47. Revealed
Dirgatama: Hari ini plg jam brp, Bu Dosen Sayang?
Sofia: Pulang duluan aja, Nan. Aku msh lama pulangnya.
Dirgatama: Ngoreksi ujian? Sini aku bantuin koreksi, biar kamu bs cpt plg.
Dirgatama: Ntar kl ketemu lembar ujianku, lgsg aku kasih nilai 110.
Sofia: Hahaha. Yakaleee.
Sofia: Bukan ngoreksi ujian kok. Mau ngomongin proyek penelitian baru sm Pak Rahman.
Dirgatama : Sjk kamu plg dr pelatihan brg Pak Rahman, kamu sibuk bgt. Kita blm pernah brgkt dan plg brg lagi sjk itu.
Sofia: Maaf ya.
Dirgatama : Tp kl Sabtu atau Minggu, ga sibuk kan, Sayang? Kita jalan2 yok.
Sofia: Kl ketemuan di rumahku aja, gmn? Tp ga jalan2. Gmn?
Dirgatama: Ga apa2 pacaran di rumah? Mama nanti kaget kl tahu kita pacaran.
Sofia: Kamu pgn Mama ga tahu?
Dirgatama : Belum siap aku tuh. Nanti kalau aku udah lulus dan jadi orang, baru aku pede ketemu Mama sebagai pacar kamu.
Sofia : Selama ini di depanku gaya kamu tengil dan jumawa setengah mati, ternyata masih minder juga sama Mama.
Dirgatama : Aku blm jd laki-laki yang pantas buat kamu.
Sofia : Aku mgkn emang bukan perempuan yg pantas buat kamu.
Dirgatama : Tuh kan! Aku udah merasa ada yg aneh sm kamu belakangan ini. Kenapa lagi, Pia?
Sofia : Kenapa apanya?
Dirgatama : Belakangan ini kamu beda. Kayak menghindari aku.
Sofia : Kalau menghindari kamu, ngapain aku WAan sama kamu skrg?
Dirgatama : Entahlah. Kamu kan suka berahasia. Suka pura2 baik2 aja, padahal nggak.
Dirgatama : Kalau ada apa2, cerita ke aku ya, Pia. Barangkali aku bisa bantu. Kamu kebiasaan memendam masalah sendirian sih.
Sofia : Hahaha. Kebanyakan teori konspirasi kamu ah. Jangan mikir yg nggak2. Bentar lagi deadline ngumpulin usulan topik skripsi kan? Udah kepikiran mau penelitian skripsi di bidang apa?
Dirgatama : Kalo mikir yg iya-iya, boleh?
Sofia: (-__-)"
* * *
"Ngapa muka lo kusut bener?" tanya Randu sambil langsung duduk lesehan di samping Danan yang baru memasukkan ponsel ke kantong celana jeans nya. "Mikirin topik skripsi?"
Danan sudah di semester 7 saat itu, semester terakhir masa kuliahnya. Memasuki semester 8 tidak akan ada lagi perkuliahan karena mereka akan memasuki masa penelitian skripsi. Itu mengapa di semester 7 ini mereka harus sudah memikirkan topik penelitian yang akan mereka lakukan di semester 8.
Pekan depan adalah tenggat waktu pengumpulan usulan topik skripsi yang diajukan mahasiswa. Berdasarkan usulan penelitian tersebut, Fakultas akan mendistribusikan mahasiswa ke laboratorium - laboratorium yang sesuai dengan minat penelitian mereka. Setelahnya, tiap Kepala Lab akan mendistribusikan mahasiswa-mahasiswa tersebut kepada dosen-dosen sesuai bidang penelitian kompetensinya. Tugas Kepala Lab akan lebih mudah jika mahasiswa yang mendaftar bukan hanya mengajukan usulan topik penelitian tapi juga mengajukan usulan nama dosen pembimbing.
"Gue kayaknya mau ngelamar Bu Sofi deh," lanjut Randu.
"Hah?!" Danan sontak kaget.
"Biasa aja kagetnya! Kayak abis denger gue mau ngelamar pacar lo aja!" ejek Randu. "Maksudnya, gue mau minta Bu Sofi jadi pembimbing skripsi gue."
