42. Pengembangan Formula

Ada yg nungguin cerita ini ga yhaaa???

* * *

Dalam mengembangkan formulasi suatu produk (baik produk obat, suplemen, atau kosmetik), ada beberapa hal penting yang perlu dipertimbangkan. Danan memanfaatkan materi kuliah Teknologi Sediaan Farmasi yang pernah disampaikan oleh Sofi tersebut untuk mengembangkan hubungannya dengan Sofi. Setelah bertahun-tahun menunggu akhirnya Danan memiliki kesempatan untuk mengembangkan hubungannya dengan Sofi, tidak lagi sebatas murid-guru atau adik-kakak. Dan Danan ingin memanfaatkan kesempatan ini dengan sebaik mungkin.

Hal penting yang pertama kali perlu dipertimbangkan dalam merancang atau mengembangkan formula suatu produk adalah tujuan penggunaan dan rute pemberian. Formula produk yang dimaksudkan untuk pengobatan pengobatan kanker dan formula produk yang tujuan penggunanya hanya untuk perawatan kulit pasti beda.

Setelah menentukan tujuan sediaan tersebut, penting untuk menentukan rute pemberian sediaan. Apakah sediaan obat untuk penyakit tuberkulosis perlu diberikan langsung ke paru-paru atau dapat juga dikonsumsi secara oral (ditelan melalui saluran cerna) untuk mempermudah cara penggunaan? Apakah obat yang ditujukan untuk bekerja secara sistemik (di seluruh tubuh) misal obat antidiabetes dan antihipertensi harus diberikan melalui injeksi, atau bisa diberikan berupa obat minum, atau berupa patch yang ditempel di kulit untuk mendapatkan efek segera dan meminimalkan kerusakan obat di saluran cerna? Formula produk yang akan diberikan dengan cara ditelan pasti akan berbeda dengan formula produk yang diinjeksikan, ditempel di kulit, disemprotkan ke paru-paru atau digunakan melalui rektum.

Dalam menyusun strategi untuk membangun hubungan dengan Sofi, Danan juga mempertimbangkan tujuan dan "rute"nya. Meski sudah menarget Sofi sejak dirinya masih SMP, tapi baru setahun belakangan ini Danan terpikir akan tujuannya mengejar Sofi. Ketika melihat Sofi menderita menjalani hubungannya dengan Attar yang tidak direstui ibunya Attar, Danan menyadari bahwa kelak jika ia memiliki kesempatan, ia tidak akan membuat Sofi mengalami kesedihan yang sama. Ia ingin membuat Sofi bisa diterima oleh kedua orangtuanya. Saat itulah Danan tersadar bahwa tujuannya mendekati Sofi bukan sekedar untuk bersenang-senang pacaran, karena jika tujuannya hanya itu, tidak mungkin kan dia sampai bertekad untuk mengusahakan supaya orangtuanya menerima Sofi? Terlebih, meski selama ini Danan masih menikmati perlakuan-perlakuan istimewa gadis-gadis yang mendekatinya, dia tidak pernah benar-benar membayangkan akan menikahi salah satu gadis-gadis itu. Sejak ide tentang pernikahan terlintas di benaknya, hanya ada satu perempuan yang dia bayangkan akan bersamanya dalam pernikahan itu.

Karena telah menyadari tujuannya, maka ketika Sofi menawarkan berpacaran dengannya (meski saat itu hanya atas dasar keputusasaan dan pelarian) Danan segera menyambut kesempatan itu. Meski setelahnya Sofi menyesali sikap impulsifnya dan menarik lagi tawarannya, Danan tidak benar-benar mundur.

Meski sudah menyadari tujuannya, Danan tahu bahwa dia tidak bisa mengambil "rute" tercepat. Danan sadar bahwa Sofi butuh waktu untuk menyembuhkan patah hatinya, dan dirinyapun masih butuh waktu untuk menyelesaikan kuliah dan mempersiapkan diri untuk menjadi laki-laki yang pantas untuk perempuan yang sudah dewasa seperti Sofi, supaya tidak diremehkan dan dianggap anak-anak terus. Itu mengapa Danan memutuskan untuk menempuh "jalur lambat". Danan memang tidak menyerah, tapi untuk saat ini, Danan tidak mau mendesak Sofi dan terburu-buru.

