Bab 1|Lamaran
بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
.
.
"Sosok imam yang baik tak hanya mampu menafkahi dan menjalankan kewajibannya pada keluarga, namun ia yang bisa membawa rumah tangganya abadi hingga ke Surga."
©Forsythia dan Pilihannya©
☀️
Suasana pagi di klinik Ar-Razi Health Center sangat tenang. Sebab suara bising kendaraan tak mampu menembus tembok pembatas. Ruangan terlihat bersih dengan warna cat yang menenangkan. Terlihat seorang lelaki berperawakan tinggi sedang sibuk mengoperasikan komputer dan segala perangkatnya. Tak lama kemudian, suara murottal dari seorang hafiz cilik bernama Muhammad Taha Al Junayd mengalun lembut memenuhi ruangan. Sontak bibir merah muda milik Forsythia bergerak mengikuti lantunan kalam Allah.
Sesekali perempuan itu mengesah. Terlihat jelas sedang gelisah karena sebuah masalah. Thia menopang dagu mengamati lelaki yang tampak sibuk itu dari kejauhan. Namun, dengan sekali pandang, semua orang tahu bahwa jiwa Thia sedang tidak bersama raganya. Pikirannya sibuk berkelana. Mencari sebuah jawaban yang bisa mengeluarkannya dari labirin cinta.
Sekilas, ketika mengingat kejadian kemarin, rasanya ia tengah berada di puncak bahagia. Siapa yang tak gembira, jika orang yang sudah lama didamba datang menghadap orang tua. Meminta diri untuk menjadi pendampingnya. Semua pasti akan merasa bahagia. Tetapi rasa tidak percaya masih menyelimuti hati Thia. Rasanya mustahil seorang Akasia Razi Assegaf, putera pemilik klinik yang juga menjabat sebagai pemegang yayasan Ar-Razi datang melamarnya. Seolah-olah dia menjadi perempuan paling beruntung di dunia. Ah, semua terasa bagai mimpi. Tatkala mengingat permintaan merdu dari ayah Akas yang mampu menerbangkan kupu-kupu di perut Thia.
"Maksud kedatangan kami ke sini yaitu ingin meminang putri bapak untuk putra kami yang bernama Akasia Razi Assegaf. Barangkali bapak dan ibu berkenan menerima pinangan kami dan mengizinkan ananda Thia menjadi pendamping hidup dari putra kami Akas."
"Terima kasih atas niat baiknya dari keluarga Pak Altar. Kami sangat tersanjung atas keberanian Nak Akas untuk menemui puteri kami dengan cara yang baik dan benar. Namun, semua keputusan ini saya serahkan kepada Thia. Sebab dia lah yang akan menjalani kehidupan itu kelak. Bagaimana Thia, apakah kamu menerima pinangan Akas?"
Hah? Apa? Gimana? Aku harus menjawab apa? Sedangkan kepalaku hanya dipenuhi sosok Aza yang terlihat sangat kecewa. Bagaimana ini?
☀️
Setiap wanita pasti memiliki kriteria pria idaman yang digadang-gadangkan menjadi imam impian terbaik di masa depan. Seorang imam yang tak hanya mampu menafkahi dan menjalankan kewajibannya pada keluarga, namun ia yang bisa membawa rumah tangganya abadi hingga ke Surga. Suami yang tak hanya mengetahui tugas-tugasnya di dunia. Bukan sekadar memenuhi nafkah, pendidikan, sandang, pangan, maupun papan. Namun, ia yang paham dengan agamanya dan mampu menjaga keluarganya dari api neraka.
Sejak Forsythia membangun kedekatan dengan Allah, maka saat itulah ia meminta agar Allah hanya menjatuhkan hatinya kepada lelaki yang benar-benar mampu membawanya ke Surga. Kemudian Allah membuat skenario dan mempertemukannya dengan Akas. Figur lelaki salih yang didamba setiap wanita. Thia diam-diam menyimpan kekaguman padanya. Sampai pada akhirnya, Thia mendengar cetusan dari bibir Aza tepat di samping telinganya.
"Tahu gak suami idamanku kek gimana?" tanya Aza dengan wajah cerah.
"Gak tau, kan kamu belum kasih tau," balas Thia.
"Aih, Thia mah suka gitu. Gak seru!" cibir Aza, namun senyumnya kembali terbit.