Ada kalanya beberapa mahasiswa bukan hanya mengajukan usulan topik penelitian, tapi juga mengusulkan nama dosen pembimbing skripsi. Beberapa mahasiswa yang lebih berani bahkan juga melamar dosen yang bidang penelitiannya sesuai dengan topik yang menjadi minat mahasiswa tersebut.
"Emang lo minat penelitian Teknologi Farmasi?" tanya Danan yang selama bersahabat dengan Randu tidak pernah melihat anak itu nampak tertarik pada matakuliah Farmasi. Sudah semester 7 dan anak itu masih saja kuliah hanya demi menuruti perintah kedua orangtuanya, bukan karena benar-benar ingin jadi Farmasis.
Jadi saat Randu kedengarannya niat sekali mau meminta Sofi menjadi pembimbing skripsinya, Danan jadi heran.
"Ga minat-minat amat sebenernya sih," jawab Randu jujur, sambil cengengesan, "Tapi sejauh ini gue perhatiin, Bu Sofi adalah dosen yang paling aman buat jadi pembimbing gue."
"Maksud lo?"
"Ye kan lo tahu, gue bego. Kalo sama dosen lain, bisa abis nasib gue. Bu Sofi meski kesannya galak dan suaranya suka overtone kalo lagi ngawas praktikum, tapi keliatan sabar ngadepin anak bodoh kayak gue. Di kelas juga dia selalu punya analogi yang sederhana supaya anak bodoh kayak gue bisa paham kuliahnya. Jadi gue pikir kalau dibimbing dia, nasib skripsi gue nggak bakal madesu madesu amat. Kalo sama dosen lain, belum tentu mereka sabar ngadepin gue kan."
Danan tahu bahwa Randu tidak bodoh. Anak itu hanya tidak punya passion dan motivasi untuk jadi farmasis sehingga tidak menikmati belajar dan jadi sulit paham tentang pelajaran-pelajaran farmasi.
"Lo juga bakal ngelamar Bu Sofi jadi pembimbing lo kan?" tembak Randu tetiba.
"Eh?"
"Lo kan mahasiswa kesayangan Bu Sofi. Jadi pasti bakal penelitian skripsi sama doi kan?"
Apa kedekatan kami kelihatan sejelas itu?, pikir Danan was-was.
"Kalau bukan karena gue tahu lo pacaran sama Sarah," kata Randu melanjutkan, "Gue bisa mikir bahwa lo pacaran sama Bu Sofi. Kalian deket banget soalnya."
"Kok jadi Sarah?"
"Udah lah, nggak usah ngeles. Kata Adisty___" (ngomong-ngomong, Randu itu pacaran sama Adisty yang ketua Pengmas), "___ lo mau-maunya bantuin Baksos kemarin meski lo bukan panitia, karena ada anak FK yang pindahan dari Farmasi yang juga jadi panitia disana. Itu pasti Sarah kan?"
Meski gosip dirinya dengan Sarah itu keliru, tapi beberapa kali Danan memang bersyukur dengan adanya gosip itu, sehingga bisa jadi kamuflase atas hubungan sebenarnya antara dia dan Sofi.
"Jadi gimana? Lo mau ngelamar Bu Sofi juga kan?" tanya Randu. "Biar kita penelitiannya barengan gitu, Nan. Jadi gue nggak keliatan tolol-tolol amat gitu pas di lab."
"Untung di lo, rugi di gue dong?" jawab Danan sambil tertawa-tawa. "Wani piro?"
Randu manyun. Dan tawa Danan makin lebar.
"Nah! Kebetulan!" Seorang gadis tomboy bermata kecil tiba-tiba nimbrung obrolan Danan dan Randu. "Kalian mau ngelamar Bu Sofi kan? Gue mau ikutan dong."
Senyum Randu langsung merekah. Michelle, gadis bermata kecil itu, adalah salah satu mahasiswa dengan IPK tertinggi di angkatan mereka. Menjadi rekan di grup penelitian yang sama dengan gadis itu tentu akan sangat menguntungkan Randu. Gadis itu memang agak ambis, tapi Randu bersedia menyediakan tenaga asal bisa satu tim dengan gadis itu, karena gadis itu terkenal tidak pelit ilmu dan pasti mau membantu teman satu timnya.
