[fh · 24] - she is only a fake protagonist

can only wish
I was the main character?
I only side character
that you won't see.
[1]

***

Pertengahan Februari, 2022.

"Mungkin di bagian bawah dress-nya, kamu tambahin lengkungan lebih banyak lagi biar makin kental femininnya." Randi menggaruk dagunya. Sebentar kemudian ia menunjuk-nunjuk kertas putih bergambar pakaian wanita yang masih sketsa hitam putih di atas meja. "Terus bagian pinggangnya kayak lebih bagus dikasih pita panjang sama hiasan bunga-bunga kecil."

Fira terdiam sembari memikirkan bagian-bagian yang ditunjuk lelaki itu. "Kamu yakin nanti bunganya nggak bakal bikin rame?" Dari kertas desain, ia beralih menatap Randi.

Laki-laki yang baru saja hendak membolak halaman buku yang ia pegang itu menatap Fira balik. "Makanya aku bilang bunganya kecil-kecil aja. Terus juga pake potongan kelopak yang simple, supaya nggak terlalu ganggu bunga besar di atas itu."


Anggukan dilakukan sebagai bentuk respons. Pensil di tangannya kembali bersua membentuk garis-garis menyatu di tempat-tempat yang tadi ditunjuk Randi. Laki-laki itu memang tidak terlalu ahli dalam urusan tata busana seperti ini, tetapi ia rasa Randi adalah salah seorang yang cocok dimintai pendapat setelah April. Lagi pula jika bertanya pada anak-anak lain yang satu jurusan dengannya tidak akan berguna. Alih-alih memberikan pendapat, mereka lebih baik melakukan untuk desainnya sendiri.

Hampir tuntas, dalam sekali duduk, mungkin Fira akan menyelesaikan desainnya hari ini juga. Huh, sepertinya ia memang terlalu lama. Semoga saja nanti dalam pembuatan produknya ia tidak melakukan kesalahan.

Dari empatbelas hari yang diberikan, setengah di antaranya telah usai. Salahnya juga. Ia terlalu banyak berpikir tentang tema apa yang sebaiknya digunakan dalam pakaian itu. Fira akhirnya memilih tema fairytale.

Fira membuat bajunya dengan dress sedikit berada di bawah lutut. Seperti kata Randi, mungkin seharusnya ia menambahkan lebih banyak lipatan di bagian pinggang agar lengkungan di bagian bawahnya memberi kesan anggun lebih banyak.

Jauh sekali, gadis itu telah memikirkan kalau gaunnya nanti akan berwarna merah muda seperti kamboja. Ikat pinggangnya terbuat dari kain satin. Nanti akan direkatkan bersama bunga-bunga kecil dengan desain simple agar tidak lebih mencolok dari sebuah bunga besar di dada kiri. Fira ingin membuat pemakainya menjadi lebih nyaman, jadi ia membuat potongan di bagian dada dan leher tidak terlalu rendah. Panjang lengannya juga akan mendekati siku. Tidak tahu mengapa, tetapi kepalanya seperti memikirkan konsep sebuah pakaian resepsi pernikahan.

Lucu sekali. Padahal ia tidak pernah memikirkan tentang pernikahan. Apalagi seseorang yang akan bersanding dengannya nanti. Bahkan tidak pula terpikirkan ketika ia masih bersama Arya. Mungkin juga karena saat itu mereka masih terlalu belia untuk memikirkan masalah yang seperti itu.

Fira hampir saja selesai membuat bunga kecil-kecil di pinggang itu ketika debam tumpukan buku-buku menggema di meja mereka. Kedua insani itu berjengit kaget. Beruntung saja Randi dan Fira duduk di meja paling sudut dan paling belakang di perpustakaan-di antara rak yang berisi buku-buku tentang arsitektur dan bisnis-sehingga pengawas tidak harus mendatangi dan mengusir mereka saat itu juga.

