Bagian I : Hari Sebelum

Suara bongkahan es sebesar kerikil pantai yang silih berganti menabrak kaca jendela membuyarkan kericuhan dalam kepalaku, sekaligus menyadarkan aku dari keterpakuan.
Aku mengedarkan pandang, melirik sekejap pada hujan es yang disertai angin kencang sebelum memfokuskan pandangan untuk meneliti keadaan di sekitar.

Ruangan ini berukuran dua kali dua meter. Berdinding kokoh dicat kelabu suram. Membuat warna kusen merah pada satu jendela mati kian mencolok. Selain jendela, masih ada pintu lift berterali besi--yang merupakan satu-satunya jalanku pulang.

Aku menyeret langkahku dengan paksa saat terali lift bergeser membuka. Begitu kakiku akhirnya menapak di tempat tujuan, ternyata aku tak sendirian. Sepertinya aku yang terakhir. Dengan berat hati, aku menyempil di tengah, berdesakan dengan lima anak sesusia denganku. Walaupun perawakan kami berbeda, gaya kami sama. Rambut cepak nyaris gundul untuk anak laki-laki, rambut pendek sebahu serta poni untuk anak perempuan lengkap dengan seragam merah berkerah kaku. Persamaan yang kedua, kami semua menundukkan kepala dalam-dalam, membisu dalam keheningan nan mencekam. Namun aku tentu tak salah melihat saat satu, dua kemudian empat titik air mata berjatuhan di atas ujung sepatu kulit hitam mengilap seorang anak laki-laki yang badannya paling banyak mengambil ruang dalam lift ini. Dia berdiri tepat di samping kiriku.

Sedetik lamanya aku lupa cara berkedip, apalagi bernapas. Bagian dari diriku yang paling jauh bertanya-tanya. Anak laki-laki ini, siapa gerangan sosok yang telah direnggut darinya? Kemudian hatiku membeku. Betapa tidak beruntungnya dia.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top