"Wah, satu tim sama Danan dan Michelle, kurang beruntung apa gue," kata Randu memuji, untuk merayu.
Danan menatap malas. Michelle menirukan ekspresi muntah. Dan Randu kembali terkekeh.
"Apa kita ketemu Bu Sofi sekarang aja? Sebelum dia dilamar anak lain?" usul Randu bersemangat.
"Tadi gue udah ke ruangan Bu Sofi. Ruangannya udah gelap. Kata Kak Frida sih baru aja pulang, soalnya udah bawa tas," jawab Michelle.
"Mungkin lagi rapat sama Pak Rahman?" celetuk Danan, tiba-tiba ingat alasan Sofi tadi tidak bisa pulang bareng dengannya.
"Kata siapa?" tanya Michelle.
Danan tiba-tiba ingat bahwa dia seharusnya tidak menunjukkan jika dirinya terlalu banyak tahu info tentang Sofi, karena akan menyebabkan orang lain curiga.
Untung sebelum Danan harus berbohong, Michelle tidak menunggu jawabannya. "Tadi gue lewat ruangan Pak Rahman juga. Doi lagi diskusi sama anak BEM. Nggak ada Bu Sofi sih disana."
"Kalo gitu, besok aja kita ngelamar Bu Sofi yuk. Sebelum keduluan anak lain," usul Randu, "Denger-denger nih, Pak Rahman dan Bu Sofi adalah dosen muda yang paling diincer sebagai pembimbing sama anak-anak kelas kita."
Danan sudah tidak terlalu fokus pada rencana Randu dan Michelle selanjutnya. Dia sibuk dengan pikirannya sendiri.
Kenapa pas tadi gue ajak pulang bareng, dia bohong dengan bilang mau rapat sama Pak Rahman? Bener kan, dia menghindari ketemu gue? Kenapa?
* * *
Begitu mendengar Sofi baru saja pulang, Danan segera pamit pulang pada teman-temannya. Dia berharap masih bisa bertemu Sofi di stasiun kereta. Dan beruntung Sofi memang belum naik kereta ketika Danan sampai di stasiun.
Begitu mendapati Sofi di peron stasiun, alih-alih menghampiri perempuan itu, Danan justru memutuskan untuk mengikuti Sofi dari jauh. Sembunyi-sembunyi. Ia ingin tahu, apakah Sofi menolak pulang bersamanya karena ingin bertemu orang lain atau karena menghindarinya.
Berhati-hati menjaga jarak, Danan berhasil mengikuti Sofi hingga sampai di rumah perempuan itu tanpa menarik kecurigaan perempuan itu. Dan ternyata sepanjang perjalanan Sofi tidak bertemu dengan siapapun. Begitu sampai di stasiun Tebetpun, Sofi langsung memesan ojek online menuju rumahnya, tanpa mampir kemanapun.
Kalau dia nggak bertemu secara rahasia dengan siapapun, kenapa dia nggak mau pulang bareng gue?, pikir Danan, masih sambil duduk di atas motornya, di ujung gang rumah Sofi. Tadi dia membuntuti ojek online yang dipesan Sofi, dan berhenti di ujung gang supaya tidak ketahuan Sofi. Kenapa dia menghindari gue?
Danan baru saja akan menghidupkan motornya lagi ketika ponselnya bergetar. Tadinya Danan ingin mengabaikannya dan baru mengecek ponselnya setelah sampai di rumah. Toh rumahnya hanya berjarak 30 menit dari rumah Sofi. Tapi getaran ponselnya tidak kunjung reda dan memaksanya untuk menunda berkendara pulang. Danan terpaksa mengecek ponselnya terlebih dahulu.
Pesan beruntun yang diterimanya berhasil membuat Danan membentuk dugaan mengapa Sofi menjauhinya.
* * *
Meski Sofi sudah membantah hubungannya dengan Danan di depan Rahman, dan mengatakan bahwa mereka dekat karena Danan adalah muridnya sejak SMP, tapi Sofi sadar bahwa Rahman tidak sepenuhnya mempercayainya.
