【5/?】

Karena kejadian saat itu, dimana Mitsuya lebih mementingkan Touman, jarak antara (y/n) dan Mitsuya semakin merenggang.

Hari demi hari terus berganti, namun Mitsuya dan (y/n) tidak saling bertemu satu sama lain.

Sejak kejadian itu, Mitsuya sering sekali bolos sekolah. Namun karena Mitsuya lebih mementingkan Touman dibandingkan (y/n), ia tidak begitu menghiraukan Mitsuya. Sejujurnya, karena kejadian itu, (y/n) juga masih merasa kesal kepada Mitsuya.

Namun, walaupun demikian...

Jauh di dalam hatinya ia sangat mencemaskan Mitsuya.

Entah mengapa belakangan ini perasaan (y/n) sering merasa tidak enak.

(Y/n) melirik kearah bangku kosong milik Mitsuya yang terletak tepat di sebelah tempat duduknya.

Mitsuya sudah beberapa hari ini tidak sekolah. Apa ia tidak apa-apa?, gumam (y/n).

(Y/n) pun menggeleng-gelenglan kepalanya.

Apa yang kupikirkan?! Untuk apa aku mengkhawatirkannya seperti ini? Dia saja tidak peduli terhadapku!, gerutu (y/n) dalam hati.

(Y/n) pun merenung sejenak.

Sudah kuduga...

Aku memang harus melupakannya...

Aku harus berhenti menyukainya.

Tiba-tiba, obrolan beberapa siswa laki-laki di kelasnya membuat (y/n) terbangun dari lamunanya.

"Hei! Ngomong-ngomong, sudah lama aku tidak melihat murid baru berambut abu itu. Apa ia pindah sekolah lagi?" tanya seorang siswa laki-laki.

"Maksudmu laki-laki bernama Mitsuya itu?" balas siswa laki-laki lain.

"Nah iya itu! Aku lupa dengan namanya. Jujur, aku agak takut saat berbicara dengannya"

"Apa yang kau bicarakan? Hampir semua murid disini takut dengannya. Apalagi dia adalah salah satu petinggi geng yang bernama Touman itu"

"T-Touman, katamu?!"

"Oi! Yang benar saja! Kau tidak tahu?!"

"Kudengar setelah berkelahi dengan geng lain, ia dilarikan ke rumah sakit. Makanya ia tidak masuk sekolah beberapa hari ini"

"Oi! Maji ka yo?!"

"Tapi kudengar rumor itu benar. Bahkan katanya ia mendapat beberapa luka yang cukup parah"

Deg!
.
.
.
.
.
.
.
.

"...ia dilarikan ke rumah sakit. Makanya ia tidak masuk sekolah beberapa hari ini"

"Tapi kudengar rumor itu benar. Bahkan katanya ia mendapat beberapa luka yang cukup parah"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Pembicaraan beberapa siswa laki-laki tersebut dalam sekejap membuat sekujur tubuh (y/n) terbujur kaku. Ia tidak percaya dengan apa yang ia dengar. Bagaimana bisa ia tidak tahu kalau Mitsuya ternyata sedang di rawat di rumah sakit?

Spontan, ia langsung berlari keluar kelas. Membuat semua pandangan siswa tertuju kepadanya.

(Y/n) berlari di tengah lorong sekolah.

Ia tidak bisa memikirkan hal lain selain Mitsuya.

Ia langsung mengarahkan langkah kakinya menuju rumah sakit sambil terus berlari sekuat tenaga.

Sambil berlari, perasaannya benar-benar terasa campur aduk. Ia benar-benar tidak bisa berfikir secara jernih. Ia sangat khawatir dengan keadaan Mitsuya. Yang ia inginkan saat ini hanyalah bertemu dengan Mitsuya dan memastikan bahwa ia baik-baik saja.

Mitsuya...

Mitsuya...

Mitsuya...

,panggil (y/n) di dalam pikirannya. Ia terus saja memanggil-manggil nama Mitsuya di kepalanya.

