participate
Malam sudah cukup larut. Axel masih asik berkutet dengan ponselnya. Terkadang tawanya terdengar tapi terkadang umpatan yang terdengar. Dengan tubuh merebah di kursi panjang, tubuh berbalut celana pendek dan tanpa atasan itu terlihat santai. Sesekali tangannya merapikan rambut gondrong ikalnya yang tidak beraturan.
" Kau sudah menyiapkan keperluan untuk besok, Ax?"
Seorang lelaki setengah baya menghampirinya dengan masih berpakaian rapi, jas hitam dan dasi serta tas kerja di tangannya.
" Besok, ada acara apa?" Tanya Axel tanpa mengalihkan pandangannya dari ponselnya.
" Oh..come on, Ax. Aku bayar mahal untuk keikut sertaanmu dalam acara Jambore bakti sosial ini. Setelah apa yang kau lakukan kemarin itu." Ucap lelaki itu sambil membuka dasinya lalu duduk dihadapan Axel.
" Dad, kau tahu siapa Corrie dan kau tahu aku membencinya. Jika saja aku tahu dia ada di sekolah itu, aku tidak akan mau masuk ke sana. Untuk acara besok, aku tidak akan ikut. Aku tidak menyuruh Dad untuk menyogok sekolah agar aku ikut kan." Ucap Axel sambil bangkit meninggalkan Ayahnya.
" Ax, aku hanya ingin kau lulus. Setelah itu kau boleh menentukan hidupmu, apa pun yang kau mau." Ucap Ayahnya sambil mengikuti Axel yang menuju ke kamarnya.
" Benarkah?" Tanya Axel sambil menatap Ayahnya dengan smirk di bibirnya. Lelaki setengah baya itu mengangguk ragu.
" Termasuk untuk tidak mengikutimu mengambil jurusan bisnis?" Tanya Axel dengan kedua alis yang terangkat. Ayahnya menarik napas berat lalu mengangguk perlahan.
" Okay, besok aku akan ikut." Jawab Axel ringan. Ayahnya menarik napas lega.
Lalu keesokan harinya, ketika waktu sudah menunjukan pukul tujuh lewat. Axel masih bergelung lelap memeluk gulingnya. Nanny Yo, pengasuhnya sejak kecil. Sudah dua kali membangunkannya tapi lelaki itu tidak sedikit pun mau membuka matanya. Lalu ketika ponselnya berbunyi, dengan malas dia mengangkatnya.
" Axel, cepatlah. Lima belas menit lagi kami akan berangkat."
Dengan perasaan kaget yang seolah menyerang, Axel membuka matanya. Lalu menatap ponselnya. Sambungan telah terputus. Dia masih bingung dan mencari tahu suara siapa tadi. Kembali dia menatap ponselnya. Nomer itu tidak dikenal. Tidak ada nama tertera di sana. Axel berdecak kesal.
Lima menit kemudian dia sudah keluar dari kamarnya dengan tas tersampir di pundaknya. Dia berpapasan dengan Ayahnya di ruang makan.
" Ayo aku antar. Aku senang akhirnya kau mau ikut. Ini ajang bagus untuk bersosialisasi. Kau terlalu lama berteman dengan kesendirianmu."
Axel mendengus mendengar ucapan Ayahnya. Tangannya mengambil roti yang terhidang di meja makan kemudian langkahnya mengikuti Ayahnya menuju ke garasi.
Sepanjang dalam perjalanan tidak ada percakapan antara Ayah dan anak itu. Mereka sibuk dengan pikirannya masing masing.
Axel keluar dari mobil sedikit tergesa, kemudian menuju Bus yang terparkir di halaman Sekolahnya. Semua murid tampak telah menaiki Bus tersebut. Sepertinya hanya dirinya yang terlambat.
" Akhirnya datang juga yang kita tunggu." Ucap Evi ketus.
" Untung nih orang datang tepat waktu." Ucap Gideon, lelaki yang duduk disebelah Jorgie.
" Untung ketua kelompok kita baik. Sempet sempetnya telepon nih orang." Ucap Fanya sambil mendelik.
Axel tidak berkomentar. Dia duduk dengan malas di kursi kosong di deretan hampir belakang. Dua kursi itu masih kosong, seolah sengaja disisakan untuknya dan entah siapa yang akan duduk disebelahnya.
Lalu ketika matanya bertemu dengan mata bemanik hijau terang itu, Axel menunduk. Gadis itu menuju ke arahnya.
" Tolong geser." Ucap gadis itu pelan.
Axel tidak bergeser, malah berdiri dan mempersilahkan gadis itu untuk duduk di bangku dekat jendela. Gadis itu tidak protes. Dia duduk dengan nyaman.
" Tadi lo yang telepon gua." Tanya Axel tanpa menatap gadis itu.
Anella menatap Axel yang menatap lurus ke depan. Bus sudah mulai melaju. Axel terlihat menyamankan duduknya. Matanya terpejam.
" Aku merasa berkewajiban mengingatkan sebagai ketua kelompok." Ucap Anella sambil menatap Axel yang memejamkan matanya dengan erat.
" Seharusnya lo ga usah repot repot." Ucap Axel ketus. Anella mengangkat bahunya.
" Bukannya berterima kasih diingetin." Gumam Anella kesal. Gadis itu memalingkan mukanya melihat keluar melalui jendela.
" Iya, makasih." Ucap Axel tanpa sedikitpun membuka matanya.
Anella berpaling menatapnya lalu tersenyum simpul.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top