Napas dihela terlalu kasar. Wajah berbingkai rambut pendek itu kusut dan masam. Memberi isyarat tanpa ucap jika ia tengah dilanda perasaan kesal yang sungguh kentara. Randi dan Fira saling melempar tatap sebentar. Mencoba menerka-nerka gerangan apa yang sebenarnya tengah dihadapi April.

"Kenapa?" Fira yang membuka suara lebih dulu. "Dosen kebanyakan ngasih tugas?" tebaknya sembari memperhatikan April sekarang sudah memberenggut.

Aprilia Faranisa mengalihkan pandangan dari tumpukan buku di atas meja pada Fira yang maniknya berkilat penasaran. Ia mendengkus lagi, lebih keras, lalu menggeleng.

"Bukan?" Ada sedikit kerutan yang tergambar di antara kedua alis Fira. "Terus, kenapa?"

"Jangan-jangan kamu lagi kedatangam tamu, ya?" celetuk Randi dengan bibir menyunggingkan cengiran. Fira cepat-cepat memukul bahunya sedikit keras hingga laki-laki itu mengaduh.

Gadis berwajah masam itu membelalakkan mata pada satu-satunya lelaki di lingkaran mereka. Ia menyondongkan tubuhnya dengan menumpukan tangan di atas meja. "Aku lagi pengen makan orang, Ran. Jangan sampai kamu jadi korban pertama." Lantas kemudian ia membuat jarak dari meja, menyandarkan diri di kursi sembari mendengkus lagi meski tak sekeras sebelumnya.

Fira dan Randi sedikit tersentak. Mereka saling melempar tatap penuh tanya lagi. Kalau pun sedang kesal, April tak pernah sampai ingin memakan orang lain seperti ini. Jika bukan masalah tugas, lantas apa?

Karena Randi terlalu dekat dengannya? Fira pikir selama ini mereka juga seperti ini. Lagi pula paling hanya membicarakan sebatas tugas-tugas atau kegiatan apa yang bagus dilakukan untuk mengusir penat sehabis menghadiri kelas yang padat. Kalau memang masalah itu, mengapa tidak langsung bilang saja?

Sepertinya Randi mungkin berbicara benar. April sedang kedatangan tamu, jadi suasana hatinya sedang tidak baik walaupun sedang menghadapi masalah yang sepele.

"Kalian tau, nggak, aku ketemu siapa tadi di gedung Fakultas Ekonomi?" April mulai bersuara lagi. Nadanya sarat akan percik-percik yang menguarkan rasa penasaran, tetapi juga terdengar kesal di saat bersamaan.

Randi hampir saja bangkit hendak mencari buku lain dan Fira hampir saja kembali hendak mempertemukan pensilnya dengan kertas ketika suara April membuat mereka bersamaan mengurungkan niat. Kedua insani itu memandang penasaran dengan mata berkilat dengan pertanyaan yang tak harus menjadi ucap itu.

"Itu, si anak baru ...," April menjeda dengan tarikan napas yang terlalu panjang, seperti hendak mengobarkan kekesalannya yang mungkin tertahan sepanjang perjalanan dari gedung Fakultas Ekonomi hingga ke perpustakaan, "sumpah, ya, songong banget. Pengen aku patahin lehernya."

Kedua insani di depannya itu saling berkedip heran. Arah pembicaraan April makin tak bisa dimengerti. Mengapa gadis itu tidak langsung mengatakan saja dengan siapa dia bertemu, sih?

"Malah liatinnya pake gitu banget. Emang dia doang yang punya mata?" Randi hampir saja mengutarakan sepenggal tanya yang ternyata lebih dulu dipotong April. Pada akhirnya laki-laki itu memilih mengatupkan bibirnya lagi dan menunggu saja April mengeluarkan seluruh kedongkolannya.

"Kalau ketemu lagi, aku colok, tuh, mata. Dari kemaren aku gemes banget pengen keluarin mata dari tempatnya," lanjut gadis itu dengan nada yang sengaja direndahkan. Mungkin agar tak menarik perhatian orang lain apalagi pengawas perpustakaan.