***

Di rumah sakit, Mitsuya sedang duduk diatas kasur rumah sakitnya sambil memandang keluar jendela kamar rawat inapnya.

Tiba-tiba, ia mengingat wajah cantik (y/n) terlintas di pikirannya.

Entah mengapa hal tersebut membuatnya meneteskan air mata.

"(Y/n)..." bisik Mitsuya.

Duak!

Seseorang membuka pintu kamar rawat inapnya dengan sangat kasar.

Terdengar suara nafas seorang gadis yang terengah-engah.

Mitsuya sudah tak asing lagi dengan suara tersebut.

Itulah suara yang saat ini ia sangat ingin ia dengar.

Mitsuya pun menoleh perlahan menuju pintu.

Ternyata,

Di pintu sudah ada sosok yang paling ia ingin temui saat ini.

Siapa lagi kalau bukan Kusanagi (y/n).

(Y/n) mencoba mengatur nafasnya yang terengah-engah sambil menopang tubuhnya dengan sebelah tangannya yang ia letakan disamping pintu.

Mata Mitsuya dalam sekejap langsung berminar begitu ia melihat sosok (y/n) yang sedang berdiri di pintu kamar rawat inapnya. Ia benar-benar tak menyangka (y/n) akan datang menemuinya.

Kedua manik indah milik (y/n) pun langsung membulat memandangi Mitsuya yang sedang terduduk diatas kasur rumah sakit. Mitsuya mengenakan pakaian rumah sakit dengan kepala dan beberapa bagian tubuhnya yang diperban. Padahal ia benar-benar merasa lega karena Mitsuya tidak mengalami luka yang parah seperti yang ia pikurkan, namun entah mengapa ia tidak bisa menahan air matanya untuk keluar.

"M-Mitsuya..." ucap (y/n) pelan dengan wajah penuh kekhawatiran. Namun hatinya benar-benar terasa lega karena Mitsuya ternyata baik-baik saja.

Wajah (y/n) pun seketika menjadi memerah. Air mata membanjiri kedua pipinya yang juga ikut memerah.

Secara spontan, dengan tenaganya yang masih tersisa, (y/n) langsung berlari menuju Mitsuya dan memeluknya erat.

"Bodoh! Kau bodoh! Kau membuatku khawatir, Mitsuya bodoh! BODOH!!!" teriak (y/n) dengan tangannya yang semakin memeluk erat tubuh Mitsuya erat. Dan tentu saja ia juga menangis semakin keras.

Entah mengapa ia merasa ini adalah pelukan pertama dan terakhir darinya untuk Mitsuya. Maka dari itu, seakan-akan ia tidak ingin melepaskan Mitsuya walaupun hanya sedetik.

Mitsuya pun tersenyum. Lalu ia pun membalas pelukan (y/n) tersebut. Sebelah tangannya mengelus-elus bagian belakang kepala (y/n) dengan sangat lembut.

"Aku tidak menyangka kau akan datang secepat ini. Arigatou..."

Tiba-tiba, karena terbawa suasana, Mitsuya menoleh kearah (y/n) dan mengarahkan bibirnya kearah pipi (y/n).

Cup!

Ia mencium sebelah pipi (y/n) dengan sangat lembut.

Deg...deg...deg...

Jantung (y/n) tiba-tiba berdegup sangat kencang. Ia tidak menyangka Mitsuya akan mengecup pipinya seperti itu.

"M-Mitsuya..."

(Y/n) pun melepaskan pelukannya dari tubuh Mitsuya. Mata mereka saling menatap satu sama lain.

Kedua tangan Mitsuya pun mengelus wajah (y/n) dengan sangat lembut. (Y/n) bisa merasakan kehangatan hati Mitsuya hanya dengan merasakan sentuhan tangannya yang lembut. Entah mengapa Mitsuya tiba-tiba merasa sangat sedih. Sehingga ia pun kembali meneteskan air matanya.

