20. Hard To Get

Danan mengamati wajah gadis di hadapannya yang sedang serius memeriksa lembaran soal. Sudah seminggu ini dia menghabiskan tiap hari bersama gadis itu. Ujian Nasional yang akan dimulai dua hari lagi membuat Danan harus belajar lebih intens. Sofi, gadis di hadapannya, demi persiapan ujian Danan juga menyediakan diri selama seminggu itu untuk menemani Danan mengerjakan latihan-latihan soal ujian.

Ketika Sofi memeriksa lembaran jawaban Danan, dia merasa pengorbanannya menunda penelitiannya selama seminggu, dan keteguhannya menggembleng Danan selama berbulan-bulan, sungguh tidak sia-sia. Danan memang tidak pernah mengecewakannya. Terutama seminggu terakhir itu, Danan tidak pernah lagi melakukan kecerobohan-kecerobohan yang pada awal-awal les dulu sering terjadi. Seiring waktu, Danan makin bisa memfokuskan konsentrasinya dan makin teliti dalam membaca, menghitung dan mengerjakan soal. Bahkan pada soal Bahasa Indonesia yg biasa diremehkannya sehingga dia sering salah baca, Danan kini bisa mendapat nilai sempurna pada latihan-latihan soalnya selama seminggu itu.

Berkat kesibukan bersama Danan (bukan hanya seminggu terakhir) jugalah Sofi berhasil menghalau pikirannya tentang Attar. Sudah dua bulan berlalu sejak Attar memintanya menjadi pacar, dan sejak Sofi tidak membalas pesan lelaki itu pada malam itu, Attar tidak pernah lagi menghubunginya. Semesta juga bersekongkol, tidak membiarkan Sofi dan Attar bertemu di kereta.

Pada seminggu pertama setelah pertanyaan Attar itu, Sofi terus kepikiran. Apakah sikapnya keterlaluan, apakah dia harusnya meminta maaf, apakah Attar serius dengan pertanyaannya, kenapa tiba-tiba Attar memintanya jadi pacar? Semua pertanyaan itu membuat Sofi galau selama seminggu penuh. Tapi setelah dua minggu Attar tidak pernah menghubunginya lagi, Sofi merasa menjadi orang bodoh karena mengkhawatirkan Attar. Sepertinya Attar sendiri tidak terlalu serius dengan pernyataannya. Kalau laki-laki itu serius, pasti laki-laki itu akan menghubunginya lagi. Jika lelaki itu tidak menghubungi lagi, pasti karena lelaki itu tidak serius dengan pernyataannya lalu tiba-tiba tersadar dan menyesali pernyataannya, sehingga memutuskan untuk menjauhi Sofi.

Bukan sekali itu saja Sofi mengalami hal serupa. Dulu saat SMP, dia pernah dekat dengan salah satu cowok paling keren di sekolah. Setelah lama memendam perasaan kepada cowok itu, belakangan Sofi baru tahu bahwa cowok itu mendekatinya hanya demi bisa mencontek PR-PR Sofi dan mendapat tutorial ulangan dan ujian dari Sofi. Saat SMA, nasib percintaannya tidak lebih baik. Seorang cowok ganteng di kelasnya saat kelas X, yang awalnya dekat dengannya, tiba-tiba menjauhi dirinya karena malu digosipkan pacaran dengan gadis jelek seperti dirinya. Di kelas XII cowok paling keren di sekolah sengaja mendekatinya karena sebuah taruhan. Kurang sial apa nasib percintaannya. Itu kenapa alasan Sofi menolak Attar karena terlalu tampan bukanlah alasan yang mengada-ada. Bukan juga alasan untuk sok jual mahal dan memancing rasa penasaran Attar. Sofi memang memiliki trauma berhubungan dengan cowok yang terlalu tampan.

Bima berbeda. Dia memang tampan dan banyak diidolai cewek-cewek di fakultas. Tapi Sofi sudah mengenalnya selama empat tahun. Seseorang tidak mungkin bisa berpura-pura dekat dengan seseorang dalam waktu selama itu. Lagipula Bima jelas hanya menganggap Sofi sebagai teman. Sofi tidak memiliki alasan untuk mencurigai Bima. Berbeda dengan Attar yang baru dikenal Sofi selama beberapa bulan. Meski Sofi tidak punya alasan untuk mencurigai Attar, tapi Attar juga tidak punya alasan yang masuk akal kenapa ingin cewek sejelek Sofi menjadi pacarnya. Itulah kenapa Sofi tidak bisa percaya saat Attar memintanya jadi pacar dan tidak bisa menerima Attar.

* * *

Tatapan mata Danan beralih pada rambut Sofi yang digelung dengan hair stick. Benda itu selalu berhasil meningkatkan kecantikan dan keseksian Sofi sampai seribu persen. Di satu sisi Danan suka melihat penampilan Sofi seperti itu, tapi di sisi lain dia tidak suka kalau laki-laki lain menyadari kecantikan Sofi yang selama ini tersembunyi gara-gara hair stick itu.

