59. Acceptance Criteria (2)
Siapa yang kangen Aa' Randu?
* * *
Tujuh tahun yang lalu...
"Standar apa yang kalian gunakan untuk menentukan apakah pacar kalian layak atau tidak untuk naik status jadi calon suami atau calon istri?"
Demikian Sofi memulai kuliahnya pagi itu.
Kelas langsung ramai dengan dengungan suara mahasiswa dan mahasiswi yang berbisik-bisik. Sebagian malu-malu menjawab sambil berbisik, sebagian justru terlalu lantang menjawab dengan tidak tahu malu. Randu contohnya.
"Standarnya cuma satu Bu," jawab pemuda itu dengan pede. "Mau sama saya. Soalnya nyari yang mau sama saya aja susah."
Kelas kini jadi ramai dengan sorakan teman-teman sekelasnya.
Kalau hanya melihat profil wajah Randu, orang akan berpikir bahwa Randu hanya membual, sekedar untuk mencari sensasi di depan teman-temannya. Tapi setelah mengajar kuliah di kelas yang dihadiri Randu, Sofi jadi sedikit paham kenapa dengan wajah setampan itu sulit menemukan gadis yang mau sama dia. Kelakuannya nyentrik kayak gitu.
Setelah ikut tertawa bersama teman sekelas Randu, Sofi menanggapi jawaban Randu.
"Jadi siapapun yang mau sama Randu, bakal Randu nikahin?" tanya Sofi.
"Iya Bu," Randu menjawab mantap.
"Meski kalau yang mau sama Randu itu cowok juga?"
Seketika tawa membahana di kelas itu. Randu jelas jadi bahan olok-olokan. Meski aneh, Sofi tidak heran lagi ketika melihat Randu tidak tampak malu diledek. Dia malah tampak menikmati "popularitas" dadakan itu. Setelah beberapa kali mengajar di kelas yang diikuti Randu, Sofi merasa bahwa seringkali Randu membuat celetukan seperti itu, memang sengaja untuk membuat dirinya menjadi pusat perhatian.
"Astaga Bu. Saya ganteng gini lho___" kata Randu sok marah.
"Lho, kadang yang ganteng sukanya sama yang ganteng juga. Menambah persaingan buat cewek-cewek kayak saya kan."
"Bu, curhat?"
Kelas kembali riuh. Sofi tertawa lagi sebelum melanjutkan kuliahnya.
"Setiap orang pasti punya standar saat menetapkan apakah pacarnya lulus dan layak naik derajat jadi pasangan hidup," kata Sofi. Memberi jeda sejenak supaya perhatian kelas kembali tertuju padanya. "Bisa standar moral, standar agama, standar sosial atau bahkan standar ego. Tidak mungkin ada orang yang tidak punya standar saat memilih pasangan, seperti Randu tadi____"
Mahasiswa tertawa lagi, tapi tidak seheboh tadi.
"Minimal kita menggunakan standar agama dan standar moral: kita memilih pasangan yang seagama dan berbeda jenis kelamin. Biasanya, minimal begitu. Begitupun dengan produk farmasi."
Yaaahhh kan, ujung-ujungnya kuliah lagi, begitu gerutuan pelan yang Sofi dengar.
"Produk farmasi, atau produk obat, pasti memiliki standar yang harus dipenuhi supaya produk tersebut lolos atau dapat di-release dan dijual ke pasaran. Standar minimal yang digunakan oleh semua produk farmasi adalah standar kompendia, atau Farmakope. Misalnya sediaan tablet, minimal harus memenuhi syarat Farmakope seperti syarat keseragaman sediaan, waktu hancur dan disolusi tablet supaya bisa diloloskan ke pasaran. Kalau tidak memenuhi syarat tersebut, produk obat tidak bisa dijual ke pasaran. Selain standar Farmakope, setiap industri farmasi biasanya menerapkan standar tambahan pada produk mereka, misalnya syarat keregasan tablet dan syarat kekerasan tablet. Jika semua tablet dari semua industri farmasi harus memenuhi standar Farmakope, standar industri farmasi hanya harus dipenuhi oleh tablet yang diproduksi oleh industri tersebut saja.
