Past

Beberapa hari ini Iman merasa heran dengan sikap Shanum. Lebih pendiam, sering melamun dan terkadang menangis secara tiba tiba. Tanpa sebab. Inginnya Iman menanyakan sebab dari perubahan sikapnya itu, tapi dia tidak mau membebani wanita yang dicintainya itu. Terlebih dia sedang mengandung. Usia kehamilannya sudah memasuki dua puluh enam minggu. Iman tidak mau terjadi sesuatu dengan Istri dan anaknya. Jadinya, Iman hanya menahan diri dan mencari jawabannya sendiri. Mempelajari semua dan mencari tahu dari gerak gerik Istrinya itu.

" Kau lelah, sayang. Sudah mulai susah cari posisi tidur nyaman ya. Sabar ya, Cinta."

Ucapan Iman selalu lembut jika mendapati Istrinya seperti saat ini. Tiba tiba memeluknya dan bermanja manja di pangkuannya. Padahal Iman sudah siap, rapi. Sudah siap untuk pergi.

" Sayangnya hari ini ada test, kalau tidak aku bisa menemanimu." Ucap Iman lagi sambil mengelus lembut pipi merona Istrinya.

" Pergilah, tapi biarkan aku memelukmu sebentar lagi. Hari ini kau pulang sore, aku pasti kangen." Ucap Shanum sambil memeluk Suaminya lebih erat.

" Aku pulang malam sayang, ini hari Jumat. Aku harus mengajar ke Megantara." Ucap Iman lembut.

" Tuuh kan. Pulangnya malam. Aku pasti kangen niiih."

Suara rengekan manja Shanum membuat Iman tertawa pelan. Segera saja dia merengkuh tubuh itu, menghirup wangi tubuhnya yang selalu membuatnya melayang dan menciumi pipinya yang kini terlihat lebih berisi.

" Istriku manja sekali, tapi aku suka." Ucap Iman di telinga Shanum. Wanita itu tertawa pelan.

" Sudah pergi sana. Jangan nakal ya, aku sama dia menunggumu di rumah. I love you, baby." Ucap Shanum mengelus perutnya pelan setelah mengurai pelukannya. Iman tersenyum menatapnya

Dengan sedikit berat hati, Iman meninggalkan Istrinya. Mencium keningnya lama, setelah wanita itu mencium punggung tangannya.

" I love you, dear." Ucap Iman sambil melambaikan tangannya. Meninggalkan Istrinya yang mengiringinya dengan senyum cantiknya.

Sebelum berangkat Iman menyempatkan diri menitipkan Istrinya itu ke Ibu dan Bi Yumi.

" Beberapa hari ini sepertinya ada yang mengganggu pikiran Istriku, Bu. Tapi aku tidak tega untuk bertanya. Coba nanti Ibu atau Bi Yumi yang bertanya. Tapi pelan pelan ya, Bu. Jangan membuat Istriku menangis."

Ucapan Iman diangguki Ibu dan Bi Yumi dengan senyum. Iman dengan perasaan lega meninggalkannya.

" Maaf, Sayang. Aku baru bisa menghubungimu. Tadi ada test, jadi tidak sempat." Ucap Iman dengan suara lembut, ketika menghubungi Istrinya di jam setelah makan siang.

" Iya, tidak apa apa. Abang sudah makan?"

Suara Shanum yang manja membuat Iman tersenyum. Membayangkan betapa cantiknya Istrinya saat ini.

" Sudah. Bundanya anakku sudah makan?" Tanya Iman yang disambut tawa riang Shanum. Hati Iman berbunga karenanya.

" Sudah dong. Tadi makan di rumah Ibu. Aku makan banyak." Jawab Shanum manja. Iman tertawa pelan.

" Masak apa Ibu, sampai Istriku makan banyak?" Tanya Iman lagi.

" Masak Ayam rica rica." Jawab Shanum singkat.

" Ehm, pasti pedas. Awas kalau nanti malam sakit perut ya. Aku mau pura pura tidur, kalau ada yang nangis karena mules."

Shanum tergelak mendengar ucapan Iman. Dia senang sekali mendengar Iman menggodanya seperti itu.

" Aku ga akan nangis. Paling merengek." Ucap Shanum disela gelak tawanya.

" Uuuhh, kalau dekat udah aku peluk, aku ciumi dan aku.."

" Aku apa, hayo..Ustadz jangan mesum. Nanti muridnya dengar ish." Potong Shanum cepat. Iman tergelak.

" Istriku yang mesum. Pikirannya ke situ saja. Aku mau peluk, aku mau ciumi dan aku kelitikin sampai nangis." Ucap Iman dengan menahan tawa. Dia membayangkan Istrinya yang pasti kini cemberut. Pipinya akan menggembung lucu dan bibirnya berkerut dan mata bening sipitnya itu akan melebar.

" Aahh, aku jadi kangen. Sayang sekali aku harus ke Megantara." Ucap Iman yang membuat Shanum tersipu mendengarnya.

" Mengajarlah dulu. Jangan genit sama mahasiswi yang pasti cantik cantik. Jangan kangen dulu." Ucap Shanum dengan suara pelan.

" Baiklah, sayangku. Sebentar lagi aku akan pergi ke Megantara. Tapi tolong ingat, Istriku yang paling cantik." Ucap Iman sambil meneguk sisa kopinya. Shanum tergelak senang.

Lalu ketika mata Iman menangkap sosok yang berjalan menghampirinya. Wajahnya terlihat menegang. Dia akan mematikan sambungan dengan Istrinya tapi sosok itu keburu membuka suara.

" Iman, aku boleh minta antar ke Rumah sakit. Sebelum kau ke Megantara. Kita searahkan."

Suara Iman tercekat tidak mampu menjawab ketika suara ketus Istrinya terdengar penasaran.

" Bang, kau sedang bersama Halimah?"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top