26. Sweet Feeling

Sudah lewat 1 jam sejak Sofi masuk ke dalam kamarnya selepas makan malam. Biasanya, setelah masuk kamar, Sofi akan langsung mengerjakan tugas kampus atau langsung tidur. Tapi kali itu dia tidak bisa melakukan apapun selain tidur bolak-balik di atas kasur, sambil liat hape dan senyum-senyum sendiri.

Attar Thariq: Aku udah sampe rumah, Sofia.

Pesan itu diterima Sofi tadi sore, 30 menit setelah Attar pamit pulang dari rumahnya. Tidak ada yang spesial dari pesan itu. Tapi bagi Sofi, pesan itu spesial. Ini pertama kalinya Attar mengirim pesan seperti itu.

Selama tiga tahun, Sofi berkali-kali berbalas pesan dengan Attar. Tapi belum pernah ia menerima pesan sepersonal itu. Attar bukan mengirim pesan sembarangan, dia melapor pada Sofi bahwa dia sudah sampai rumah. Dan laporan semacam itu biasanya hanya dilakukan oleh suami-istri atau mereka yang sedang pacaran. Membaca pesan itu, lagi-lagi membuat pipi Sofi memanas.

Sofi menyentuh bibirnya, lalu tiba-tiba teringat lagi pada apa yang dilakukan Attar tadi siang. Jadi seperti itu rasanya ciuman? Itu ciuman pertamanya, sehingga bahkan dengan mengingatnya saja jantung Sofi berdebar-debar.

Hanya orang bodoh yang tidak jatuh hati pada Attar. Lelaki itu adalah paket komplit yang bisa diidamkan perempuan. Bukan hanya wajah Timur Tengahnya saja yang mampu membuat perempuan menoleh, sikapnya yang tegas tapi suka bercanda tidak mungkin gagal menarik perhatian perempuan. Sikapnya yang mudah bergaul itu membuatnya bisa gonta-ganti pacar dengan mudah. Sebenarnya bukan salah Attar juga kan. Sangat wajar kalau pria tampan gonta-ganti pacar. Kalau laki-laki tampan single melulu sampai seusia Attar, justru patut dicurigai kan?

Sofi juga bukan perempuan luar biasa. Dia tidak luput dari pesona Attar. Sejak awal pertemuan awal mereka, Sofi sudah mengagumi wajah tampan Attar. Tapi untuk jatih cinta? Sofi sama sekali tidak berani. Bima saja, yang sudah bersamanya selama bertahun-tahun, tidak pernah meliriknya sebagai perempuan kan. Jadi mustahil Attar akan meliriknya.

Pun ketika akhirnya Attar memintanya menjadi pacarnya, alih-alih bahagia, Sofi justru khawatir. Karena pengalaman masa lalunya dengan cowok-cowok tampan yang selalu memanfaatkan atau mempermainkannya, dan mengingat kondisi keluarganya, Sofi selalu curiga dengan ketulusan Attar dan selalu takut dirinya (dan keluarganya) tidak pantas untuk Attar. Daripada patah hati belakangan setelah terlanjur cinta mati, mendingan tidak dimulai sama sekali kan?

Tapi Attar benar. Selama tiga tahun sejak Sofi menolaknya, Attar sama sekali tidak kelihatan tersinggung, dan bukannya menjauh, tapi malah terus menjaga komunikasi. Attar juga yang memberinya informasi tentang beasiswa-beasiswa yang bisa diusahakannya, dan memberinya checklist dan file-file yang dibutuhkan untuk mengajukan beasiswa master. Selama dua tahun Sofi kuliah di Belanda, Attar sesekali mengiriminya pesan. Bukan pesan spesial, tapi bagi anak rantau yang kangen rumah, pesan Attar selalu mampu menghangatkan hatinya. 

