34. Agitasi
"Bang Attar..."
Sofi langsung bangkit dan menghampiri Attar yang berdiri di depan pintu. Sementara Danan mengawasi mereka berdua.
"Kok nggak bilang bahwa mau dateng? Yuk, masuk!" katanya sambil menggamit tangan Attar.
Tapi Attar menepisnya. Membuat Sofi dan Danan kaget dengan sikap Attar.
"Aku sudah WhatsApp Sofia dari tadi. Tapi jangankan dibalas, dibacapun nggak. Ternyata lagi sibuk," jawab Attar sambil mengadu tatapannya dengan Danan.
Danan tahu kata-kata Attar barusan ditujukan untuk menyerangnya. Maka dia bertahan untuk tidak memutuskan kontak matanya dengam Attar. Dia tidak takut.
Ketika Attar mengalihkan tatapannya kepada Sofi, dia melihat mata Sofi yang kebingungan. Tapi dia tidak peduli. Hatinya sendiri sedang kebingungan.
Lalu tiba-tiba Attar sudah berbalik badan dan keluar dari rumah Sofi. Bergegas Sofi mengejar Attar yang sudah keluar pagar rumahnya dan membuka pintu mobilnya.
"Bang! Itu tadi Danan minta tolong aku buat revisi proposalnya buat lomba. Abang kayaknya salah paham," kata Sofi cepat sebelum Attar masuk ke mobil dan menutup pintunya.
Tapi toh setelah mendengar penjelasan itu Attar tetap tidak terpengaruh. Dia tetap menutup pintu mobilnya dan bersiap pergi. Bergegas Sofi berdiri di depan mobil Attar, menghadangnya.
Dari balik kemudinya Attar mendengus sambil menatap Sofi.
"Tolong buka pintunya, Bang. Kita perlu bicara," bujuk Sofi.
Meski mendengus lagi, tapi akhirnya Sofi mendengar suara pintu mobil dibuka. Diapun segera melangkah ke pintu kiri mobil, kursi penumpang, lalu membukanya dan duduk di sebelah Attar.
Danan memperhatikan mereka berdua dari pintu rumah Sofi sambil berharap mereka benar-benar bertengkar lalu putus. Jahat memang. Tapi namanya juga cinta.
"Abang marah?" tanya Sofi hati-hati. "Maaf aku nggak ngecek hape, jadi nggak balas WhatsApp Abang."
Attar hanya diam. Memegang kemudi dan menatap ke jalanan di hadapannya, meski mesin mobil sudah dia matikan.
"Bang..."
"Aku nggak suka lihat Sofia dekat sama anak itu," kata Attar akhirnya. Setelah sekian lama memendam perasaannya tentang Danan untuk menjaga perasaan Sofi, akhirnya dia tidak tahan juga.
"Bang, kami sudah kenal lama. Sejak Danan SMP. Dia murid aku, sekarang mahasiswa aku. Kami nggak ada hubungan seperti yang Abang duga. Danan udah aku anggap seperti adik."
"Memangnya dia menganggap kamu sebagai kakak?!" tukas Attar keras.
Empat tahun lebih mereka saling kenal. Sudah setahun lebih mereka pacaran. Tapi baru kali ini Sofi mendapati tatapan mata dan intonasi suara yang mengerikan. Dan Sofi tetap tidak mengerti kenapa Attar harus semarah ini tentang Danan. Toh mereka sudah saling kenal. Sofi juga tidak pernah sembunyi-sembunyi bertemu Danan. Kenapa Attar harus curiga dan marah?
Dari pintu rumah Sofi, Danan merasa ada yang tidak beres. Dari ekspresinya, kedua orang di dalam mobil itu nampak sedang bertengkar. Dan Danan tidak mau terjadi sesuatu pada Sofi kerena pertengkaran akibat dirinya.
Melihat Danan berjalan menghampiri mobilnya, Attar jadi makin sengit.
