44. Terlalu Baik (2)
Gaes, udah pada tahu kan, bahwa saya baru post bab terakhir NING di KaryaKarsa? Udah mampir belum Kak? Hehehe
* * *
Selama ini Sofi sering merasa Danan tengil karena selalu mengaku ganteng. Padahal sebenarnya hal tersebut tidak terlalu mengada-ada. Setelah diperhatikan lagi, Danan memang tampan. Hal itu secara luas diakui baik oleh teman-teman, adik kelas dan bahkan kakak kelas pemuda itu. Hal tersebut jelas terlihat saat Danan muncul di tempat Baksos tersebut. Dia langsung disambut oleh adik-adik kelasnya yang memang menjadi panitia acara tersebut.
"Wah, Kak Danan dateng? Mau bantuin kita, Kak?"
"Kak, selfie dulu yok. Biar si Natasha iri. Pasti nyesel dia, ga ikutan baksos. Kalau tahu Kak Danan ikutan, dia pasti bakal ikut juga."
"Ih Kak, ga bilang-bilang bahwa mau dateng. Buluk banget aku nih, belum dandan karena berangkat pagi-pagi buta."
Beken banget kan dia.
"Kak Danan jadi dateng? Kirain bercanda doang pas kemaren pas bilang bakal dateng," kata Adisty, ketua Divisi Pengmas Farmasi, menyambut kehadiran Danan. "Makasih ya Kak, udah mau sekalian jemput Bu Sofi."
"Sans!" jawab Danan tengil. Santai, maksudnya.
"Kak Danan jemput Bu Sofi? Jinja*?" celetuk Andin takjub.
Meski Andin nyeletuk sambil agak berbisik karena takut terdengar Sofi, toh Sofi yang berdiri tidak jauh dari Danan tetap bisa mendengarnya.
Sofi hampir melempar tatapan mengancam pada Danan, tapi langsung merasa lega karena tanpa diancampun Danan memberikan jawaban yang kooperatif.
"Gue emang sekalian jemput temen gue yang anak FK. Kebetulan rumahnya searah sama rumah Bu Sofi. Gue kan pernah bimbingan proposal PKM ke rumah Bu Sofi, jadi gue tahu rumah beliau. Yaudah, sekalian aja gue jemput."
Danan, demi agar hubungannya dengan Sofi tidak ketahuan mahasiswa lain, sengaja memberi jawaban yang membuat adik-adik kelasnya fokus pada hal lain. Dan triknya berhasil.
Emang lo punya hubungan apa sama Sofi, Nyet?!, maki Danan pada diri sendiri.
"Temen anak FK?" tanya Lydia, yang naluri lambenya terpelatuque, "Jangan-jangan, temen Kak Danan yang dulu pernah 1 tahun di Farmasi ya? Deket banget ya, sampe jemput-jemput gitu? Iiihh Kak Danan sweet banget! Ngaku aja, itu pacarnya Kak Danan ya? Siapa namanya?"
"Namanya Sarah. Tapi dia___"
"Oh, jadi pacarnya Kak Danan namanya Sarah?" kali ini Gladys memotong dengan cepat. "Aduh, patah hati kami nih pada DFC."
"Day Free Car?"
"Danan Fans Club, Kak! Receh deh!" jawab Andin sambil memukul lengan Danan, genit.
Barangkali karena matahari sudah meninggi juga sehingga Sofi makin gerah mendengar obrolan Danan dengan adik-adik kelasnya yang genit tentang pacarnya yang anak FK. Sebelum makin gerah, Sofi memutuskan untuk memutus obrolan unfaedah tersebut.
"Satu jam lagi mulai. Yuk, siap-siap! Apa lagi yang masih belum disiapin di bagian Farmasi? Ada yang perlu saya bantu?"
Gadis-gadis yang mengerumuni Danan pun bubar jalan, kembali ke tugasnya masing-masing.
Ketika gadis-gadis itu sudah bubar, Danan diam-diam melemparkan senyum pada Sofi... yang dibalas dengan wajah bete. Membuat Danan terpaksa menelan kembali cengirannya.
* * *
Sofi baru saja selesai berbasa-basi singkat dengan Bu Farida (dosen pendamping Pengmas FKM) ketika dr. Hasan (dosen pendamping Pengmas FK) datang menyapanya.