Diantara tujuannya untuk memiliki hubungan yang lebih dari sekedar guru-murid dengan Sofi, dan strateginya untuk mengambil rute "jalur lambat", Danan mengambil satu langkah besar. Mereka memang tidak jadi pacaran karena Sofi menarik lagi tawarannya, tapi sejak itu Danan tidak lagi memanggil "Mbak" pada Sofi dan mulai menggunakan "aku-kamu" saat hanya bicara berdua, telepon atau berkirim pesan singkat. Sofi tentu saja risih dan marah, tapi Danan tidak peduli.

"Sejak dulu kan kita juga saling memanggil gue-lo. Apa bedanya dengan sekarang? Aku cuma mengganti bahasa Betawi dengan bahasa Indonesia. Harusnya kamu seneng dong kalau sekarang aku berbahasa lebih baik. Kan kamu yang biasanya protes kalau bahasaku sembarangan," kata Danan ngeles, dengan sok cool, ketika Sofi protes karena merasa jengah dengan perubahan cara bicara Danan padanya.

"Nan! We know it's not simply about languange!"

"Wah, bagus deh kalau kamu sadar bahwa ini bukan sekedar perubahan bahasa aja," jawab Danan santai.

"Kita ini dosen dan mahasiswa. Ga sepantasnya lo ngomong dengan cara begitu ke gue."

"Trus kalo dosen pantes ngomong lo-gue ke mahasiswa?" Danan membalikkan.

"Nan!"

"Saat perkuliahan, kita adalah dosen dan mahasiswa, dan saya akan tetap ngomong sama Bu Sofi selayaknya berkomunikasi dengan dosen lain," kata Danan. "Di luar perkuliahan, selama 7 tahun ini kita udah lebih dari sekedar teman kan?"

"Kita nggak pacaran!" kata Sofi memperingatkan.

"Iya, iya. Tahu kok," jawab Danan kalem, "Nggak usah diulang-ulang gitu juga dong penolakannya. Sakit karena penolakan kemarin aja belum sembuh, sekarang udah ditolak lagi."

"Gue tuh nggak mau ngasih harapan palsu."

"Lha yang kemarin nawarin pacaran, siapa ya?"

"Sori. Sori. I was out of my mind. Anggap aja gue nggak pernah ngomong gitu. Waktu itu gue terbawa su ___"

"Kamu kira aku aku ini Attar kan? Iya, udah tahu. Nggak usah diulang juga."

Sofi mingkem.

"Lagian kan aku udah bilang, aku nggak keberatan pacaran sama kamu, meski cuma pelarian," lanjut Danan.

"Laki-laki sebaik lo pantas mendapat yang lebih baik daripada gue."

"Udah ah, nggak usah kebanyakan mikir," Danan akhirnya memutus perbincangan mereka yang seperti tiada berakhir. "Kita nggak pacaran. Dan kamu sudah mempertegasnya berkali-kali. Kamu juga nggak ngasih aku harapan palsu. Aku sangat tahu dimana posisiku. Aku cuma nggak mau bohong sama diriku sendiri. Aku nggak bisa lagi anggap kamu guru les, dosen atau kakak. Manggil kamu dengan Mbak bikin aku merasa munafik sama diriku sendiri."

* * *

Faktor kedua yang penting diperhatikan dalam mengembangkan formula suatu produk adalah sifat fisikokimia zat aktif (atau obat). Jika kita ingin membuat obat antidiabetes yang dikonsumsi secara oral (diminum) melalui saluran cerna, tapi zat aktif obatnya rusak kalau kena cairan lambung dan sulit diserap ke pembuluh darah melalui usus, kan ribet ya? Itu mengapa penting untuk memahami sifat fisikokimia suatu obat sebelum memutuskan rute pemberian dan bentuk sediaan yang paling tepat untuk mendapatkan tujuan pengobatan yang optimal.

