Anger

Axel terus menatap Anella dengan mengulum senyum, gadis itu tampak serba salah ditatapi seperti itu. Matanya terkadang membulat lalu mengerjap lucu. Dia memberikan isyarat dengan melirik lirik seorang lelaki setengah baya yang kini duduk di bagian kiri tempat tidur.

" Kau masih tidak bisa menahan diri untuk tidak memukul orang?" Tanya lelaki itu dengan mata memicing. Suaranya terdengar seperti penuh penyesalan.

Anella menatap Axel yang bukannya menjawab malah menatapnya dengan mata beriak nakal dan senyum terkulum.

" Ax, sampai kapan kau akan seperti ini?" Tanya lelaki itu lagi. Suaranya terdengar frustasi.

Axel bergeming. Diam tanpa suara. Dia seolah tidak peduli. Dia hanya sesekali menatap lelaki itu lalu kembali memandang Anella dengan tatapan tidak terartikan. Seolah ada sesuatu yang ditahannya.

Anella merasakan tidak enak dengan situasi saat ini. Dia segera bangkit dari duduknya dan hendak beranjak. Tapi tangan Axel dengan cepat meraih lengannya.

" Mau kemana?" Tanya Axel datar.

" Aku akan tunggu di luar. Ehm,.."

" Duduk, tetap disini." Potong Axel cepat. Tangannya sedikit kasar menarik lengan Anella untuk kembali duduk. Anella meringis.

" Ax,"

" Aku ga apa apa, Dad. Ga usah cemas gitu. Udah biasakan liat muka bonyok begini." Ucap Axel sinis.

" Ax, bagaimana tidak cemas. Kau selalu membuat masalah." Ucap lelaki yang dipanggil Dad oleh Axel dengan suara kesal. Axel tertawa pelan.

" Udahlah Dad. Ga usah jadi sok repot gitu. Biasa aja. Oh iya, bilang sama jalang itu ga usah sok perhatian dan dekat dekat, kalau aku mau lulus dengan aman." Ucap Axel sinis dengan suara agak meninggi.

" Ax, jangan memanggilnya jalang. Dia calon Ibumu."

Lelaki itu memutar bola matanya. Dia tampak kesal. Suaranya pun mulai tidak terkontrol. Sedikit tegas.

" Ax, bisakah kita bicara baik baik. Kau selalu memancing emosiku, bahkan disaat kau lemah tidak berdaya seperti sekarang ini."

Anella menghela napas pelan sambil menatap Ayah dan anak yang sedang  bersitegang dihadapannya. Gadis itu sebenarnya merasa tidak enak hati, jadinya dia hanya menunduk dan diam.

Axel tertawa sumbang. Kemudian dia menggelengkan kepalanya. Matanya tajam menatap lelaki itu. Tangannya erat menggenggam tangan Anella. Gadis itu sampai meringis karenanya.

" Sadarkah, bahwa kaulah yang membuatku selalu marah. Sadarkah, bahwa kelakuanmulah yang selalu membuatku tidak bisa bicara baik baik." Geram Axel. Anella tersentak dan menatap Axel dengan tatapan tajam.

" Axel. Manner, please." Desis Anella.

" Jika saja aku tidak ingat pesan terakhir Mom. Aku tidak pernah mau melihat muka sialanmu itu lagi."

" Ax."

" Axel, Oh my God."

Teriakan Axel membuat lelaki itu melotot sambil meneriakkan namanya dan Anella, gadis itu berucap tercekat.

Lelaki itu bergegas keluar dengan wajah memerah dan berlumur kekesalan. Amarah tampak jelas menutupi pandangan matanya. Hentakan keras pintu yang ditutup membuat Anella terpekik kaget. Gadis itu dengan mata membulat menatap Axel. Berusaha mencari jawaban dari pertikaian yang barusan saja terjadi.

Axel yang dipandangi seperti itu tertawa pelan. Amarah serta kekecewaan tergambar jelas di sana. Lelaki itu mendengus kesal.

" Bangsat." Desis Axel dengan mata terpejam.

Anella yang mendengarnya segera berusaha menarik tangannya yang masih digenggam lelaki itu. Kilatan marah terlihat membias di mata hijau beningnya.

" Kenapa, lo juga mau pergi. Okay, please go head. Pergi. Pergi. Gua ga butuh lo, gua ga butuh lo semua. Pergi, emang sebenernya lo ga pantes buat gua. Lo emang lebih pantes dengan salah satu dari kelima pangeran banci yang beraninya keroyokan itu."

" Axel, please."

" Pergi, gua bilang pergi. Lo tau, gua ga suka gadis cengeng dan manja kayak lo. Gua benci gadis kaya yang sombong kayak lo."

" Axel." Anella berteriak dengan mata telah basah oleh butiran beningnya. Wajahnya tampak menegang.

" Pergi. Tinggalin gua sendiri."

Tatapan Axel menggelap. Dia bahkan mencabut paksa infusan sehingga mengalirkan darah. Anella membelalakkan matanya.

" Axel. Darah."

Tubuh Anella limbung, tangannya memegangi kepalanya. Lalu mata gadis itu terlihat menutup. Sesaat sebelum tubuh itu menyentuh lantai, Axel dengan sigap menahannya. Merengkuhnya ke dalam pelukan.

" Crystal, Oh my God."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top