"Thi, menurutmu Mas Akas itu orangnya gimana?" tanyanya sambil menatap Thia dengan mata berbinar. Lalu di balas Thia dengan binaran yang sama. Ia menyukai cetusan Aza barusan.
"Mas Akas? Hmm ... Dia itu sholeh dan maa syaa Allah tampan juga," ujarnya dengan suara pelan dan senyum malu-malu. "Menurut penglihatanku, Mas Akas orangnya taat banget. Ibadahnya sangat dijaga. Akhlaknya juga maa syaa Allah baik. Dia sangat menjaga batasan dengan lawan jenis. Ah, pokoknya Mas Akas itu vibesnya positif banget," ungkap Thia antusias dengan rasa yang meledak-ledak dalam dadanya kala memikirkan lelaki itu.
"Iih Thia. Keliatan banget kekagumannya. Kamu suka dia juga ya?" respon Aza dengan wajah sedikit cemberut. Tak terima akan reaksi Thia yang menurutnya berlebihan. Tak menyangka sepositif itu Akas di mata Thia.
"Eh, astagfirullah. Maaf, Za." Seolah baru tersadar telah keceplosan, Thia mengatupkan mulut dengan tangannya, merutuk dalam hati karena tak bisa mengontrol emosi. Sedangkan Aza terlihat masih cemberut.
"Memangnya kamu suka sama Mas Akas?" tanya Thia ragu-ragu. Berharap bahwa jawaban Aza selanjutnya hanyalah candaan.
"Iya, Thi. Mas Akas tuh baik banget. Imamable banget. Semua kriteria suami idaman itu ada sama dia. Gimana gak kagum coba?"
Thia terdiam. Hatinya mendadak tidak nyaman. Ia memiliki saingan. Sahabatnya sendiri! Innalillah, Thia tak sanggup membayangkannya lebih jauh lagi.
"Huuffftt..." Thia menghela napas berat. Mengingat kejadian itu selalu menguras habis energinya. Belum lagi jika perempuan periang itu datang. Thia harus bersikap seperti apa untuk menghadapinya?
"Dari tadi saya perhatikan murung terus mukanya. Sering menghela napas juga. Kayak lagi ditimpa banyak beton aja pundaknya. Ada masalah apa Thi?" tegur lelaki yang sudah tak sibuk dan sekarang berpindah ke meja resepsionis.
Thia tersentak mendengar suara Amar yang terasa sangat dekat. Benar saja, wajah lelaki itu kini berada tepat di hadapannya.
"Ah, Mas Amar. Ngagetin aja sih," protes Thia sambil memperbaiki mimik wajah dan merapikan kerudung.
"Belum pada datang ya, Mas?" lanjutnya lagi sambil celingak-celinguk mencari manusia lainnya.
"Kalau ditanya itu ya dijawab, Thi. Jangan mengalihkan pembahasan," sindir Amar dibalas ringisan oleh Thia yang kini merasa bersalah.
"Enggak, Mas. Lagi bosan aja karena teman-teman yang lain pada telat," jawab Thia enggan membahas masalah yang hampir membuat kepalanya pecah.
"Assalamu'alaikum, bestie," sapa sebuah suara yang sedikit melengking. Thia dan Amar menoleh bersamaan. Mendapati Azalea yang tersenyum hangat. Thia mendadak kelu. Terkejut dengan kemunculan Aza yang menurutnya sangat tiba-tiba. Ia tak bisa menyembunyikan rasa gugup. Sehingga tak menyambut sahabatnya seperti biasa.
"Wa'alaikumussalam," jawab Thia sekenannya.
"Hei, ngapain kalian berdua-duaan?" ujarnya dengan mata menyipit menyimpan kecurigaan.
"Hanya mengobrol biasa," ucap Amar datar lantas berlalu.
"Thiaaa. Kenapa bengong aja? Tumben kalem. Biasanya heboh kalau aku datang," ucap Aza sewot sambil menarik kursi di samping Thia dan duduk di tempat biasa.
"Aku kan memang kalem, Za," jawab Thia tenang. Matanya tak berani menatap Aza. Tak mampu berhadapan dengan sahabatnya tatkala mengingat lamaran Akas kemarin. Hatinya kembali tidak tenang.
"Mas Amar kenapa ya, Thi? Dingiiin banget orangnya. Tidak bisa apa dia ramah dikit, senyum kek, apa kek," keluh Aza sambil memperhatikan Amar yang kembali menyibukkan diri. Mata Thia mengikuti kemana kepala Aza menoleh.