Setelah mengenal Danan selama tujuh tahun terakhir membuat Sofi paham bahwa Danan adalah tipe orang yang jika sekali punya tujuan, dia akan melakukan segalanya untuk mencapai tujuan tersebut. Lihat saja bagaimana akhirnya Danan berhasil meyakinkan orangtuanya untuk menerima keputusannya tidak menjadi dokter.

Sofi tidak suka dipaksa. Itu mengapa Sofi memilih menjauh dari Danan ketika Danan makin menunjukkan ketertarikannya pada dirinya. Sofi sayang pada Danan, seperti pada adik atau muridnya sendiri, sehingga sebenarnya berat baginya untuk mengabaikan pesan-pesan WhatsApp Danan, atau bersikap acuh pada pemuda itu saat bertemu di kampus.  Tapi Sofi sadar bahwa jika dia bersikap baik pada Danan, pemuda itu akan terus salah paham padanya, dan takutnya akan terus berharap padanya.

Selain karena Sofi sendiri yang belum sepenuhnya bisa move on dari Attar, Sofi juga mahfum bahwa kalaupun ia menerima perasaan Danan, tidak ada masa depan bagi hubungan mereka. Orangtua Danan pasti akan menolaknya, seperti ibu Attar menolak dirinya. Barangkali nanti perbedaan usia dan status sosial akan menjadi alasannya. Saat ini Sofi sudah memiliki hubungan yang sangat baik dengan orangtua Danan, dan dia tidak ingin menghancurkan hubungan itu untuk sebuah hubungan lain yang tidak punya masa depan. Andaipun ia menerima perasaan Danan, mereka tidak akan bisa bersama tanpa restu orangtua kan.

Namun, meski Sofi sudah sekuat tenaga menjauhi dan mengabaikan Danan selama berminggu-minggu, Sofi tidak terlalu kaget lagi ketika mendapati Danan tidak juga menyerah. Berbekal alibi membutuhkan pembimbing untuk persiapan kompetisi kefarmasian antar universitas, Danan berhasil mempersuasi Rahman (senior Sofi yang juga seorang dosen dan saat ini menjabat sebagai koordinator kemahasiswaan, sehingga berwenang untuk mengambil keputusan tentang kegiatan kemahasiswaan di fakultas) untuk menugaskan Sofi membimbing Danan dan kedua temannya dalam mempersiapkan diri untuk kompetisi tersebut. Berkat persiapan kompetisi itu akhirnya Sofi tidak bisa lagi menjauhi Danan seperti rencananya semula.

Ketika seorang farmasis telah mengetahui sifat fisikokimia zat aktif obat yang sulit diberikan melalui rute oral, maka farmasis tersebut harus memutuskan untuk mendesain sediaan obatnya dalam bentuk lain sehingga dapat diberikan melalui rute lain. Begitu pun Sofi ketika sudah memahami sifat Danan yang tidak akan menyerah dan terus berusaha, pada akhirnya ia terpaksa menerima kenyataan bahwa ia tidak bisa selamanya menjauhi dan menghindari Danan selagi mereka masih terus bertemu di kampus yang sama. Akhirnya Sofi sampai pada tahap menyerah untuk mendorong Danan menjauh. Apalagi Sofi sendiri sebenarnya merasa nyaman dengan keberadaan Danan di sekitarnya. Selepas dia putus dari Attar, keberadaan Danan yang humoris selalu berhasil membuatnya tertawa dan tidak melulu sedih teringat Attar. Sehingga meski enggan, Sofi terpaksa mengaku bahwa dia menikmati keberadaan Danan di sekitarnya, dan menikmati perlakuan manis Danan terhadapnya. Barangkali dia jahat karena memanfaatkan Danan semata untuk mengobati patah hatinya dengan hanya menjadikannya pelarian. Tapi untuk sekali ini saja, Sofi ingin berlaku egois. Untuk saat ini, Sofi memutuskan ingin menikmati kebersamaannya dengan Danan sampai pemuda itu lulus. Dalam hati Sofi berjanji untuk terus mengingatkan pada dirinya sendiri untuk tidak kebablasan naksir sungguhan pada Danan, karena masa depan mereka hanya akan menjadi tragedi.