Gertakan dari gigi-giginya terdengar saking senyapnya tempat itu. Ditambah sebelah tangannya mengepal dengan buku-buku jemari yang hampir memutih. Fira makin penasaran, siapa si anak baru itu sampai sahabatnya terlihat sangat gemas begini.

"Dia itu-" April mendadak tak melanjutkan. Padahal tak ada satu suara pun yang memotong ucapannya. Hanya gesekan antara alas kaki yang menyentuh ubin perpustakaan. Mungkin itu juga yang menyebabkan April memandangi balakang punggung kedua temannya dengan mata berkilat tak hanya kesal, tetapi juga bercampur amarah. Hampir meletup-letup.

Fira mengernyit sebentar sebelum akhirnya menoleh pada arah pandang April. Tepat setelahnya, sepasang mata saling bersua. Kembali, setelah sekian lama tak saling menatapi. Gadis itu menahan napasnya di setiap langkah yang mengayun perlahan hampir mendekati mejanya. Lantas kemudian, jantungnya memacu dengan kecepatan tak bisa. Menggedor-gedor dada seperti hendak keluar dan menggelinding jatuh di bawah kakinya ketika manik segelap danau itu menatap terlalu lama dan intens.

Tidak ada emosi apa pun yang terpancar dari matanya. Hanya tatapan lurus yang membuat Fira sesak napas. Ia seolah kembali ke masa-masa dulu. Arya yang sama sekali tak ia kenal menghampiri, di tempat yang sama pula. Bedanya hanya pada situasi yang tidak lagi sama. Anggap saja saat ini mereka telah menjadi sepasang orang asing yang kebetulan berjumpa.

Fira yang lebih dulu memutus tatapan itu. Sebabnya, ada siluet gadis lain menghampiri Arya. Sileut yang dengan jelas masih Fira ingat meski hanya bertemu sekali di bandara. Pacar, katanya. Gadis itu memutar kepala, memaku tatap pada desainnya yang tergeletak di atas meja. Tiba-tiba tersergap rasa benci pada karya sendiri.

"Kenapa dunia sesempit ini?"

Sepenggal ucap penuh nada main-main dari Randi ternyata tak hanya menyentil Fira, semua insani yang ada di sana juga sama tersentaknya, bahkan dia sendiri juga. Fira melihat gadis itu mengambil duduk di meja tepat di samping mereka bertiga. Sedangkan Arya mengambil dua atau tiga buku dari rak manajemen bisnis dan menghampiri pacarnya-ugh, sejujurnya lidah Fira kelu harus menyebutnya sebagai pacar baru mantan kekasihnya.

"Nggak sempit kalau emang nyari jasa patahin leher atau colok mata," sahut April dengan mata merotasi jengah. Ia menarik salah satu buku dan membolak-baliknya dengan menambahkan bumbu kedongkolan.

"Kalau butuh asisten," Randi menyisir rambutnya yang agak panjang itu dengan jemarinya, tersenyum pongah, "aku ready kapan aja."

Kedua insani itu tertawa kecil bersamaan, menjaga suara agar tidak mengundang perhatian. Namun, tidak berlaku dengan satu-satunya meja yang terisi di samping mereka. Ada sepintas tatap yang mengarah, tetapi tak lama dan cenderung abai. Fira bertahan membisu dan dengan raut yang masih tanpa riak.

Status mantan kekasih sama sekali tidak ada dalam hal yang pernah dipikirkan Fira akan terjadi. Orang-orang sepertinya benar. Kepergian bukan berarti akan memberikan pengembalian yang setimpal. Terkadang, malah memberikan hal-hal lain di luar dugaan.

Seperti saat ini, ketika Fira melirik sedikit pada meja di sebelahnya. Gadis anonim itu-Fira juga tak peduli siapa namanya-leluasa sekali saling berpegangan tangan di atas meja. Padahal sebenarnya sama-sama sibuk mengerjakan tugas.

April bergumam panjang. "Itu mau nugas atau mau nyebrang jalan?"

