Present

Iman menatap Shanum yang sedang menyusui Reen. Bayi itu terlihat sangat gemuk diusianya yang kini memasuki lima bulan. Bayi sehat itu tampak menggerak gerakkan kakinya, membuat Iman gemas. Dihampirinya Istrinya yang selalu mengulas senyum tulus. Kerepotannya mengurusi Suami dan kedua anaknya sepertinya begitu dinikmati oleh Shanum.

" Bunda, apa tidak lebih baik kalau susunya diminum dulu. Lihat tuh, Reen begitu asik menyusunya sampai tidak mau berhenti. Nih, Bunda minum susu dulu."

Iman mengangsurkan segelas susu ke tangan Shanum yang terulur segera menyambutnya. Wanita itu segera meminumnya sampai habis. Lalu menyerahkan kembali gelas kosong itu kepada Suaminya.

" Terima kasih, Ayah." Ucapnya dengan senyum. Iman mengangguk.

" Bunda minum susu juga ya." Ucap Adnan. Bocah lucu itu menatap Bundanya dengan senyum. Shanum tersenyum menatap buah hatinya itu.

" Iya Abang sayang, Bunda minum susu. Biar sehat." Ucap Shanum dengan senyum lembut.

" Nah, Abang juga harus minum susu juga. Abang kan mau sehat dan cepat tinggi. Iya kan.."

Iman memberikan gelas plastik berisi susu kepada Adnan. Bocah itu tertawa sambil menyambut gelas susu yang diberikan Ayahnya. Lalu segera meminum susunya.

" Habis.." Teriak Adnan sambil mengangkat gelasnya tinggi tinggi.

Iman dan Shanum menatap gemas dengan tawa.

" Hebat anak Ayah. Sini peluk Ayah."

Iman merengkuh tubuh gemuk anaknya lalu mengangkatnya. Bocah itu tertawa riang. Shanum menatap Suami dan anaknya dengan tatapan sayang. Tawanya ikut mengiringi tawa dua jagoannya itu.

" Ayah, sudah turunkan. Nanti Ayah terlambat, sudah hampir jam tujuh." Ucap Shanum dengan nada lembut sambil melangkah menggendong Reen yang sudah terlelap, lalu dia menidurkannya di tempat tidur bayi.

" Bunda capek ya."

Iman memeluk tubuh Shanum dari belakang. Wanita itu sedikit terkesiap tapi kemudian tersenyum.

" Terima kasih sayang. Kau Bunda yang hebat." Ucap Iman pelan di telinga Shanum.

" Sama sama, Ayah juga hebat." Ucap Shanum sambil berbalik menatap Iman lalu melingkarkan tanhannya diseputar tubuh Suaminya. Membalas pelukannya. Iman mencium puncak kepala Istrinya.

" Sudah, Nanti terlambat." Ucap Shanum sambil cepat mengguar pelukannya. Iman tersenyum sambil menatap pipi Istrinya yang kini bersemu.

Iman membawa langkah menuju Adnan yang asik menonton Televisi.

" Ayah pergi dulu, Abang jaga Bunda sama Reen ya. Abang kan hebat." Ucap Iman sambil mencium pipi gemuk Adnan, lalu kembali berjalan menuju Shanum.

" Bun, Ayah pergi ya. Nanti sore kita ke rumah Bu Yatni. Kita menginap, jadi harus bawa pakaian ganti." Ucap Iman sambil kembali merengkuh tubuh Shanum ke dalam pelukannya.

" Okay, siap." Ucap Shanum dengan tawa pelan.

Iman mempererat pelukannya lalu meregangkannya dan mencium kening Istrinya itu. Kemudian sekilas mencium bibirnya.

" Abang ih, Adnan lihat tuh." Ucap Shanum sambil memukul pelan bahu Suaminya yang terkekeh karenanya.

Iman melangkah tenang sambil melambaikan tangannya. Dia menatap Shanum dan Adnan bergantian.

" Assalamualaikum. Ayah pergi ya."

" Waalaikumsalam. Hati hati di jalan."

Shanum melambaikan tangannya sambil merangkul pundak Adnan yang juga ikut melambai. Lalu langkahnya terayun mendekati jendela. Menatap sosok Suaminya yang terlihat sedang berpamitan pada Ibu dan Ayah yang kebetulan ada di teras rumahnya. Shanum tersenyum menatapnya.

Sepeninggal Iman, Shanum segera menuju dapur. Memulai kegiatan hari sibuknya menjadi Istri dan Ibu dua orang anak, seperti biasa.

Bi Yumi akan datang membantunya setelah beres di rumah Ibu. Shanum memang sengaja menolak dibantu oleh Assisten rumah tangga. Dia merasa masih sanggup melakukan semuanya. Apalagi Bi Yumi dan Ibu kerap kali membantunya.

Kegiatannya terhenti ketika dering ponselnya berbunyi. Segera saja dia menghentikan kegiatannya dan bergegas menuju ruang makan dimana dia menyimpan ponselnya. Diatas meja makan.

" Assalamualaikum." Sapa Shanum ramah.

" Ya Bu. Apa, Ibu tidak bercandakan. Ya Allah, gusti. Baik, baiklah. Shanum segera ke sana Bu. Iya Bu." Ucap Shanum dengan suara bergetar, menanggapi orang yang sedang menghubunginya.

" Ada apa, Hanifa?"

Shanum menatap orang yang menyapanya. Tangannya terlihat gemetar memegang ponsel, matanya berkaca kaca dengan wajah yang terlihat memucat. Bibirnya bergetar tanpa mampu bersuara.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top