* * *

Ditinjau dari bentuk produk, obat dapat berbentuk padat (misal puyer, bedak, granul, kapsul, tablet, serbuk inhaler, suppositoria), semipadat (misal salep, krim, gel, pasta) atau cair (misal sirup, suspensi, emulsi, obat tetes, obat kumur). Dengan mengetahui sifat fisikokimia zat aktif, seorang farmasis bisa menentukan rute pemberian yang tepat (melalui saluran cerna, melalui rektum, melalui kulit, melalui saluran nafas, melalui injeksi, dsb) untuk mendapatkan efek obat yang optimal. Dan setelah menentukan rute pemberian, seorang farmasis dapat menentukan bentuk sediaan yang paling tepat.

Dengan memahami sifat Sofi yang tidak bisa dipaksa, Danan memutuskan untuk mengambil rute jalur lambat untuk mendekati Sofi. Dia memanfaatkan keaktifannya dalam berbagai perlombaan kefarmasian di tingkat nasional dan internasional untuk meminta dukungan dari koordinator kemahasiswaan fakultas, Pak Rahman. Berbekal track record nya yang telah membawa banyak kemenangan bagi universitas mereka pada beberapa lomba, maka dengan alasan butuh bimbingan dosen supaya kali itu bisa lagi membawa pulang emas pada kompetisi nasional tersebut, Danan berhasil membujuk Pak Rahman untuk menugaskan Sofi menjadi pembimbing dalam persiapan kompetisi mereka. Hal itu membuat Sofi tidak bisa lagi menghindari Danan.

Saat ini barangkali bentuk hubungannya dengan Sofi hanya sebatas dosen dan mahasiswa. Tapi Danan tidak putus asa. Dia akan terus memanfaatkan setiap kesempatan untuk membuat dirinya makin dekat dengan Sofi dan membuat Sofi nyaman dengan keberadaannya. Danan berharap suatu saat Sofi akan merasa terlalu nyaman bergantung pada dirinya, sehingga tidak lagi berusaha melepaskan diri darinya. Meski belum tahu kapan, Danan optimis akan berhasil mengubah bentuk hubungan mereka.

* * *

Setelah menentukan bentuk sediaan obat seperti apa yang akan dibuat, seorang farmasis perlu memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi stabilitas sediaan tersebut. Dengan menyadari faktor-faktor yang dapat menyebabkan ketidakstabilan/kerusakan suatu produk, maka seorang farmasis dapat mencegahnya.  Misal, suatu produk krim yang mengandung minyak nabati berisiko untuk menjadi tengik akibat terjadinya oksidasi. Dengan menyadari risiko tersebut seorang farmasis bisa menambahkan zat antioksidan sehingga krim tersebut tidak tengik.

Pada hubungannya dengan Sofi, Danan menyadari bahwa faktor risiko terbesar yang harus dihadapinya adalah restu orangtua. Sofi sendiri memiliki trauma yang mendalam dengan hubungan percintaan terkait restu orangtua. Meski kedua orangtuanya memiliki hubungan yang dekat dan baik dengan Sofi, Danan tidak bisa membohongi dirinya sendiri bahwa kemungkinan hubungan baik antara Sofi dan orangtuanya karena orangtuanya menganggap Sofi sebagai dosen dari anaknya. Sikap orangtuanya pada Sofi bisa saja berubah drastis jika Danan mengaku bahwa ia ingin menikahi Sofi, terutama mengingat usia Sofi yang 6 tahun lebih tua darinya. Tidak semua orangtua bisa menerima jika anak lelakinya menikah dengan perempuan yang lebih tua kan? Dan Danan perlu mencegah agar hal tersebut tidak terjadi.