"Mas Amar baik kok sama aku, Za," ucap Thia membela Amar.
"Huh, emang, baiknya sama kamu doang. Heran. Jangan-jangan dia naksir sama kamu," ucap Aza sambil memelankan nada suaranya pada kalimat terakhir. Tak lupa menyipitkan mata menatap Thia meminta penjelasan.
"E-eh, apaan sih, Za. Sembarangan aja kalo ngomong," elak Thia agak gelagapan.
"Haha, bercanda, Thi," kelakar Aza. Thia mengembuskan napas gusar. Sahabatnya itu suka sekali menggodanya. Membuat Thia kerap salah tingkah.
"Oh iyaa, Thii. Mas Akas datang gak ya hari ini?"
Akas? Tiba-tiba Thia teringat ketika kali pertama lelaki itu berbicaranya padanya. Thia sungguh tak mampu menahan gejolak rasa. Akas yang dulu hanya mampu di tatap sekilas, kini menetap 1 meter di hadapannya.
"Bismillah. Bolehkah saya datang ke rumahmu?"
Kalimat pertama yang mampu membuat dunia Thia berputar layaknya roda. Kalimat yang masih menjebak Thia dalam pikiran rumitnya.
"Thia?!" seru Aza tepat di depan wajah Thia.
"Astagfirullah, Aza!" kaget Thia seraya mengelus dadanya yang baru saja terkena serangan.
"Siapa suruh, ditanya bukannya menjawab malah bengong," ujarnya sedikit kesal. Ia mengembalikan tubuhnya ke posisi semula.
"Iyaa, maaf. Lagi banyak pikiran. Memang tadi kamu nanya apa?" ucap Thia berusaha terlihat tenang.
"Enggak jadi. Males ah, entar dianggurin lagi." Rupanya gadis itu sungguh merajuk. Ini menjadi masalah baru bagi Thia. Pasalnya, dia sulit membujuk orang merajuk.
"Masa marah? Entar cantiknya berkurang loh. Kalo Mas Akas datang masa mau disambut dengan muka cemberut?" Menurut Thia dia tak mampu membujuk orang pundung. Dia tak yakin memiliki kalimat ampuh untuk mengembalikan suasana hati seseorang. Makanya dia sangat berhati-hati dalam bersikap pada orang lain, terutama Aza. Sahabat yang setengah mati dipertahankannya hingga saat ini.
"Iiihh kamu mah, kalo ngebujuk suka bawa-bawa nama Mas Akas, kan jadinya gak kuat kalo ngambeknya lama," keluh Aza dengan bibir yang dimonyongkan serta suara yang dimanjakan. Senyum Thia terbit. Memperlihatkan lesung di kedua pipinya. Dia bahagia jika Aza kembali ceria.
"Maa syaa Allah, Thi! Mas Akas beneran datang!"
Uhuk!
Thia tersedak oleh salivanya sendiri. Seruan Aza membuat jantungnya langsung palpitasi dan suhu tubuhnya meningkat drastis. Pipinya bersemu merah dan terasa panas. Dia mengikuti arah pandang Aza. Benar saja. Lelaki itu ada di sana. Berdiri di pintu sambil menatap seseorang di meja resepsionis. Senyum lelaki itu seketika terbit, membuat pijakan Thia seolah runtuh saat itu juga.
Allahu Rabbi. Lemas rasanya seluruh persendian ini. Aza dan Mas Akas membuatku tak bisa berdiri.
️☀️
Haii...
Bismillah. Izin perkenalkan diri, heheh.
Kenalin aku pemilik lapak im_nisaa. Member baru SWP nih. Alhamdulillah bisa diberi kesempatan untuk bergabung dan menyebar kebaikan melalui komunitas keren ini.
Oh ya, fyi, jangan sungkan untuk memberi masukan dan koreksiannya ya. Soalnya authornya masih sangat pemula dan butuh banyak-banyak kritik dan saran yg membangun.
Jangan lupakan vote (tanda bintang) dan komen tiap selesai membaca ya. Biar authornya semangat terus, hehe.
#Banyak banget maunya ya ampun!
Terakhir ....
Syukron jazakumullah khair bagi yang sudah membaca cerita ini.
Salam hangat dariku💕💕
...
"Ambil yang maslahat, buang yang mudarat, dan jadilah pembaca yang bijak."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top