Biasanya standar Farmakope dan standar industri tersebut bukan nilai mutlak, tapi merupakan rentang nilai yang harus dipenuhi. Misal di Farmakope disebutkan syarat waktu hancur tablet konvensional adalah maksimal 15 menit, berarti semua tablet konvensional yang dapat hancur 0 - 15 menit dianggap memenuhi syarat. Rentang nilai ini yang kita sebut Acceptance Criteria atau Kriteria Penerimaan. Jika suatu tablet konvensional memiliki waktu hancur diluar 0 - 15 menit, maka dianggap tidak memenuhi kriteria penerimaan, sehingga tidak akan diterima/disetujui untuk dijual. Tablet tersebut akan direject/ditolak.
Selain standar Farmakope, masing-masing industri farmasi menetapkan standar dan kriteria penerimaan tambahan untuk tablet yang mereka produksi. Misal untuk memastikan bahwa tablet mereka tidak terlalu mudah hancur, maka industri tersebut menetapkan standar kekerasan tablet dengan kriteria penerimaan tertentu. Beda pabrik akan menetapkan kriteria penerimaan yang berbeda untuk standar yang sama. Misal industri A menetapkan kriteria penerimaan kekerasan tablet 50-80 N, sementara industri B menetapkan kriteria penerimaan kekerasan tablet 150-200 N. Tidak ada yang salah dengan dua kriteria yang berbeda itu, asalkan waktu hancurnya sama-sama maksimal 15 menit."
Sofi memberi jeda lagi sambil mengedarkan pandangan.
"Kita kalau menetapkan pasangan hidup juga gitu kan?" tanya Sofi. Wajah para mahasiswi langsung kembali sumringah. Mereka lebih semangat mendengar tips-tips percintaan daripada materi kuliah. "Minimal ada standar agama dan standar moral yang diterapkan secara general, seperti Farmakope kita. Asal seiman dan beda jenis kelamin, maka dianggap sudah memenuhi Acceptance Criteria. Tapi kemudian masing-masing orang menerapkan standar dan kriteria penerimaan yang berbeda, seperti standar industri farmasi, biasanya terkait pendidikan, status sosial-ekonomi, visi-misi hidup, usia, sampai standar soal penampilan fisik. Untuk standar penampilan fisik saja masing-masing orang menerapkan kriteria penerimaan yang berbeda. Ada yang asalkan wajah si gebetan mirip aktor Korea, maka dianggap sudah memenuhi Acceptance Criterianya. Ada yang harus berkacamata, baru memenuhi Acceptance Criterianya. Atau harus yang body-nya sexy baru memenuhi Acceptance Criteria. "
Urusan kayak begini biasanya mahasiswi memang jadi semangat.
"Seperti tadi saya sampaikan, beda industri akan menetapkan Acceptance Criteria yang berbeda. Apa dasar yang digunakan untuk menetapkan kriteria tersebut? Optimasi! Biasanya setelah proses pengembangan produk dan optimasi, diperoleh kriteria penerimaan yang paling sesuai dengan tablet yang mereka produksi tersebut. Sama seperti saat kita menetapkan kriteria penerimaan untuk calon pasangan hidup, biasanya berdasarkan optimasi pengalaman hidup. Misal yang punya pengalaman pernah dikhianati oleh cewek yang cantik banget, biasanya menetapkan kriteria penerimaannya justru perempuan yang nggak cantik-cantik amat, supaya peluang berkhianatnya kecil. Yang pernah diremehkan oleh keluarga pacar yang kelewat kaya, biasanya menetapkan pasangan hidup yang berasal dari keluarga yang tidak terlalu kaya supaya tidak diremehkan lagi."
Sofi menarik nafas sebelum mengakhiri kuliahnya.
"So, what is your acceptance criteria?"
Flashback off.
* * *
Catatan :
Farmakope adalah buku resmi yang dikeluarkan oleh sebuah negara yang berisi standarisasi, panduan dan pengujian sediaan obat.
Keregasan tablet disebut juga kerapuhan tablet. Menandakan seberapa kuat suatu tablet menghadapi guncangan selama proses distribusi.
* * *
Halo Kakak2 pembaca baru cerita ini. Mohon maaf saat ini sebagian bab ini sudah dihapus. Kalau Kakak2 penasaran n tertarik membaca lanjutannya, Kakak2 bisa mampir ke akun KaryaKarsa niaputri08. Atau Kakak2 bisa baca ebook-nya langsung di google playbooks, Kakak bisa ketik bit.ly/FormulasiRasa di browser Kakak2.
Makasih Kakak2 sudah mendukung cerita ini 😘😘
Oiya, kalau ada Kakak2 yg penasaran sama kisah cinta Randu, Kakak2 bisa mampir ke cerita EKSIPIEN.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top