Salah satu cara yang ditempuh Danan adalah dengan menciptakan citra baik tentang Sofi di mata orangtuanya. Secara kontinu, meski tidak terlalu intens, Danan menyelipkan cerita-cerita baik tentang Sofi kepada kedua orangtuanya. Misal, tentang cara mengajar Sofi yang eksentrik namun mampu membuat Danan memahami mata kuliah tersebut sehingga dia selalu mendapat nilai A pada matakuliah - matakuliah Teknologi Farmasi. Dia juga bercerita tentang Sofi yang selalu bersedia menjadi pembimbingnya (baik resmi maupun hanya pembimbing spiritual) setiap dia mengikuti kompetisi kefarmasian sehingga bisa memenangkan banyak kompetisi.

Demi membuat orangtuanya tidak kecewa pada pilihannya untuk menjadi farmasis, Danan berupaya keras supaya bisa tetap berkontribusi pada rumah sakit yang dirintis ayahnya. Pada tiap libur semester, ia minta ijin pada ayahnya untuk diperbolehkan magang di instalasi farmasi di rumah sakit tersebut. Hal tersebut tentu disambut sangat baik oleh ayahnya. Dan ayahnya mulai menerima kenyataan bahwa tanpa menjadi dokterpun, Danan tetap bisa memajukan rumah sakit yang dirintisnya. Apalagi pada beberapa kali kesempatan magang, Danan berhasil mengusulkan beberapa inovasi yang dapat meningkatkan efisiensi kerja di instalasi farmasi rumah sakit tersebut, dan hal itu membuat ayahnya bangga pada Danan.

"Sebenarnya itu Mbak Pia sih yang ngusulin itu, Pak. Jaman sekarang dokter dan farmasis kan emang harus bekerja sama dan saling crosscheck untuk mengoptimalkan pemakaian antibiotik yang rasional dan mencegah resistensi antibiotik yang makin parah, Pak," kata Danan, berusaha membuat impresi baik tentang Sofi di mata ayahnya. Lagipula dia tidak bohong. Seringkali obrolannya dengan Sofi memang berbuah ide bagi peningkatan kinerja instalasi farmasi di rumah sakit ayahnya.

Pada semester 6, Danan memberanikan diri untuk mengikuti pemilihan mahasiswa berprestasi. Berbekal IPnya yang masuk kategori cum laude, attitude dan karakter yang baik, prestasinya yang banyak memenangkan kompetisi kefarmasian baik tingkat nasional maupun internasional, karya tulisnya yang dibimbing Sofi dan latihan debat bahasa Inggris dengan Sofi, Danan berhasil memperoleh gelar Mahasiswa Berprestasi (Mapres) Fakultas Farmasi, dan berkesempatan untuk berkompetisi di tingkat Universitas dan kemudian Nasional.

Saat memenangkan predikat Mapres Fakultas, orangtua Danan diundang dan turut hadir pada acara penganugerahan tersebut. Saat itu akhirnya Danan berhasil menunjukkan kepada orangtuanya bahwa ia bisa membanggakan orangtuanya meski bukan sebagai dokter.

"Selamat ya, Pak, Bu," kata Sofi, memberi selamat kepada kedua orangtua Danan yang baru turun dari podium untuk menemani Danan menerima gelar Mapresnya. "Bapak dan Ibu pasti bangga punya anak yang berprestasi seperti Danan. Saya aja bangga punya mahasiswa seperti Danan, apalagi Bapak dan Ibu sebagai orangtuanya pasti bangga banget."

Danan yang berdiri di samping ibunya tersenyum lebar mendengar pujian Sofi. Hidungnya kembang kempis menerima pujian dari pujaan hatinya. Kalau lengannya tidak sedang digandeng oleh ibunya, pasti dia sudah terbang melayang-layang dipuji begitu.

Seperti kebiasaannya sejak 7 tahun lalu, Sofi mencium tangan kedua orangtua Danan saat memberi selamat.

"Aduh, Mbak Sofi harusnya nggak cium tangan. Kan sekarang Mbak Sofi adalah dosennya Danan," kata ibunya Danan, salah tingkah dan sungkan.

Sofi tertawa. "Harusnya Ibu juga nggak perlu manggil saya mbak lagi. Kan sejak dulu saya udah anggap Danan seperti adik. Jadi Bapak dan Ibu bisa manggil nama saya aja, seperti Bapak dan Ibu manggil Danan."