"Biasanya Mas Rahman yang nemenin mahasiswa?" tanya Hasan. Sebagai sesama koordinator kemahasiswaan di fakultas masing-masing, tentu Rahman dan Hasan sering berinteraksi. Itu mengapa Hasan heran karena kali itu justru Sofi yang berada di sana. Meski sering bertemu Sofi karena sama-sama dosen pengajar matakuliah Kolaborasi Interprofesional Kesehatan, tapi Hasan tahu bahwa Sofi bukan orang yang biasanya diserahi tanggung jawab untuk mendampingi kegiatan kemahasiswaan.
"Lagi ditugasin rapat ke Jogja, Dok. Jadi saya yang gantiin Mas Rahman," jawab Sofi.
Meski Hasan hanya lebih tua tiga tahun dari Rahman (yang berarti hanya lebih tua lima tahun dari Sofi) sehingga Sofi bisa saja memanggilnya "Mas", tapi sudah ada kebiasaan dan norma tidak tertulis di kampus mereka untuk memanggil semua dosen FK dengan gelar dokter mereka. Sesama mereka sendiri, kecuali dengan teman seangkatan yang sudah sangat dekat, biasanya mereka juga saling memanggil dengan gelar profesional.
They have their own professional pride. Dan karenanya orang lain turut menghormati profesi mereka dengan memanggil mereka sesuai gelar profesinya.
"Oh iya, ini kenalin, temen saya," kata Hasan, mengenalkan laki-laki berwajah Timur Tengah yang berdiri di sampingnya. "Alhamdulillah meski sibuk, dia menyempatkan diri membantu Baksos kita hari ini. Siap-siap aja, acara kita pasti bakal kedatangan banyak emak-emak."
Baik Sofi maupun teman Hasan tertawa. Sofi lalu mengulurkan tangannya pada pria itu.
"Saya Sofia, Dok. Farmasi," kata Sofi memperkenalkan diri.
Lelaki itu menyambut uluran tangan Sofi. "Emir," katanya sambil tersenyum dan menjabat tangan Sofi mantap.
"Dokter kan dr. Emir Syafiq itu kan?" tanya Sofi memastikan. "Saya follow facebook, twitter dan IG dokter lho!" lanjutnya antusias.
Mata lelaki itu membulat. Bibirnya tertarik ke atas. Lalu sebentar kemudian dia tertawa.
"Makasih lho, Mbak Sofi," kata Emir.
Sofi sebenarnya baru follow akun medsos lelaki itu beberapa bulan terakhir. Awalnya karena perdebatan emak-emak di timeline Sofi tentang pro dan kontra vaksinasi, Sofi jadi tergerak untuk meluruskan pendapat-pendapat yang salah soal vaksinasi. Sofi kemudian menemukan satu akun yang secara konsisten membahas seputar vaksinasi, termasuk halal-haramnya. Akun tersebut rajin memerangi hoax-hoax kesehatan, termasuk seputar vaksinasi. Dan itu adalah akun milik Emir Syafiq, seorang dokter spesialis anak berparas Timur Tengah yang kerap membuat para mamah-mamah muda meleleh.
Meski sama-sama tenaga kesehatan yang memiliki pengetahuan dan pemahaman yang sama tentang kesehatan, Sofi suka males nulis klarifikasinya sendiri. Dengan mengikuti akun medsos Emir Syafiq, Sofi bisa dengan mudah membagikan tulisan Emir yang dia rasa perlu untuk diketahui khalayak luas.
Tidak hanya seputar vaksinasi, Emir Syafiq juga kerap membahas seputar kesehatan dan tumbuh kembang anak. Emir bahkan sudah menerbitkan 2 buah buku tentang panduan menghadapi demam anak dan tentang vaksinasi. Mengikuti status-status Emir di akun medsosnya, lumayan menambah pengetahuan juga buat Sofi, meski dia belum punya anak.
"Anaknya umur berapa Mbak? Kok sampe niat banget follow semua akun medsos saya?" tanya Emir iseng.
Kebanyakan followernya kan memang mamah-mamah muda yang masih gamang tentang pengasuhan anak. Selain karena Emir cukup aktif ngetwit seputar kesehatan anak, wajah tampannya juga berkontribusi pada jumlah follower emak-emak yang telah mencapai 200ribu sekarang.