"Tuh, dia khawatir kamu bakal aku apa-apain," kata Attar ketus sambil menunjuk Danan dengan dagunya. Membuat Sofi menoleh dan mendapati Danan makin mendekat ke mobil Attar. "Aku masih menghormati Ibu kamu, aku nggak mau berkelahi disini. Kalau kamu nggak mau dia kenapa-kenapa, urus tuh brondongnya kamu!"
Sofi menatap Attar dengan campuran bingung dan marah. Bingung karena ini pertama kalinya Attar bersikap semarah itu sampai mengancam segala, dan marah karena Attar menuduhnya macam-macam dengan Sofi.
Tanpa menjawab, Sofi turun dari mobil Attar, lalu menutup pintu mobil, tepat sebelum Danan mengetuk pintunya.
"Are you okay, Mbak?" tanya Danan khawatir. "Did he do or say something that hurt you?"
"I'm okay, Nan," jawab Sofi. "Lo pulang ya."
"Gue bisa jelasin ke____"
"Nan, please... " kali ini Sofi memohon sambil menahan tangan Danan yang bersiap melangkah ke arah Attar.
Mengepalkan tangannya karena menahan geram, tapi akhirnya Danan menyerah. "Gue pulang sekarang. Nanti gue telepon."
Sofi tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya memperhatikan Danan kembali ke dalam rumah, mungkin membereskan laptop dan ranselnya dan pamit kepada ibunya Sofi. Tidak lama Danan keluar lagi dari rumah Sofi dengan membawa ransel di pundak dan kresek kecil di tangannya.
"Mama ngasih bekel panacotta kesukaan gue. Udah sengaja bikin buat gue katanya," kata Danan memberi tahu Sofi sambil menaiki motornya.
Sofi hanya mengangguk singkat dan tersenyum kaku.
Tanpa banyak bicara lagi, Dananpun melajukan motornya pergi setelah melempar tatapan tidak ramah pada Attar yang masih duduk di dalam mobil.
Setelah sosok Danan dan motornya menghilang, Sofi kembali membuka pintu mobil Attar. "Ayo masuk, Bang. Kita ngomong di dalam___"
"Kita ngomong disini aja," putus Attar cepat. Dia khawatir perdebatannya kali ini dengan Sofi akan sengit. Dia tidak mau melibatkan ibunya Sofi dalam masalah mereka.
Mendesah, Sofi kembali masuk ke mobil Attar.
"Bang... " Sofi memanggil dengan hati-hati. Yu
"Sejauh apa hubungan kamu sama anak itu?"
Sepanjang yang Sofi ingat, Attar lebih sering memanggilnya Sofia daripada kamu. Tapi kali itu Attar sudah berkali-kali memanggilnya kamu. Apa itu berarti Attar semarah itu padanya?
"Sejauh apa, gimana maksud Abang? Abang udah tahu sendiri bahwa dia dulu murid les aku. Dan kebetulan sekarang dia mahasiswa aku. Udah, gitu aja."
"Kamu tuh bodoh, naif atau ngga peduli sih?!"
Sofi terkesiap. Baru kali ini Attar menghardiknya. Matanya panas, siap menangis. Tapi dia tidak akan menangis.
"Dia bukan murid les biasa, Sofia. Dia memanggil ibu kamu dengan Mama, bahkan aku masih sungkan memanggil beliau Mama. Ibu kamu bahkan tahu makanan kesukaannya. Apa ibu kamu tahu makanan kesukaanku?"
"Itu karena Mama udah anggap Danan seperti anak sendiri, Bang. Karena aku anggap dia adik."
"Aku yang bakal jadi menantu Ibu, dan beliau menganggap laki-laki lain sebagai anaknya?"
"Bukan gitu maksudnya, Bang____"
"Kata kamu, dia pinter banget. Tapi kenapa dia gagal masuk FK? Bahkan Sarah akhirnya berhasil___"
"Itu karena Danan mengejar Sarah, Bang. Kan aku pernah bilang bahwa Danan naksir Sarah sampai mengejar Sarah ke Farmasi."
"Perempuan yang dia kejar sampai ke Farmasi itu bukan Sarah! Perempuan itu kamu, Sofia!" kata Attar membentak frustasi.