"Mitsuya, kenapa kau menangis? Apakah ada yang terasa sakit?" tanya (y/n) dengan penuh rasa khawatir.

Mitsuya pun menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Tidak. Aku benar-benar bersyukur kau mau datang kemari"

"Aku benar-benar khawatir... Kukira kau terluka parah. Aku takut..."

Lalu ekspresi wajah Mitsuya tiba-tiba agak sedikit berubah.

"Eh? Ada apa?"

"A! T-tidak, kok"

"Kenapa... kau bisa terluka seperti ini?"

Mitsuya hanya terdiam.

"Jawab aku, Mitsuya!" seru (y/n) sambil menggenggam erat kedua bahu Mitsuya.

"Aku terluka karena... aku bertarung bersama Touman. Maaf..."

Begitu mendengar kata 'Touman' dari mulut Mitsuya, (y/n) tidak bisa menahan amarahanya lagi. Kedua tangannya semakin menggenggam erat kedua bahu Mitsuya. Wajahnya terlihat sangat marah dan kesal.

"(Y/n)..."

(Y/n) pun menundukkan kepalanya sambil menahan tangisannya.

Tak lama kemudian, ia kembali mengangkat wajahnya.

"Kenapa, Mitsuya? Kenapa kau sampai ingin mengorbankan dirimu demi Touman? Sebenarnya apa yang sudah Touman lakukan untukmu?!" seru (y/n) sambil menangis.

"S-sore wa..."

"Kenapa kau selalu membuatku khawatir, Mitsuya? Kalau nyawamu tidak selamat saat bertarung, bagaimana?!" ujar (y/n) dengan nada bicara yang semakin meninggi. Air matanya semakin membasahi pipinya.

Mitsuya hanya terdiam. Ia benar-benar tidak menyangka ternyata (y/n) begitu mengkhawatirkannya.

"Nee, jawab aku, Mitsu-" perkataan (y/n) tiba-tiba terhenti karena...

Mitsuya tiba-tiba mencium bibirnya dengan lembut. Itu adalah ciuman pertama bagi Mitsuya maupun bagi (y/n).

Spontan, (Y/n) pun berhenti menangis. Jujur, ia benar-benar tidak menyangka Mitsuya akan menciumnya seperti itu.

Ia pun membalas ciuman Mitsuya tersebut sambil memejamkan matanya.

Terasa hangat dan sangat nyaman...

Bibir Mitsuya terasa sangat lembut saat menempel dengan bibir (y/n).

Kalau bisa, (y/n) tidak ingin melepaskan ciuman itu selamanya.

Ternyata, sampai saat ini pun ia sangat menyukai Mitsuya.

Setelah beberapa saat, mereka pun melepaskan ciuman mereka. Mitsuya tetap menempelkan dahinya dengan dahi (y/n), sehingga hidung mereka saling bersentuhan satu sama lain. Ia mengelus-elus dengan lembut wajah (y/n) dengan kedua tangannya. Mata mereka saling menatap satu sama lain.

"Kita belum sempat berciuman saat itu 'kan?" tanya Mitsuya dengan suara pelan.

"M-Mitsuya..."

Mitsuya pun mengelap air mata (y/n) dengan jarinya.

"Kumohon, (y/n). Jangan menangis demi aku... Kau tidak perlu mengkhawatirkanku"

"T-tapi... Bagaimana bisa aku tidak merasa khawatir? Kau selalu meninggalkan aku sendirian. Dulu, kau tiba-tiba saja pindah rumah tanpa berpamitan denganku. Aku bensr-benar merasa kehilangan dirimu. Saat kita bertemu lagi, jujur, aku sebenarnya merasa senang, namun, begitu melihatmu sekarang menjadi berandalan, aku merasa kau meninggalkanku lagi. Dan sekarang, saat kita sudah mulai dekat kembali, tiba-tiba seakan-akan Touman merebutmu dariku. Aku benar-benar sedih. Kenapa kau selalu meninggalkanku sendirian?!" ucap (y/n) pelan.