"Masih jomblo dia mah, Mir," malah Hasan yang menjawab pertanyaan Emir sambil meledek Sofi. Sebagai junior kan Sofi hanya bisa pasrah.
"Lha ngapain niat banget follow semua akun medsos saya kalau Mbak Sofi belum punya anak? Kirain buat update info seputar kesehatan anak?"
"Lha elu juga belum kawin, tapi aktif posting tentang anak-anak. Sah-sah aja kan? Sama lah, apa salahnya Mbak Sofi update info seputar anak meski dia belum nikah?" lagi-lagi Hasan nyamber menjawab. Sofi hanya tertawa dan mengangguk. membenarkan.
Mereka bertiga melanjutkan perbincangan ringan sesaat sampai Sarah menghampiri mereka.
"Maaf, dr. Hasan, dr. Emir, Bu Sofia. Sebentar lagi pembukaan kegiatan, dan setelah itu Baksos siap dimulai," kata Sarah menginfokan.
"Oh oke," jawab Sofi. "Kalau gitu saya pamit dulu ya, Dok. Final checking bagian Farmasi," lanjutnya, mengangguk pada Hasan dan Emir, kemudian berlalu.
Hasan kemudian ikut mengecek kesiapan para dokter dan perlengkapan di ruang periksa. Dan Emirpun bersiap ke ruang periksanya.
"Saya Sarah, Dok," kata Sarah memperkenalkan diri. "Nanti saya yang membantu Dokter di ruang periksa 4. Kalau Dokter perlu sesuatu, bisa bilang ke saya. Mohon bimbingannya, Dok."
Emir menyambut uluran tangan Sarah."Makasih bantuannya."
* * *
Meski mereka adalah mahasiswa-mahasiswa di fakultas kesehatan, tidak serta merta membuat para mahasiswa itu punya wewenang untuk meresepkan dan menyerahkan obat kepada pasien. Oleh karena itu, pada setiap kegiatan pengobatan gratis seperti saat itu, alumni FK dan FF pasti turut andil, karena hanya dokter dan apoteker yang telah memiliki sertifikat kompetensi dan surat ijin yang memiliki wewenang tersebut. Itu mengapa Emir, yang merupakan alumni FK turut serta pada kegiatan tersebut.
Tak terkecuali FF. Meski mahasiswa FF juga memiliki pengetahuan yang cukup untuk menyiapkan dan menyerahkan obat kepada pasien, tapi mereka belum memiliki wewenang itu. Itulah sebabnya pada acara pengobatan gratis mereka tetap memerlukan dukungan dari alumni yang berkenan menjadi apoteker penanggung jawab di bagian Farmasi. Biasanya jumlahnya tidak sebanyak dokter. Hanya butuh 2-3 orang apoteker saja, untuk melakukan final checking atas obat-obatan yang disiapkan panitia mahasiswa untuk kemudian menyerahkan obat tersebut kepada pasien dan memberikan informasi obat yang dibutuhkan.
Salah satu alumni FF yang membantu Baksos kali itu adalah Riah, adik kelas Sofi dulu di kampus yang pernah aktif di divisi Pengmas. Sekarang dia sudah bekerja di sebuah rumah sakit bergengsi.
"Kak Sofi apa kabar? Awet muda ih, bergaul sama mahasiswa terus sih ya," kata Riah menyapa ramah.
Sofi tertawa. "Keren mah kamu sekarang. Makasih ya udah mau bantuin kita."
"Aku malah seneng bantu, Kak. Kan dulu pas aku di Pengmas, aku juga banyak dibantu alumni kita. Sekarang saatnya aku yang bisa bantu."
"Riah baru dateng? Susah ya nyari lokasi sini?"
Lokasi Baksos kali itu memang di sebuah wilayah pemukiman yang agak sulit diakses mobil. Tadi saja mobil Danan harus parkir di sebuah lapangan kosong, 500 meter dari lokasi Baksos.
Riah tertawa. "Sempat nyasar tadi Kak. Untung Ari pinter cari lokasinya."
Riah sudah menikah dengan Ari, si anak Pengmas Arsitektur, ngomong-ngomong.
"Oh dianter Ari? Mana dia?" tanya Sofi.
"Barusan langsung pulang. Nanti jemput lagi kalau udah selesai Baksosnya."
"Ihhh so sweet banget deh!" kata Sofi, ala-ala anak jaman now yang suka halu.