Well, kisah cinta lo bukan urusan gue sebenarnya. Tapi karena Danan tercatat sebagai mahasiswa kita dan lo adalah dosennya, maka sebagai Koordinator Kemahasiswaan, hal ini otomatis jadi urusan gue, kata Rahman setelah menunjukkan foto-foto dari email yang dikirimkan kepadanya. Gue nggak tahu apa motif orang yang mengirim foto ini ke gue. Yang jelas orang ini bermaksud buruk terhadap lo dan Danan. Gue juga nggak tahu apakah foto ini hanya dikirim ke gue atau disebar di kalangan mahasiswa. Sampai kasus dan pengirim foto ini jelas, gue harap lo dan Danan bisa menjaga sikap. Jangan kasih orang ini alasan lebih banyak untuk menghancurkan kalian. Sebagai sahabat lo, gue pastikan foto ini nggak akan sampai ke Pimpinan Fakultas dan dosen-dosen lain. Tapi kita nggak pernah tahu apa yang bisa diperbuat orang nekat kan.
Setelah kembali mengajar dan mengamati keadaan di kampus selama beberapa hari, Sofi tahu bahwa foto sepertinya itu belum tersebar di kalangan mahasiswa. Sofi lega karenanya. Tapi benar kata Rahman, sampai dia tahu siapa pengirim foto tersebut, Sofi tetap harus waspada dan menjaga sikap, sebab dia tidak benar-benar tahu apa motif si pengirim foto, apakah hanya mencari sensasi atau berniat mengancamnya. Itu mengapa sejak kembali dari pelatihan bersama Rahman, Sofi sengaja menghindari Danan dan menolak bertemu dengannya.
Hatinya sangat rindu pada pemuda itu, tapi logikanya tahu bahwa saat-saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk bertemu Danan di depan publik. Dia tidak mau Danan terkena masalah akibat dirinya. Itu kenapa dia bersikap kontradiktif. Di satu sisi ia masih terus berhubungan dengan Danan via WhatsApp karena itu satu-satunya cara mengatasi rindunya pada pemuda itu. Sofi juga tidak ingin Danan curiga jika dia memutuskan hubungan mereka tiba-tiba, meski dengan alasan demi kebaikan Danan. Dan dia memang tidak ingin putus dengan Danan. Meski usia hubungan romansa mereka baru seumur jagung, tapi perasaan yang dimilikinya kepada pemuda itu sudah dalam. Barangkali perasaan itu tumbuh sedikit-sedikit selama bertahun-tahun tanpa Sofi sendiri benar-benar menyadarinya. Di sisi lain, dia terpaksa menolak bertemu Danan di ruang publik. Hal ini, seperti kata Rahman, supaya orang yang mengirim foto tersebut tidak bisa lebih memojokkan Danan jikapun hubungan mereka akhirnya terbongkar.
* * *
Sofi baru saja selesai ganti baju setelah pulang dari kampus, dan bersiap untuk memasak makan malam untuk dirinya dan ibunya ketika dia mendengar pintu rumahnya diketuk. Bunyi ketukan pintu itu terdengar tidak sabar dan membuat Sofi jadi buru-buru membuka pintunya.
"Jadi ini alasan kamu menghindari aku terus selama ini?!"
Seorang pemuda berdiri di depan pintu rumahnya, bertanya dengan suara marah dan terluka, sambil menunjukkan foto-foto yang sama dengan yang pernah ditunjukkan Rahman kepadanya beberapa hari sebelumnya.
Sofi membalas tatapan pemuda itu dengan ngeri.
Kalau Danan punya foto itu, berarti foto itu sudah menyebar di kalangan mahasiswa kan? Sial!
"Mau mencoba melindungi aku, hah?! Dan menghadapi semua ini sendirian?!"
Pemuda itu merenggut dan mengguncang bahunya dengan kasar.
* * *
Makasih buat Kakak2 yg selalu menunggu Danan-Sofi 😘😘😘
Semoga kakak2 terus dukung mereka dan mau vote cerita ini.
Btw, ada yg kangen sama Mas Randu? Kalau cerita ttg Mas Randu dilanjut, apakah ada Kakak2 yg minat baca?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top