Trouble Maker
Keheningan suasana kelas berubah riuh. Ketika seorang murid yang tadi ijin untuk ke toilet, memasuki kelas dengan wajah pucat pasi. Dia tampak sekali ketakutan.
" Miss, Miss Corrie pingsan, dia..dia..di.. ditampar oleh anak baru itu, di lapangan depan."
Ucapannya yang terbata bata membuat seisi kelas segera menuju ke lapangan. Tidak terkecuali Anella dan ketiga sahabatnya. Mereka penasaran, mengapa Miss. Corrie sampai berurusan dengan Axel.
Sesampai di lapangan depan, mereka melihat Miss. Corrie sudah digendong Mr. Yonas menuju ruang kesehatan. Sementara Axel dipegangi dua orang security sekolah dan dibawa ke ruang kepala sekolah.
Anella melihat amarah yang begitu kental di raut wajah Axel. Sinar mata lelaki itu berkilat seolah penuh dendam. Lalu ketika mata itu bertemu dengan tatapannya. Anella sejenak tertegun, dia menangkap kilatan lain di sana. Bukan amarah, tapi Anella merasa takut untuk mengartikannya. Dia membuang muka untuk menghindarinya.
" Dasar trouble maker." Gerutu Evi.
" Gila banget tuh cowok, maksudnya apa sih. Belum seminggu sekolah di sini udah bikin masalah." Umpat Fanya kesal.
Dua sahabatnya mengangguk setuju, kecuali Anella. Gadis itu pergi diam diam menuju ruang kepala sekolah, meninggalkan keramaian yang masih berlangsung.
Lama Anella duduk termenung di depan kantor kepala sekolah. Letak ruangan kepala sekolah yang sedikit jauh dari ruang kelas, membuatnya tidak diketahui keberadaannya oleh teman dan sahabatnya.
Sebenarnya Anella juga merasa bingung, kenapa langkahnya membawa dirinya ke sini. Duduk di sini menanti Axel keluar dari ruangan kepala sekolah.
Anella menggeleng. Dia merasa bodoh. Dengan satu gerakan dia berdiri dan hendak beranjak dari tempatnya. Tapi dia kembali duduk, hati dan pikirannya tidak berjalan bersama. Dia mendesah lirih.
Lalu ketika pintu ruangan itu terbuka. Mata hijau bening gadis itu bersirobak dengan mata biru gelap milik Axel. Lelaki itu terlihat kaget mendapati Anella berada di sana.
" Ikut aku." Ucap Anella sambil melangkah mendahului Axel.
Lelaki itu tidak sedikit pun bersuara, dia patuh mengikuti langkah Anella yang sedikit tergesa. Ada senyum samar terlihat di bibir tipis gadis itu, melihat Axel mengikutinya.
Anella membawa Axel ke tempatnya biasa menyepi, jika sedang malas bertemu atau berbicara dengan siapa pun. Sebenarnya Anella juga tidak tahu, mengapa dia membawa Axel ke tempat ini. Tempat yang tidak diketahui siapa pun, termasuk ketiga sahabatnya itu.
Axel menatap dengan mata beriak jernih pemandangan di tempat itu. Dia berdecak kagum.
Posisi tempat itu berada di atas bukit di belakang sekolah. Berbentuk ruangan kecil tidak terpakai, tapi ada beberapa kursi tua di sana. Jendelanya yang besar tidak terhalang, sehingga mata pun dapat memandang bebas ke arah hamparan padang rumput dengan bunga bunga liar berwarna warni di luar ruangan itu.
" Keren banget, dari mana lo tau tempat ini?" Tanya Axel yang tidak dapat menahan kekagumannya akan tempat itu.
" Aku menemukannya saat aku sedih dan butuh tempat untuk menyendiri." Jawab Anella sambil duduk di kursi tua yang ada di sana.
Axel menatap Anella heran. Keningnya tampak berkerut. Anella balas menatapnya.
" Ada apa?" Tanya Anella sambil mengalihkan tatapannya. Dia merasa harus melakukannya, karena ada denyutan aneh yang menjalari hatinya ketika mata Axel terus menatapnya.
" Gua pikir lo orang paling bahagia sedunia, ga pernah sedih. Bukannya hidup lo sempurna, ga kayak gua. So many troubles."
Suara tawa pelan Axel setelah ucapannya seolah cemoohan. Tapi Anella tidak mengerti, itu untuknya atau untuk lelaki itu sendiri. Maka dari itu Anella hanya tersenyum kecut menanggapinya.
" Sok tahu sekali kau. Memangnya apa yang kau tahu tentang hidupku?" Tanya Anella ketus.
" Semua mengenal lo Crystal. Siapa yang ga kenal, ketua OSIS berprestasi. Nama lo juga jadi omongan di Sekolah gua yang dulu."
Anella terpana menatap Axel. Bukan karena ucapannya tentang terkenalnya dia, tapi ada yang aneh dengan nama yang diucapkannya.
" Kau, kau tadi memanggilku Crystal, siapa dirimu sebenarnya?" Tanya Anella cepat.
Axel tertawa. Lelaki itu membawa langkahnya menjauh dari gadis itu.
" Axel. Please..." Teriak Anella sambil menatap kepergian lelaki itu.
Tidak ada jawaban, lelaki itu hanya mengangkat tangannya lalu melambai lambaikannya. Anella menhentakkan kakinya dengan kesal. Lalu gadis itu mengumpat tertahan.
" What the hell are you?"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top