Riah tertawa. Barangkali itu salah satu alasan Sofi bisa tampak awet muda, karena banyak bergaul dengan mahasiswa dan selalu update dengan gaya anak muda terkini.
"Nggak nyangka ya, Ri," kata Sofi menggoda. "Berawal dari Pengmas, berlanjut ke pelaminan."
"Alhamdulillah Kak," jawab Riah tertawa lagi. "Kak Sofi dan Pak Attar kapan nih? Malah kami yang ngeduluin kalian. Maaf ya."
Sofi berusaha mempertahankan senyumnya ketika menjawab, "Aku udah nggak sama Pak Attar lagi kok."
"Eh?" Riah langsung nyengir salah tingkah, "Oh? Aduh maaf, aku ga tahu, Kak. Maaf ya."
"Santai aja," jawab Sofi kalem, sambil menepuk bahu Riah. "Yuk, siap-siap yuk. Sebentar lagi kita mulai."
Ketika mereka berjalan beriringan menuju lokasi farmasi, Sofi menghela nafas tidak kentara.
Kenapa banyak hal hari ini yang mengingatkan pada Attar?
* * *
Kegiatan pengobatan gratis pada Baksos tersebut ternyata disambut antusias oleh warga. Hingga tengah hari, warga terus berdatangan sehingga baik para dokter maupun apoteker yang bertugas tidak bisa istirahat. Untuk mensiasatinya, mereka istirahat, makan dan sholat secara bergantian.
Ketika Sofi mendapat giliran istirahatnya, dengan cekatan Danan mengambilkan kotak makan siang untuknya dan mengajaknya makan di pinggir posko.
"Aku menawarkan diri sebagai pendamping kamu ke Adisty, jadi wajar kalau kita makan bareng," kata Danan, sambil menyerahkan botol air mineral kepada Sofi. "Adisty malah berterima kasih sama aku. Panitia inti jadi bisa fokus sama posko tanpa perlu khawatir dosennya butuh sesuatu atau apa, karena udah ada aku. Kamu butuh apapun, tinggal bilang ke aku."
Sofi mengangguk dan tersenyum.
Mereka makan sambil ngobrol ringan tentang kegiatan hari itu, ketika dua orang bergabung dengan mereka.
"Kami ikut makan disini, Mbak Sofi nggak keberatan kan?" kata Emir sambil langsung duduk di sebelah Sofi.
"Silakan, Dok," jawab Sofi ramah.
"Kalau gitu, saya ambilkan kotak makannya dulu ya Dok," kata Sarah yang tadi mengekori Emir. Bukan hanya membantu ketika di ruang periksa, Sarah juga bertugas menjadi pendamping dr. Emir, sehingga jika lelaki itu butuh sesuatu, termasuk makan siang, Sarah yang bertanggung jawab menyediakannya.
Baru saja Sarah akan berbalik untuk mengambil konsumsi ketika sebuah suara menghentikannya.
Danan meletakkan kotak makannya yang isinya baru setengah dimakan, lalu menghampiri Sarah. "Biar gue aja yang ambil kotak makannya. Lo tunggu disini aja. Lo pasti udah capek juga," katanya sambil menepuk bahu Sarah. Lalu langsung pergi ke bagian konsumsi dan datang lima menit kemudian dengan dua buah kotak makan.
Ia mengangsurkan kotak makan itu kepada Emir dan Sarah, lalu kembali ke tempat duduknya semula. Sarah mengambil duduk di samping Danan, di hadapan Emir.
Ketika Sarah membuka kotak makannya, Danan menggeser kotak makannya sendiri mendekat ke kotak makan Sarah.
"Lo nggak suka tomat kan? Sini tomatnya buat gue," kata Danan, yang sudah tahu isi kotak makan itu, dan tahu bahwa Sarah akan menyingkirkan tomatnya.
Sarah tersenyum lebar. "Lo inget aja deh."
Hal ini tidak luput dari perhatian Sofi. Meski kemudian perhatiannya segera teralih ketika Emir lanjut mengajaknya ngobrol tentang kolaborasi yang mungkin dilakukan dokter dan farmasis untuk memberantas hoax-hoax seputar dunia kesehatan dan obat. Mereka membicarakan berita-berita yang keliru yang beredar di masyarakat tentang vaksinasi, tentang obat herbal yang overclaimed dan selalu dianggap bebas efek samping dan lebih aman dibanding obat kimiawi, juga tentang produk kesehatan berbasis pseudosains seperti kaca penyembuh atau kalung kesehatan. Emir bahkan menawari Sofi untuk ikut menulis, terutama tentang obat, di blog kesehatan yang dikembangkannya bersama dua orang temannya.
