Present

Bayi cantik bermata sipit seperti Ibunya tapi bermanik abu abu seperti Ayahnya lahir dan tambah menyemarakkan keluarga kecil Iman. Bayi cantik bernama Fahreen Inshirah Akbar itu melengkingkan tangisnya dengan nyaring. Menarik perhatian orang terkasih yang hadir menantinya dalam balutan kalut dan haru.

Bunda berbahagia tersenyum dengan tangis mengiringinya, sementara Ayah yang merasa bangga tersenyum cerah dengan mata merebakkan butiran beningnya.

Iman merengkuh bayinya lalu terdengar lantunan Adzan nan syahdu. Mulutnya seolah berbisik di telinga kanan bayi cantik yang terdiam mendengar Ayahnya mengadzaninya. Lalu Iman menatap Ayahnya.

" Bacakan doa untuk anakmu, Man." Ucap Ayah dengan mata berkaca kaca.

Iman mengangguk lalu mulutnya terlihat melantunkan doa doa untuk bayi cantik itu.

" Ya Allah, jadikanlah anakku, orang yang baik, bertakwa, dan cerdas. Tumbuhkanlah dia dalam islam dengan pertumbuhan yang baik." Ucap Iman yang diamini oleh semua yang hadir di sana.

Ibu meraih bayi itu dengan perlahan. Menciumnya dengan rasa sayang. Air matanya menetes tidak terbendung.

" Cucu Enin cantik. Adnan, lihat cantikkan dede bayinya. Adnan sudah jadi Abang sekarang." Ucapnya lirih. Lalu diserahkannya bayi cantik itu ke dalam buaian kasih Ibunya. Adnan hanya menatapinya lucu sambil tersenyum.

Shanum menerimanya dengan mata penuh air mata. Kebahagian tidak mudah untuk tidak diluapkan. Dia mencium sayang bayi itu. Lalu beralih menatap bocah tampan yang kini minta digendong Ayahnya.

" Aku akan langsung menyusuinya." Ucap Shanum.

Ayah dan mang Darta segera beranjak keluar. Memberikan ruang untuk Shanum menyusui anaknya. Bi Yumi dan Ibu memperhatikan dengan tatapan sayang dan bangga. Iman duduk dengan tangan mengelus pipi bayi merah yang sedang menyusu dengan nyaman. Sebelah tangannya merengkuh Adnan yang berada dalam gendongannya. Shanum meringis merasakan perih dan panas di putingnya. Tangannya sebelah erat memeluk bayinya dan sebelahnya mencengkram lengan Iman. Iman menatap sayang Istrinya itu. Lalu mengecup lama keningnya. Sembarut merah segera saja menjalari wajah cantik Shanum.

" Ibu dan Yumi akan pulang sebentar. Menyiapkan makanan untuk selamatan nanti malam. Ayah ingin syukuran, mendoakan Cucu cantik ini." Ucap Ibu sambil menghampiri Shanum. Tangannya mengelus pipi kemerahan bayi cantik yang masih menyusu itu.

" Adnan ikut pulang bersama Enin atau di sini bersama Ayah?" Tanya Ibu sambil menatap Adnan yang menyurukkan kepalanya ke ceruk leher Ayahnya.

" Ya sudah, jagoan Ayah di sini saja Enin, jagain Bunda dan Dede Fahreen." Ucap Iman sambil memeluk Adnan yang terlihat mengantuk.

Sepeninggal Ibu dan Bi Yumi, Iman menatap Istrinya yang terlelap. Kelelahan tampak sekali di wajahnya. Lalu dia mengalihkan tatapnya pada Anak lelakinya yang juga terlelap di atas sofa. Bayi cantiknya tadi di bawa Suster untuk di tempatkan di ruang bayi setelah selesai disusui oleh Bundanya.

Iman memang berniat sekali menambah keturunan dengan jarak dekat. Dia ingin rumahnya ramai dengan gelak tawa dan jerit tangis anak anak. Jadi ketika Adnan berusia beberapa bulan dan Shanum kembali mengandung, Iman teramat sangat bahagia. Dia sampai memeluk dan menciumi Shanum di depan Ayah, Ibu, Bi Yumi, Mang Darta dan tentu saja Adnan yang menatap Ayahnya tidak mengerti.

" Tapi aku tetap merasa takut, takut lelaki itu terus saja membujukmu dan kau tergoda lalu meninggalkanku dan anak anak kita." Gumam Iman. Matanya nanar menatap Shanum yang terlelap begitu nyaman.

" Aku harus menemuinya dan memintanya untuk melepasmu, melupakanmu. Selamanya karena kau hanya milikku. Untukku." Ucap Iman lirih dengan aura dipenuhi oleh rasa kepemilikan yang kuat.

Iman mencium pipi Adnan yang masih nyaman terlelap. Sedikit gundah mengabur dari hatinya. Lalu suara tangis dari bayi yang berada dalam gendongan seorang perawat membuatnya mengembangkan senyumnya. Dia segera menghampiri perawat itu lalu tangannya terentang mengambil alih bayinya.

" Biar saya gendong saja, Bundanya masih terlelap." Ucap Iman ramah.

Perlahan dia mengecup pipi bayi yang masih melengkingkan tangisnya. Tangannya mengayun pelan, menimang bayinya. Shanum yang sudah terbangun karena suara bayinya menatap Iman dengan tatapan penuh cinta.

" Bagaimana mungkin aku meninggalkan dirimu yang begitu penuh cinta kasih." Gumam Shanum yang membuat Iman menoleh, menatapnya. Senyum keduanya terkembang. Lalu tanpa suara keduanya berucap yang sama.

" I love you."



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top