Hhhh,,,masih aja dianggap adik. Pahit, pahit, pahit, Danan membatin.

"Anak tengil dan pemberontak ini bisa berprestasi sebanyak ini, semua ini karena Sofi. Terimakasih ya," kata ayahnya Danan.

"Bukan karena saya kok Pak. Itu karena kerja keras Danan sendiri."

Ayah Danan meletakkan tangannya di bahu Sofi. Sudah lama Sofi tidak merasakan perlakuan seorang ayah seperti ini sejak ayahnya meninggal. Hal ini membuat Sofi terharu.

"Danan cerita bahwa selama ini Sofi yang membimbing Danan tiap kali  akan ikut kompetisi. Bahkan untuk persiapan Mapres ini, Sofi juga yang bantu Danan mengoreksi karya tulisnya dan berlatih debat bahasa Inggris kan?" kata ayah Danan lembut.

"Makasih banyak ya, Sofi," lanjut ibunya Danan sambil mengelus lengan Sofi. "Semoga Sofi mau bimbing Danan terus setelah ini. Dia masih harus menyiapkan diri untuk pemilihan Mapres universitas kan?"

Dua bulan kemudian, saat malam apresiasi Mapres Universitas, Sofi bertemu lagi dengan orangtua Danan. Dan meski Danan tidak berhasil menjadi Mapres Universitas sehingga tidak bisa mewakili kampus mereka dalam pemilihan Mapres Nasional, tapi orangtua Danan sudah sangat bangga karena Danan berhasil menjadi Mapres Juara Dua dan Mapres Terbaik Kategori Debat Bahasa Inggris.

"Besok Sofi ikut kami makan malam di restoran yuk!" ajak ibunya Danan setelah malam apresiasi Mapres itu berakhir. "Danan memang cuma juara dua, tapi kami bahagia banget. Jadi kami mau merayakannya. Dan Danan nggak bisa seperti ini tanpa Sofi."

"Kami akan senang sekali kalau besok Sofi mau ikut merayakan keberhasilan Danan bersama kami. Lagian Sofi sudah seperti keluarga kami. Ya?" ayahnya Dananpun ikut membujuk.

Belum lagi Sofi menjawab, Danan sudah nyamber.

"Iya, pokoknya besok Mbak Pia ikut kita makan malem bareng. Tenang aja, Pak, Bu, besok Danan yang nyulik Mbak Pia!"

Malam itu, meski gagal menjadi Mapres Utama Universitas, suasana hati Danan sangat senang karena melihat kedua orangtuanya menerima Sofi. Danan berdoa semoga kedekatan Sofi dengan kedua orangtuanya bisa berlangsung selamanya.

* * *

Sudah beberapa bulan ini Sofi terbiasa dengan cara Danan memanggilnya. Tidak lagi memanggil "Mbak", Danan selalu memanggilnya "Pia" tiap kali mereka hanya bicara berdua. Dan meski merasa risih pada awalnya, lama-lama Sofi menikmatinya juga. Rasanya seperti memiliki panggilan khusus dari pemuda itu.

Saat di kelas atau sedang ada mahasiswa lain di sekitar mereka, Danan memang tetap memanggil "Bu Sofi" sehingga Sofi sudah terbiasa dengan "panggilan sayang yang hanya dikatakan secara sembunyi-sembunyi" itu. Tapi entah kenapa saat Danan memanggilnya "Mbak Pia" di hadapan orangtua pemuda itu, Sofi merasakan perasaan aneh.

Dia tidak suka.

Apa Danan manggil gue "Mbak" di depan orangtuanya karena malu atau takut kalau hubungan kami ketahuan?

Lalu tiba-tiba Sofi terkesiap sendiri. Apa maksudnya itu? Kenapa dia bisa berpikir begitu.

Bego lo, Sof!  Emang lo ada hubungan apa sama Danan? Kan lo sendiri yang udah nolak dia!

Apa itu artinya Sofi berharap dirinya dan Danan memiliki hubungan khusus?

* * *

Post test: Sebutkan faktor-faktor yang perlu diperhatikan saat kita ingin mengembangkan hubungan kita dengan sang gebetan!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top