"Ikat rambut gue ilang," kata Sofi ketika ditanya kenapa dia tidak pernah lagi mengikat rambutnya dan malam menggelungnya. "Trus gue nemu sumpit suvenir kawinan. Gue pake aja. Hahaha. Lebih dingin juga kayak gini," lanjut Sofi sambil mengelus tengkuknya yang terbuka. Membuat Danan susah payah menelan ludahnya melihat pemandangan itu.

Selewat sepuluh menit memeriksa, Sofi mengangkat wajahnya dari lembaran soal yang sudah dijawab Danan. Danan mendapati gadis itu tersenyum lebar kepadanya.

"Perfect!" kata Sofi bersemangat. "You are such an amazing student!" lanjutnya sambil mengelus kepala Danan.

Danan tidak suka diperlakukan seperti anak-anak. Tapi di sisi lain dia selalu suka saat Sofi mengelus kepalanya. Jadi dia tidak bisa menolak saat Sofi memperlakukannya seperti itu.

"Kalau lo mempertahankan konsentrasi sebaik ini, ga ada yang perlu dikhawatirkan. Lo bakal masuk ke SMA inceran lo."

"SMA inceran orangtua gue," Danan meralat.

"Itu SMA terbaik di Jakarta. Semua orang mengincar SMA itu."

"Gue nggak mengincarnya."

"Fasilitas terbaik. Guru-guru terbaik. Bakat lo nggak bakal tersia-sia disana.  Bakat lo akan terasah dengan baik," kata Sofi bersemangat. "Dengan kecerdasan sebaik itu, asal lo bisa konsentrasi dan teliti, lo bisa ikut olimpiade," Sofi lalu menatap Danan dengan tajam. "Kenapa lo menyembunyikan bakat lo yang luar biasa itu?"

Danan diam. Sudah sejak masuk SMP dia memutuskan untuk tidak mengeluarkan kemampuan terbaiknya. Orangtuanya, terutama ibunya, akan makin bersemangat dan terobsesi menjadikan Danan seorang dokter. Danan bukannya tidak ingin menjadi bermanfaat bagi banyak orang seperti menjadi dokter. Tapi dia ingin jika dia menjadi dokter, itu haruslah karena keputusannya sendiri, bukan karena paksaan orangtuanya. Tapi gadis di hadapannya ini selalu berhasil membuatnya lengah. Gara-gara ingin dipuji oleh Sofi, Danan jadi sering lupa untuk berpura-pura bodoh.

"Yaudah kalo lo ga mau cerita," kata Sofi, setelah lewat tiga menit dan Danan hanya memandangnya dalam diam. "Gue pulang dulu ya."

"Besok lo dateng jam berapa, Mbak?

"Besok gue nggak datang," kata Sofi sambil membereskan alat tulisnya. Dia melirik Danan dan mendapati wajah Danan manyun. "Lo sudah mempersiapkan ujian dengan baik. Lo sudah siap ujian. Besok waktunya lo istirahat supaya badan dan pikiran lo fit untuk ujian hari Senin."

"Tapi gue belum siap, Mbak. Besok les lagi ya, please?"

Sofi tersenyum. "Lo sudah siap. Gue percaya sama lo."

Sofi lalu menggeser kursinya supaya tepat berhadapan dengan kursi Danan. Mereka duduk berhadapan. Lalu Sofi menggenggam tangan Danan. Membuat jantung Danan rasanya lompat keluar dari rongga dadanya.

"Lakukan aja kayak biasanya kita les," kata Sofi sambil menatap mata Danan lekat. "Lo nggak pernah mengecewakan gue, jadi gue percaya sama lo. Nggak perlu merasa terbebani. Apapun hasil ujian lo nanti, lo sudah jadi yang terbaik. Tapi kalau lo bisa masuk SMA itu, orangtua lo pasti akan bangga, dan gue pasti akan bahagia banget."

Danan ingin membuat Sofi bahagia.

* * *

Attar mengira Sofi hanya mengetesnya, pura-pura jual mahal supaya dirinya penasaran lalu makin gencar mendekati Sofi. Itu mengapa Attar justru berhenti menghubungi Sofi. Dia tidak suka trik murahan seperti itu. Tapi dua bulan berlalu tanpa sekalipun dia menghubungi Sofi, dan ternyata Sofi memang tidak menghubunginya kembali. Attar jadi ragu pada prediksinya bahwa Sofi hanya pura-pura jual mahal. She is not playing hard to get. She is indeed hard to be catched.

Selama dua bulan itu, meski Attar disibukkan dengan banyak hal, termasuk persiapan Pharmacy Care, ternyata di sela-sela waktu senggangnya, dia tetap teringat Sofi. Entah kenapa. Hal itu membuatnya frustasi, karena sebelumnya tidak ada perempuan yang bisa membuatnya sepenasaran Sofi. Dia sudah delapan kali pacaran, dan semua perempuan itu selalu bisa didapatkannya dengan mudah. Jadi dia tidak punya pengalaman sama sekali dalam. mengejar-ngejar perempuan. Sofi adalah pengalaman pertamanya.  Dan itu membuatnya frustasi.

Kalau gadis itu bermaksud membuat Attar penasaran, maka gadis itu sudah berhasil.

Apa Attar akhirnya harus menyerah dan menghubungi Sofi lagi?

* * *

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top