Aku enggak nakal, kok. 🤏
Akbar enggak boleh fitnah.
Ingat kata Kang Haji Roma Irama?
@Mona lebih berat daripada fitnah
Akbar
@Raya kasih tahu Bu Isma, Dine body shaming.
Dine
APAAN? :)
Akbar
Pokoknya sama Dine jahat aja. Enggak apa-apa. Dianjurkan.
Dine
Lambemu¹, Mas.
Mona
Enggak apa-apa, Bar.
Aku gembul dan aku bangga. ✨
Akbar
Tinju Dine sesekali juga enggak apa-apa, kok, Mon. Serius.
Dine
Ututu, sayang Mona~ <3
Eh, jangan, deh.
Udah ada Akbar. <3
Mona
Hah?
Akbar
Dine diam.
Dine
HAHA.
MAMPUS.
BUCIN.
Wahyu
Makalah antropologi yang masih di bawah KKM jangan lupa besok revisiannya dibawa:
• Akbar
• Putri
• Galang
Akbar
Astaghfirullah revisi wae ....
Wahyu
Kan, makanya waktu itu kuajak cari bahan bareng, Bar. Malah enggak mau.
Galang
Skip.
Wahyu
Gelut kita.
Dah, sisanya aman.
Dine
WAHYU, JAWAB PERTANYAANKU, HEH.
INFORMASINYA DARI MANA?
Wahyu
Intel terhormat tidak akan membocorkan identitasnya.
Dine
Cuih.
Wahyu
#cintadamai #apaitudebat
Dine
Gila, ya, bayangkan kalau mereka bersatu.
Kebayang, enggak, sih?
Bagai kutub timur dan kutub barat.
Se-fruit kemustahilan.
Oh, iya, deh.
Mana ada kutub timur-kutub barat, Jamilah. 💅
Wahyu
Yah, mulai.
Akbar
Bubar, bubar.
Dine
Oh, atau ....
... api dan air.
Bersatu membentuk aliansi.
Eh, PDKT dulu.
Minum es kelapa kayak @Era bareng anak sebelah.
Nah, balik lagi.
Buat lamaran.
Kemudian keduanya menikah dan JEGER!
Air menyerang api. Api diserang air.
Mati.
🧘
Wahyu
Dine, Pak Gun minta revisian.
Dine
NAMAKU ENGGAK ADA DI LIST REVISI, YEU. 👎
Raya
Wih, ramai, ya.
Ketinggalan apa, nih?
Dine
Halo, Raya! Selamat datang, selamat bergabung!🎉
Raya
@Dine halo, sobat miskin! :D
Wahyu
Nah, lho. Wkwkwk.
Akbar
Mampus, jangan?
Dine
:D
Dine keluar
Catatan Jempol:
¹Mulutmu (Bahasa Jawa)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top