1/3

Suara gemericik air saat hujan jatuh membasahi bumi membuat satu-satunya orang yang berada di ruangan itu terbangun dari tidurnya.

Perlahan kelopak itu terbuka, menampilkan iris [eye color] yang mempesona. Gadis berusia dua puluh lima tahun itu perlahan bangun dan beranjak dari tempat tidurnya menuju letak dimana jendela berada.

Saat jendela terbuka, dinginnya pagi yang berangin langsung menerobos masuk hingga membuat gadis itu memeluk dirinya sendiri untuk sekedar mengusir rasa dingin yang membuat tubuhnya menggigil. Meski begitu, gadis bernama lengkap [Full Name] itu terlihat sangat menikmatinya.

Ia pandangi satu demi satu tetes hujan yang turun. Dedaunan yang kembali memancarkan warna alaminya setelah sekian lama menyimpan kerinduan datangnya hujan, menggoyangkan tubuhnya ke sana kemari oleh sentuhan derai rintik air yang berjatuhan dari langit.

Hujan selalu membawa kenangan untuk [Name]. Kenangan baik dan buruk, serta kenangan akan sosok laki-laki tampan nan baik hati yang akan selalu menempati setiap sudut di hatinya.

Di pertemuan pertama mereka, rintik air juga jatuh dari langit seperti saat ini. Bedanya, suasana hati yang dirasakan jauh berbeda dari saat itu.

.....

"Aish, kapan hujannya berhenti? Bisa-bisa aku dimarahi lagi karena telat masuk kerja."

[Name] yang saat itu terjebak hujan saat hendak berangkat ke tempatnya bekerja di sebuah toko bunga terlihat sangat kesal. Tak hentinya gadis itu mendumal ketika ia berteduh di depan toko sebab cuaca yang mendadak berubah. Pasalnya, ia tidak membawa payung karena tidak menyangka akan turun hujan seperti ini.

"Apa aku terobos saja ya?"

"Anda bisa sakit jika melakukannya, Nona."

Gadis itu sedikit terperanjat begitu mendengar seseorang menanggapi gumamannya barusan. Begitu ia menoleh ke kanan, [Name] tidak bisa untuk tidak mengagumi sosok tinggi dan tampan yang kini sudah berdiri di sampingnya.

Sejak kapan?

Apakah [Name] terlalu fokus menggerutu hingga tidak menyadari ada orang di sekitarnya?

"Maaf?"

Laki-laki berhelai Eggplant itu tersenyum kecil.

Ah, senyumannya saja enak dipandang.

"Nona akan sakit jika menorobos hujan seperti yang Anda katakan." Laki-laki itu kembali berkata seraya menyerahkan sesuatu pada gadis yang kini terlihat kebingungan.

"Apa itu?"

"Payung."

"Saya tidak buta, Tuan. Maksud saya kenapa Anda memberikan ini pada saya?"

"Karena Nona membutuhkannya. Anda sedang buru-buru, 'kan?"

Pertanyaan itu tidak salah, tapi bagaimana mungkin [Name] mengambil payung itu? Bagaimana dengan laki-laki di depannya nanti?

Seolah mengerti akan pergolakan batin gadis di depannya, si laki-laki tanpa nama itu kembali berkata.

"Anda tidak perlu khawatir. Seseorang akan menjemput saya sebentar lagi."

Benar saja. Setelah laki-laki itu berkata demikian, tak lama kemudian seorang pria berpakaian ala kepala pelayan terlihat menghampiri mereka dengan payung di tangannya.

"Apakah kita bisa kembali sekarang, Tuan?"

Laki-laki yang dipanggil 'Tuan' itu mengangguk sebelum menyerahkan payung ke tangan gadis yang kini menerima benda itu tanpa penolakan apa pun lagi.

"Hati-hati di jalan, Nona. Sampai jumpa."

Sebelum [Name] bisa menanggapi kalimatnya, laki-laki itu sudah pergi dari sana bersama dengan sang pelayan.

"Ah, aku lupa menanyakan namanya." [Name] bergumam tanpa melepas tatapan dari punggung yang semakin menjauh itu.

Waktu terus berlalu. Dan pertemuan-pertemuan tanpa disengaja antara [Name] dan laki-laki diketahui bernama Dekis itu selalu saja terjadi. Entah bertemu di balai kota ketika festival, hingga di toko bunga tempat [Name] bekerja.

Setelah tahu [Name] bekerja di toko itu, Dekis selalu datang di akhir pekan untuk membeli bunga Salvia merah.

Ketika [Name] bertanya ia membeli bunga untuk siapa, Dekis menjawab bahwa bunga itu untuk adik perempuannya.

[Name] tidak tahu kenapa, tapi ia merasa lega mengetahui Dekis tidak memberikan bunga itu untuk kekasihnya. Laki-laki itu bahkan mengatakan bahwa dia tidak memiliki kekasih.

[Name] tentu saja senang, dan juga heran begitu mengetahui fakta tersebut.

Bagaimana mungkin laki-laki setampan Dekis tidak memiliki kekasih?

Yah, itu tidak penting juga sih. Malah bagus jika Dekis tidak punya kekasih.

Berawal dari pertemuan yang tidak disengaja, berubah menjadi cinta.

Mungkin kata-kata itulah yang bisa mewakili perasaan [Name] kepada Dekis. Ya, mereka memang bertemu tanpa disengaja. Berawal dari sebuah payung disertai pertemuan-pertemuan tak terduga setelahnya, perlahan tapi pasti mereka mulai saling mengenal tentang latar belakang kehidupan dan perjalanan yang telah mereka lalui.

[Name] mungkin tidak menyadari, sejak pertemuan pertama mereka, hatinya sudah dicuri tanpa ia ketahui.

.....

"Andaikan saat itu kita tidak bertemu. Itu akan jauh lebih baik."

Senyum sedih tersemat di wajah gadis yang masih setia menatap hujan di pagi hari itu kala pecahan memori terlintas di kepalanya.

Hujan selalu berhasil menguar aroma dari sudut kenangan. Entah karena [Name] yang selalu bodoh karena tidak bisa dengan mudah melupakan atau kenangan yang memang terlalu kuat bertahan di ingatan.

Sebenarnya apa yang istimewa dari kenangan itu sendiri?

Selain luka, dan juga 'dia'?

.
.
.

Words : 755
Jumat, 17 September 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top