Past

Shanum menatap nanar ruangan dihadapannya yang berpintu putih dan tertutup rapat itu. Dia menatap Ibu mertuanya yang tertunduk. Ibu dan Mang Darta yang tadi segera menemaninya. Sementara Bi Yumi menemani Reen, Adnan sendiri tidak mau ikut dan memilih menemani Aki mengaji. 

Perlahan air mata mengaliri pipi Shanum, tangannya saling bertaut. Terlihat pandangan harap harap cemas terbias di matanya.

" Bu.." Ucapnya lirih sambil perlahan menjangkau tangan Ibu yang segera merangkum tangannya yang dingin dan bergetar.

" Sabar sayang, tetap berdoa ya. Minta sama Allah agar dia selamat." Ucap Ibu lembut. Shanum mengangguk.

Berbagai perasaan berkecambuk di dadanya. Terasa sesak. Hatinya terasa sakit. Isakan tak mampu ditahan lagi, ketika pintu tiba tiba terbuka dan menampakkan sosok Bu Yatni yang keluar dengan tangis tak terbendung dan kepala menggeleng lemah.

" Shanum sabar ya nak. Sabar sayang. Ikhlaskan. Allah selalu tahu yang terbaik."  Ucap Bu Yatni sambil erat memeluknya. Ucapan Istirja segera terdengar mengalun. Seakan begitu menghempaskan hati Shanum yang dipeluk kesedihan.

Shanum terisak keras. Tangisnya terurai deras. Tubuhnya bergetar hebat. Ibu dengan sabar mengusap lembut punggungnya.

" Hanifa, itu Iman datang." Ucap Ibu lembut ketika terlihat Iman berjalan tergesa menuju ke arahnya.

Shanum meregangkan pelukannya di tubuh Bu Yatni. Menengadahkan wajahnya menatap Suaminya yang kini berdiri dihadapannya. Mulutnya bergetar dengan mata sembab, beriak dipenuhi air mata. Iman merasa sakit melihatnya. Dia segera saja membawa Istrinya itu untuk masuk ke dalam pelukannya. Merengkuhnya dengan segenap hati, lalu menyalurkan ketenangan lewat ciuman di puncak kepalanya.

" Sayang, aku sudah di sini. Aku mencintaimu." Ucap Iman lirih sambil menciumi sisi wajah Istrinya yang basah oleh air mata.

" Abang, aku baru tahu kalau aku punya Ayah. Tapi juga tidak sempat untuk..." Shanum tidak kuat untuk melanjutkan ucapannya. Suaranya bergetar dan tercekat di tenggorokan.

" Ssttt..sudah sayang, ayo kita ke dalam. Kita lihat jenazah Ayahmu." Ucap Iman yang sudah tahu duduk persoalannya karena tadi sudah bicara banyak dengan Fandi, salah satu anak Rumah singgah Bu Yatni yang tadi menghubunginya.

Dengan sambil memeluk pinggang Istrinya, Iman membantu Istrinya itu untuk melangkah. Memasuki ruangan yang berbau khas begitu menusuk penciuman, dengan pemandangan yang terlihat mengenaskan.

Seorang lelaki paruh baya dengan tubuh kurus terbaring tidak lagi bernapas. Wajahnya terlihat pucat dan redup tanpa aura kehidupan. Kedua tanganya rapi bersedekap diatas perutnya yang rata. Rambutnya  yang tipis panjang tidak terurus. Kulit putihnya tampak kotor tidak terawat. Ucapan Istirja terdengar lagi dari mulut Shanum.

" Ya Allah. Ampunilah dia ya Allah." Ucap Shanum lirih dan getir dengan linangan air mata.

Iman tidak sedikit pun melepaskan pelukannya. Dia sesekali mencium pelipis Istrinya itu. Memberikan ketenangan untuk wanita tercintanya. Ulahnya itu mengundang tatapan sinis sepasang mata cantik wanita berhijab yang berdiri di sudut ruangan itu.

Shanum mendekati ranjang mencoba menggapai tubuh itu. Mengusap perlahan tangannya lalu merunduk untuk menciumnya.

" Maafkan Hanifa yang tidak pernah tahu dimana keberadaan Ayah selama ini. Maafkan Hanifa, Yah. Kenapa selama ini Ayah juga tidak menemui Hanifa. Kenapa, Yah.." Suara serak Shanum disela isakannya membuat semua yang berada di sana ikut meluruhkan air matanya. Tidak terkecuali Iman yang kini merengkuh Istrinya, membiarkan dadanya basah oleh air matanya.

" Sudah sayang, ikhlaskan. Kau harus tabah, sayang. Kita bacakan doa untuk Ayah. Memohon kepada Allah, semoga Allah mengampuni semua dosanya." Ucap Iman lembut. Shanum mengangguk.

Wanita itu menatap Suaminya dengan mendongakkan wajahnya. Air mata masih menetes satu satu. Iman segera menghapusnya dengan rasa sayang. Lalu dengan tanpa beban mencium kening Istrinya. Menyiratkan kilatan kecewa di sepasang mata yang dari tadi menatapnya lekat. Iman bukan tidak menyadarinya tapi lelaki itu lebih tidak peduli. Lalu lelaki itu membawa Istrinya untuk duduk. Ibu dan Bu Yatni mengikutinya.

" Ibu sudah menghubungi Ayah untuk bersiap di rumah. Darta juga sudah pulang untuk membantu. Kita bawa ke rumah saja ya, sayang." Ucap Ibu lembut. Bu Yatni tersenyum lalu mengangguk. Shanum menatap Ibu.

" Terima kasih, Bu." Ucapnya lirih. Hatinya terasa penuh. Begitu bahagia memiliki Suami dan Mertua yang begitu baik. Shanum tidak henti bersyukur karenanya.

" Sayang, kau haus. Ibu dan Bu Yatni haus juga kan. Aku beli minum dulu sebentar ya."

Iman berdiri lalu beranjak begitu Istrinya itu mengangguk dengan senyum samar. Sekilas dia mencium kening Istrinya sebelum berlalu meninggalkannya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top