Nadanya terlalu rendah, seperti sengaja agar tidak ada orang lain yang mendengarkan selain mereka. Namun, mengingat jarak meja mereka yang tidak terlalu jauh, Fira tidak yakin jika sepasang insan yang tak tahu tempat untuk bucin itu tidak mendengar. April dan Randi serempak menyemburkan tawa, mulai mengabaikan tugas yang seharusnya mereka kerjakan dan asik bergosip.

Namun, di saat label mantan kekasih sudah menjadi sekat tinggi di antara mereka berdua, Fira seharusnya sadar. Arya mungkin bukan yang sesungguhnya ia tunggu dan Fira ... bukan lagi pemeran utamanya.

Setiap orang berharap bisa menjadi pemeran utama di cerita seseorang yang ia cintai. Berharap di masa depan akan ada cerita yang berakhir seperti dongeng putri raja. Sayangnya, tidak semua cerita punya akhir yang sama. Arya memang pemeran utama di kisah Fira, tetapi Fira bukan pemeran utama di buku Arya. Gadis itu hanya pemeran sampingan yang beruntungnya bisa mencicip bagaimana rasanya menjadi seorang pemeran utama yang dicintai.

Fira hanya pemeran sampingan sekarang, yang bahkan mungkin keberadaannya tidak dianggap. Tidak perlu juga diberi ekspresi keterkejutan karena tanpa sengaja mereka bertemu kembali di tempat yang dulu sekali menjadi awal kisah protagonis palsu ini. Semestanya Arya bukan lagi Fira, tetapi gadis yang ditatap dan ditaut jemarinya itu. Dan seharusnya Fira tak lagi terus-menerus menjejali kepalanya dengan janji-janji yang telah teringkari kalau laki-laki itu akan kembali padanya lagi, suatu hari nanti.

Ia hanya protagonis palsu, pemeran sampingan yang terlalu mujur. Fira harus menggarisbawahi, cetak tebal, dan menulis dengan ukuran huruf besar fakta itu di kepalanya agar cepat-cepat tersadarkan.

"Kenapa kamu nggak marah sama orang kayak dia?" Hening yang perlahan menyelimuti dengan cepat menyusut ketika langkah-langkah kaki lain menapaki lantai perpustakaan. Sepenggal kalimat yang diutarakan laki-laki di sampingnya membuat Fira berpikir sejenak. "Setidaknya kamu minta penjelasan apa gitu. Kesannya dia nggak ngehargain kamu yang udah nunggu selama itu."

Tempat berisi rak-rak menjulang dengan buku-buku yang saling berdesakan itu tak lagi sehening beberapa waktu lalu. Meskipun ketenangan masih terjaga, bangku-bangku dan meja di sekitar mereka sudah hampir terisi. Tidak ada lagi bagian yang hanya mereka berlima di sana. Namun, Fira betah memberi jeda yang terlalu panjang untuk mencari jawaban yang sama. Membiarkan kedua sahabatnya terus menunggu dengan gundah.

Benar kata Randi, ia seharusnya minta penjelasan, kan? Meminta kembali janji-janji yang dulu pernah diutarakan bersama belaian angin yang mengabsen tiap kelopak kamboja merah mudanya. Namun, apa yang Fira lakukan sekarang? Menangis, menyesali tiap jam yang telanjur dihitungi, meratapi kelopak kamboja yang sudah menguning, dan menerima dengan pasrah kalau sebenarnya ia bukan pemeran utama di kisah Arya.

Fira mengerjap beberapa kali, menghela napas terlalu panjang, membalas tatap kedua sahabatnya bergantian. "Entahlah. Aku rasa itu nggak terlalu penting." Ia melirik sebentar pada sepasang insani yang duduk di sebelah meja mereka. Di sekitaran sana, semua bangku-bangku sudah terisi. "Semua itu udah jelasin segalanya, kan?" Mereka masih saling menautkan jemari meskipun beberapa mahasiswa lain memerhatikan dengan pandangan aneh.