Saking asiknya mereka ngobrol, mereka sampai tidak sadar bahwa Danan dan Sarah sudah menghabiskan makanan mereka dan beranjak pergi. Danan sampai harus menginterupsi obrolan mereka dan mengingatkan mereka untuk sholat dulu sebelum kembali ke posko masing-masing.
"Saya boleh minta nomer ponsel Mbak Sofi?" tanya Emir sebelum mereka berpisah, "Nanti saya boleh telepon Mbak Sofi lagi, terkait blog yang tadi kira obrolin?"
Setelah Sofi memberikan nomer ponselnya, Danan segera mengarahkan Emir untuk mengikuti ke mushola laki-laki sementara Sofi dan Sarah mengarah ke mushola perempuan.
Mereka bertemu lagi di depan mushola setelah selesai sholat, lalu masing-masing langsung kembali ke poskonya. Emir dan Sarah kembali ke ruang periksa dokter, sementara Sofi dan Danan kembali ke posko farmasi untuk bergantian istirahat dengan apoteker dan panitia lainnya.
"Tadi ngobrol apa sama dr. Emir abis sholat? Keliatan ngobrol serius banget," tanya Sofi pada Danan, iseng, sambil berjalan kembali ke posko. Tadi selesai sholat, ketika sedang memakai sepatunya di depan mushola, Sofi memang melihat Danan dan Emir ngobrol serius.
"Bukan apa-apa," jawab Danan singkat. Tapi justru karena jawaban yang terlalu singkat itu, Sofi justru makin penasaran.
"Bohong!" tuduh Sofi menggoda.
Danan berhenti melangkah tiba-tiba.
"Kok berhenti?" tanya Sofi yang jadi ikutan berhenti. Heran kenapa Danan tiba-tiba berhenti padahal posko farmasi masih 50 meter lagi.
"Kamu yakin?" tanya Danan.
"Apa?"
"Yakin pengen tahu apa yang aku obrolin sama dr. Emir?"
"Kenapa nggak yakin?"
"Aku minta dia jangan mendekati kamu."
Butuh waktu 3 detik sampai Sofi sadar maksud perkataan Danan.
"Gila kamu!" maki Sofi dengan suara pelan, sambil memukul lengan Danan.
"Iya, aku tergila-gila sama kamu," jawab Danan enteng.
"Ngapain kamu ngomong gitu?"
"Supaya kamu nggak sakit hati lagi. Kamu kan punya kecenderungan baper sama yang arab-arab gitu."
"Nan!"
Danan ngeloyor pergi, mengabaikan Sofi yang menatapnya sebal. Dia tahu, Sofi tidak akan bisa marah padanya di depan banyak orang seperti ini.
* * *
Anggapan Sofi bahwa selama ini Danan menjadi cowok idola semata karena kepintaran dan wajah tampannya, ternyata tidak sepenuhnya benar. Lebih dari sekedar pintar dan tampan, kini Sofi mengerti mengapa banyak perempuan mengidolakan Danan. Terlepas dari gaya tengilnya, Danan adalah pemuda yang baik dan ringan tangan menolong orang lain. Saat kelas praktikum, Sofi sudah melihat sikap Danan yang mudah menolong temannya yang kesulitan dalam praktikum. Tapi saat ia terlibat pada kegiatan Baksos mahasiswa kali itu, Sofi melihat dengan lebih jelas sikap Danan yang satu itu.
Meski bukan panitia resmi, Danan banyak membantu pada Baksos kali itu. Pengalamannya sebagai panitia pada kegiatan serupa pada tahun sebelumnya membuat Danan bisa memberikan saran pada Adisty dan panitia inti supaya alur penerimaan dan penyerahan resep lebih teratur. Dengan pengaturan pasien yang dilakukan oleh Adisty (atas saran Danan), alur resep dan pasien lebih teratur sehingga apoteker dan panitia yang menyiapkan obat dapat berkonsentrasi pada pekerjaannya dan dapat menyerahkan obat dengan lebih cepat. Selain itu, Danan juga membantu para Apoteker yang kadang kesulitan membaca tulisan dokter. Danan dengan sukarela pergi ke posko pemeriksaan untuk mengonfirmasi tulisan dokter tersebut. Keberadaan Danan sebagai lelaki (mengingat kebanyakan anak Farmasi adalah perempuan) sangat membantu panitia jika diperlukan mengangkat kardus obat atau barang-barang yang berat.