Pesan-pesan Attar bukan jenis pesan yang dikirimkan setiap hari atau tiga kali sehari. Kadang Attar baru mengajaknya ngobrol di chat sebulan sekali. Tapi bagi Sofi, justru itu yang dibutuhkannya. Perhatian yang pas, tidak berlebihan, tidak menuntut atau mengintimidasi dan tidak membuatnya risih.

"Apa aku cuma GR karena menganggap Sofia merasa nyaman dengan hubungan kita?"

Mengingat pertanyaan Attar tadi siang, tentu Sofi tidak bisa berbohong. Dia memang merasa nyaman dengan sikap Attar terhadapnya. Rasanya pas, tidak kurang dan tidak berlebihan. Kebaikan Attar yang ditunjukkannya selama bertahun-tahun bahkan tanpa sadar sudah berhasil membuat Sofi tidak sedih lagi saat menerima undangan pernikahan Bima.

Maka ketika tadi akhirnya Attar menyatakan perasaannya lagi, Sofi tidak lagi punya alasan untuk menolak. Benar kata Attar, meski wajahnya tampan, selama tiga tahun dia secara konsisten menunjukkan bahwa dia bukan laki-laki brengsek. Sofi beberapa kali melihat beberapa mahasiswi (atau rekan perempuan Attar sesama dosen) mendekati laki-laki itu, tapi laki-laki itu selalu berhasil menolak dengan tegas tapi dengan sikap yang tetap ramah. Barangkali itu kenapa Sofi dulu menganggap Attar playboy, karena sikapnya yang terlalu ramah pada banyak orang (perempuan) sehingga sering memicu salah paham. Tapi setelah tiga tahun mengenalnya, Sofi jadi maklum, masa Attar harus bersikap jutek hanya supaya tidak banyak yang naksir dia? Itu kan juga nggak benar.

Hal lain yang menjadi pertimbangan Sofi adalah perbedaan status keluarga mereka. Dari segi finansial, jelas keluarga Attar lebih tinggi dibanding keluarganya, meski Attar tidak pernah menunjukkannya. Sofi juga pernah mendengar beberapa kali temannya yang keturunan Arab biasanya dijodohkan dengan sesama keturunan Arab juga. Itu yang membuat Sofi selalu ragu pada Attar. Dia takut Attar hanya main-main dengannya sebelum pada akhirnya menikah dengan perempuan pilihan orangtuanya.

Tapi ciuman Attar tadi berhasil mengusir semua keraguan itu. Sofi barangkali masih ragu pada hubungan mereka, tapi dia tidak lagi ragu pada Attar. Barangkali memang status keluarga dan keturunan akan menjadi tantangan bagi mereka, tapi Attar berhasil meyakinkannya bahwa dia akan memperjuangkannya. Jadi alasan apa lagi yang bisa Sofi katakan untuk menolak Attar jika Sofi sendiri sudah sedemikian percaya pada Attar? Akhirnya Sofi memutuskan untuk memberi dirinya kesempatan untuk bahagia dan tidak terlalu khawatir pada kemungkinan buruk yang belum tentu akan terjadi. Sarah bersikap baik padanya, jadi kan barangkali ibunya Attar juga bisa menerimanya? Iya kan?

Getaran ponsel membuat Sofi tersadar dari lamunannya. Nama Attar tertera di layar ponselnya. Dan jantung Sofi rasanya ingin meloncat keluar.

Ini bukan pertama kalinya Attar meneleponnya, tapi dengan kejadian tadi siang, rasanya tidak akan sama lagi.

* * *

"Sofia lagi apa?" tanya Attar setelah saling bertukar salam dengan Sofi.

"Nggak ngapa-ngapain. Kenapa Bang?" tanya gadis itu dari seberang telepon. Karena sudah beberapa kali bicara di telepon dengan Sofia, Attar menyadari bahwa suara Sofia seperti agak gugup.