Attar sungguh tidak ingin Sofi sadar pada perasaan Danan terhadap gadis itu. Tapi jika Sofi tidak sadar perasaan pemuda itu padanya, rasanya nyaris mustahil meminta Sofi mengerti perasaan Attar dan menjauhi Danan. Maka dengan terpaksa Attar harus menyadarkan Sofi.
Sofi siap membuka mulutnya, tapi tidak ada satu katapun yang keluar.
"Kamu sekarang udah tahu perasaan dia terhadap kamu kan? Jadi kalau kamu masih menganggap serius hubungan kita, tolong jangan terlalu dekat lagi sama dia. Aku nggak suka. Sudah lama aku menahan diri, Sofia, tapi dia seperti sengaja menguji kesabaranku dan terus mendekati kamu____"
"Dia nggak mendekati aku, Bang. Kami cuma bimbingan___."
"Aku nggak pernah membimbing mahasiswaku di rumah!"
Wajah Sofi sudah memerah. Dan dia kehabisan energi dan kata-kata. Sejak tadi Attar terus menerus memojokkannya tanpa mau menerima atau mengerti satupun pembelaan darinya.
"Padahal aku sudah berjuang keras sampai akhirnya Ummi mau menerima kamu, Sofia. Tapi kamu malah asik-asikan berduaan sama laki-laki lain di belakangku," Attar melanjutkan.
Mata Sofi membulat. Bukan hanya karena mendengar informasi tentang persetujuan ibunya Attar, tapi juga karena tuduhan Attar terhadapnya.
"Ummi akhirnya setuju untuk silaturahmi kesini, ketemu ibumu. Mau mencoba mengenal keluargamu. Tapi kalau kamu terus bersikap begini, aku harus bilang apa sama Ummi? Pantas aja waktu lihat kamu dan Danan di mall saat itu, Ummi langsung nggak respek sama kamu. Kamu itu pacarku, kita bahkan berencana menikah, tapi kamu bisa santai banget pegang-pegangan sama laki-laki lain. Kamu____"
"Cukup ya Bang!" potong Sofi dengan tegas. Sofi meremas tangannya sendiri dengan terlalu erat, mencoba mengendalikan emosinya setelah mendengar semua perkataan Attar. "Saya pegang-pegangan sama laki-laki lain? Apa kabar Abang yang rangkul-rangkulan sama perempuan lain? Laki-laki lain yang Abang tuduh itu nggak ada hubungan apa-apa sama saya, selain sebagai mahasiswa dan dosen. Tapi Abang sama perempuan itu? Kalian bahkan dijodohkan! Abang bilang cuma Abang yang berjuang keras supaya Ummi menerima saya? Abang pikir apa yang selama ini saya lakukan untuk mendapatkan hati ibu Abang yang bahkan sejak awal sudah menolak saya?! Danan suka sama saya, itu urusan dia. Saya nggak bisa mencegahnya. Tapi harusnya Abang tahu bahwa saya cinta sama Abang."
Attar terhenyak. Perempuan di hadapannya itu kini bicara dengan nada suara 2 oktaf lebih tinggi, dengan wajah merah, menggunakan kata saya alih-alih aku, dan... mata yang penuh air mata?
"Saya cinta sama Abang. Cinta banget..." Dan akhirnya air mata itu menuruni pipi gadis di hadapannya. "Tapi kelihatannya saya nggak bisa lagi bersama Abang. Saya nggak punya restu dari ibu Abang, dan bahkan saya nggak punya kepercayaan dari Abang. Saya sudah nggak punya apa-apa lagi, Bang, untuk bertahan dengan hubungan ini."
Attar tiba-tiba merasa panik. Bukan ini maksud perkataannya tadi.
"Ummi nggak perlu lagi repot-repot mencoba mengenal keluarga saya. Abang juga nggak perlu lagi berjuang sendirian. Maaf sudah menyusahkan Abang selama ini."
Sofi menghapus air matanya dengan kasar, lalu membuka pintu mobil Attar. Sebelum Attar sempat mencegah, Sofi sudah turun dari mobilnya dan menutup pintunya.
Barangkali Sofi juga sudah menutup pintu hatinya.
* * *
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top