Hari sudah beranjak sore dan semua resep para pasien sudah terlayani. Sofi sedang membereskan meja racik obat ketika mendengar para mahasiswi membicarakan tentang Danan. Objek gosip itu sendiri sedang pergi untuk menaruh kardus obat yang tidak terpakai ke mobil panitia untuk dibawa kembali ke fakultas, sehingga tidak bisa mendengar gosip tersebut.
"Kak Danan keren banget ya. Padahal dia bukan panitia, tapi hari ini banyak banget bantuin kita," kata seorang gadis berjilbab hijau yang Sofi lupa namanya.
"Aneh ga sih, ngapain Kak Danan kesini, padahal dia bukan panitia?" kali itu Andin yang bicara.
"Pasti karena pacarnya yang anak FK itu jadi panitia Baksos ini juga," jawab Lydia.
"Eh betul juga. Liat nggak tadi mereka makan siang bareng? So sweet ya." Sofi sudah tidak peduli lagi siapa yang sedang bicara.
"Tadi berangkat kesini juga bareng cewek itu kan ya?"
"Tapi kan mereka nggak berduaan juga. Tadi pagi mereka berangkat bareng Bu Sofi. Tadi siang juga mereka makan bareng Bu Sofi dan dokter yang ganteng itu."
"Bu Sofi dan dokter tadi tuh cuma kamuflase doang. Supaya mereka nggak kelihatan banget lagi pacaran."
Kamuflase, pikir Sofi pahit.
Obrolan gadis-gadis itu terhenti ketika Danan tiba-tiba masuk ke posko farmasi dengan tergesa. Ia segera menghampiri Sofi.
"Bu Sofi harus stand by disini sampai panitia selesai beres-beres ya?" tanya Danan pada Sofi.
"Iya. Kenapa?"
"Saya ada keperluan mendadak. Saya pulang duluan, nggak apa-apa ya Bu?"
"Oh?"
Danan lalu mendekatkan dirinya pada Sofi dan berbisik. "Sarah pingsan. Sekarang sih udah sadar, tapi lemes banget. Lagi datang bulan, katanya. Dan hipotensi juga karena kecapekan hari ini. Abis berantem juga tadi di belakang posko sama calon tunangannya yang tadi pagi batal jemput itu. Aku antar dia pulang dulu ya. Nanti aku kesini lagi, jemput kamu. Tunggu ya."
Belum sempat Sofi berkata-kata, Danan sudah menyambar ranselnya, lalu berpamitan dengan cepat kepada Adisty dan panitia lainnya.
"Temen gue pingsan. Gue anter dia pulang dulu. Sori ya, gue nggak bisa bantuin sampai selesai," kata Danan pada Adisty, tapi terdengar jelas oleh panitia lainnya.
"Nggak apa-apa Kak. Kita udah makasih banget ini, Kak Danan udah bantuin banyak, padahal bukan panitia," kata Adisty. "Makasih banyak ya Kak."
"Makasih banyak ya Kak!" kata gadis-gadis panitia lainnya. "Semoga pacarnya cepet sembuh ya Kak."
"Thanks ya. Gue cabut dulu!"
Begitu Danan melesat pergi, gadis-gadis itu langsung kasak-kusuk lagi.
"Tuh kan! Keliatan sayang banget sama pacarnya kan?"
"Dia nggak mengelak pas gue bilang Semoga pacarnya cepet sembuh. Berarti emang pacarnya tuh!"
Sofi bangkit dari duduknya. Meja racik di hadapannya sudah rapi.
"Yuk, cepetan beres-beres yuk. Supaya kita bisa cepet pulang!" kata Sofi memberi instruksi, membubarkan gadis-gadis yang sedang sibuk mengagumi Danan.
Mending gue pulang sendiri aja, daripada nungguin pacar orang, pikir Sofi dengan perasaan tidak suka.
* * *
Catatan:
PKM = Program Kreativitas Mahasiswa
* Jinja? = (bahasa Korea) "Beneran?"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top