Mitsuya kembali mengelus-elus wajah (y/n).

"Gomen. Aku selalu menjauhi dirimu, (y/n). Aku tahu kau kesepian. Seharusnya aku selalu berada di sisimu. Maaf..."

"Ini bukan tentang diriku yang kesepian. Aku hanya tidak mau kau sendirian, Mitsuya. Aku ingin kau bisa mengandalkanku. Lihatlah diriku ini, Mitsuya. Aku pasti akan selalu ada untukmu..."

"Aku percaya padamu, (y/n). Aku percaya hanya kau yang bisa mengisi ruang dihatiku yang kosong ini. Bahkan sejak kita masih kecil, aku sudah menyimpan perasaan ini untukmu"

"Eh? A-apa maksudmu, Mitsuya?"

"Artinya, sejak dulu aku sudah mencintaimu, (y/n)"

"M-Mitsuya..."

Mendengar perkataan Mitsuya tersebut, (y/n) tak bisa lagi membendung rasa terharunya itu. Ia merasa sangat senang. Benar-benar merasa senang. Ternyata selama ini Mitsuya menyimpan perasaan yang sama seperti (y/n).

"Aku juga menyimpan perasaan yang sama sejak dulu. Hontouni arigatou, Mitsuya..."

"B-benarkah? Seharusnya aku yang berterima kasih kepadamu, (y/n). Kaulah satu-satunya alasanku untuk hidup. Terima kasih karena mau mempedulikan diriku yang tidak berguna ini"

"Jangan katakan hal itu. Kau adalah orang yang sangat berharga bagiku, Mitsuya"

"Maaf, seharusnya aku mengatakannya lebih awal. Aku ini memang pengecut"

(Y/n) pun menggeleng-gelengkan kepalanya, tanda ia tidak setuju dengan perkataan Mitsuya tersebut.

"Kumohon, jangan mengatakan hal buruk tentangmu, Mitsuya"

Mitsuya pun hanya terdiam.

Tak lama kemudian,

"Nee, (y/n). Bisakah aku menciummu lagi?"

"U...um"

Dengan kedua pipinya yang memerah, (y/n) pun mengiyakan perkataan Mitsuya tersebut dengan menganggukan kepalanya.

Mitsuya pun mendekatkan bibirnya kearah bibir (y/n) sambil memejamkan kedua matanya. (Y/n) pun melakukan hal yang sama.

Bibir mereka menempel lagi untuk yang kedua kalinya. Namun kali ini (y/n) mencium Mitsuya dengan segenap hatinya.

Tak lama kemudian, mereka pun melepaskan ciuman mereka. Wajah mereka beedua terlihat memerah. Melihat wajah (y/n) yang memerah membuat Mitsuya tidak bisa berpaling dari wajah cantiknya itu.

Tiba-tiba, (y/n) mendorong tubuhnya kearah tubuh Mitsuya agar bisa memeluknya erat.

"Kumohon berjanjilah padaku, jangan tinggalkan aku sendirian lagi, Mitsuya..."

Mitsuya hanya terdiam. Lalu ia menenggelamkan wajahnya di bahu (y/n).

"Um..." balas Mitsuya singkat.

Cup!

Tiba-tiba, (y/n) mengecup sebelah pipi Mitsuya.

Spontan, Mitsuya pun menoleh kearah (y/n).

Ia melihat ekspresi wajah (y/n) yang tersenyum tulus kearahnya.

Sungguh sebuah kesempatan langka bagi Mitsuya bisa melihat wajah (y/n) yang sedang tersenyum seperti itu dari dekat.

Namun, entah mengapa....

Mitsuya merasa bahwa senyuman itu adalah senyuman terkahir dari (y/n) yang bisa ia lihat...


.
.
.
.
.

↞~Bersambung~↠

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top