Pasti dia lagi salah tingkah, pikir Attar GR. Biasanya sih begitu yang terjadi pada mantan-mantannya saat awal-awal mereka pacaran. Malu-malu, salah tingkah, lalu lama-lama jadi posesif. Attar hanya berdoa semoga kali ini berbeda. Attar senang membayangkan Sofi yang salah tingkah, tapi dia ngeri membayangkan Sofi yang posesif. Tanpa menjadi posesif saja Sofi sudah "menakutkan", apalagi kalau jadi posesif.

"Nggak kenapa-kenapa. Cuma mau telepon aja. Kangen," jawab Attar sambil tersenyum. Dia tahu bahwa yang dikatakannya ini cheesy banget. Tapi namanya lagi kasmaran mah sah-sah aja dong ya.

"Apa sih Bang!"

Attar bisa membayangkan Sofi tersipu lalu menonjok bantalnya.

"Sofia nggak kangen sama aku?"

"Bang!"

Attar tertawa.

"Tapi aku nggak gombal. Aku emang kangen."

"Baru empat jam nggak ketemu."

"Rasanya seperti empat tahun."

"Receh banget deh Bang."

Attar tertawa lagi.

"Udah sana tidur, Bang, biar nggak ngereceh mulu."

Lagi, Attar tertawa.

"Yaudah aku tidur ya," kata Attar akhirnya.

"Iya," jawab gadis di seberang.

Mereka saling terdiam selama beberapa detik sampai akhirnya Attar memutuskan untuk mengeluarkan jurus terakhirnya.

"Aku sayang kamu, Sofia."

Suara hening di seberang. Attar tidak tahu apakah Sofi gugup, pingsan atau sudah menutup ponselnya gara-gara bosan dengan gombalan recehnya.

"Sof, masih disitu?" tanya Attar memastikan.

"Hmm, iya, Bang."

"Aku pikir udah kamu tutup teleponnya. Kenapa kamu diam aja?"

"Hmm, aku harus bilang apa?"

Attar tersenyum. Gini nih kalau dapet yang belum pengalaman, harus diajarin mulai dari yang sederhana.

"Sofia sayang nggak sama aku?" tanya Attar.

Meski tidak segera, beberapa detik kemudian akhirnya Sofia menjawab singkat, malu-malu, "Iya."

"Iya apa?" Attar menuntut.

"Bang, udah deh. Udah mau tidur kan?"

"Jawab dulu, Sofia."

"Iya. Aku kan udah jawab, iya."

"Iya apa?"

"... "

Sofi masih diam, tapi Attar tidak mau terburu-buru. Ia menunggu. Memberi waktu untuk gadis yang menjadikannya sebagai pacar pertamanya.

"Aku sayang Abang."

Ketika akhirnya Attar mendengar kata-kata itu dari gadis di seberang teleponnya, spontan senyumnya terbit sangat lebar.

"Makasih, Sayang," Attar menjawab.

Gadis di seberang, lagi-lagi terdiam. Attar tahu, dia tidak bisa terburu-buru. Untuk saat ini, pengakuan Sofi sudah lebih dari cukup untuknya.

"Aku cinta sama kamu."

Untuk yang baru pacaran belum sampai 24 jam, barangkali kata-kata cinta terlalu berlebihan. Tapi perasaan Attar sudah tumbuh perlahan sejak 3 tahun lalu. Jadi bagi Attar, perasaannya sama sekali tidak terburu-buru atau berlebihan.

Barangkali saat ini ibunya tidak setuju pada Sofi. Barangkali di masa depan, kisah cintanya tidak akan semanis drama korea kesukaan Sofi. Tapi saat ini Attar ingin menikmati perasaan yang manis ini, sehingga dia punya kekuatan untuk menghadapi tantangan yang lebih besar dalam hubungan mereka

***

Mari mengawali Minggu ini dengan hal receh yang manis. Semoga suka ya Kakak2.

* * *

Btw, Kakak2 pembaca lama yg sdh pernah baca YTT/SegitigaBermuda, apakah bisa melihat persamaan sosok Attar disini dan disana? Sekaligus, apakah bisa merasakan perubahan karakter si Abang? 🤭🤭🤭

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top