Mengapa Fira tak pernah mencari tahu jawaban? Karena bahkan tanpa dicari pun, semesta lebih dulu menanggapi dengan menjejalkan fakta itu langsung pada mata dan telinganya. Semesta itu sebenarnya sungguh berbaik hati, manusia saja yang kadang tidak tahu diri. Sudah terlalu banyak meminta, tidak berterimakasih pula.

"Btw, kamu mau pindah kampus juga, nggak Ra?" April mulai lagi, matanya sesekali mencuri pandang ke arah sana meski sang pemilik meja tampaknya tak peduli dan sibuk dengan dunia mereka saja. "Siapa tau nanti kamu ketemu cowok baru."

Fira menanggapi dengan tawa ringan, April dan Randi juga ikut tertawa. Begini, seperti ini kebaikan semesta yang Fira maksud. Di samping memberi luka, ia juga memberi kain kasanya. Gadis itu tak butuh apa pun lagi ketika punya dua orang ini di sisinya. Fira patutnya bersyukur lebih banyak, bukannya menyalahkan semesta tak henti-henti atas setiap tindak.

Ponselnya berdenting sekali ketika Fira memaku tatap lagi pada desainnya yang tinggal dijadikan produk saja. Ada sebuah pesan, dari grup chat kelas. Dosen jurusan tata busananya yang mengirim.

[Tenggat untuk produk kalian tersisa 7 hari lagi. Bersiap untuk kualifikasinya!]

Fira mengulum bibirnya sendiri, beralih lagi menatap pada kertas putih yang ternoda gores pensil sana-sini. Tidak, siapa juga yang membenci karya ini. Terlalu sayang, terlalu indah, apalagi ia hanya sebuah desain yang sama sekali tak punya tangan, kaki, apalagi hati untuk menyakiti. Meskipun Fira tidak bohong ketika menggambarnya, Arya ikut andil dalam inspirasinya. Kelopak kamboja merah muda itu untuk warna gaunnya kalau sudah jadi nanti. Itu saja. Seharusnya tidak akan jadi masalah yang terlalu besar.

"Ran, kamu bawa mobil?" Fira tidak tahu apakah pertanyaan tiba-tiba itu bisa membuat Randi sebegitu terkejutnya. Namun, laki-laki itu hampir melompat dari kursinya dan menatap dengan raut agak bingung.

"Bawa. Emang kenapa?"

Air muka April punya riak yang hampir sama. Ikut penasaran juga, meninggalkan sebentar diktatnya untuk mendengarkan.

"Anterin aku ke rumah, ya. Bantuin ngambil mesin jahit Bunda," sahut Fira sembari mengulas senyum yang tulus dan menenangkan.

"Ikuuutt!" April membekap mulutnya sendiri cepat-cepat ketika menanggapi dengan suara terlalu keras. Beberapa orang menatapnya tajam karena dianggap terlalu berisik. Gadis itu tertawa canggung membalas tatapan mereka semua.

Di sini, di tempat ini, tempat dengan nama label yang sama ketika ia mendapat peran utamanya. Tempat yang sama pula ketika ia melepaskan semat sebagai pemeran utama menjadi pemeran sampingan. Namun, semesta menukarnya dengan sesuatu yang lebih penting lagi. Fira mungkin bukan pemeran utama di cerita orang lain, tetapi ia adalah pemeran utama di kisahnya sendiri. Satu peristiwa berakhir tidak baik bukan berarti hanya selesai sampai di situ, Fira akan menjadi akhir bahagianya yang lain. Menggapai harap-harap bundanya yang sedang menunggu dikabulkan segera.

Tentang Arya, biarkanlah. Laki-laki itu berhak memilih siapa yang akan menjadi pemeran utama dan siapa yang harus menjadi pemeran sampingan di kisahnya. Fira bersyukur, bisa mencintai Arya dan berdampingan dengannya adalah keberuntungan yang mungkin hanya bisa dialami sekali dalam seumur hidup.

***

even if I'm not as good as others
but I'm happy
just to be able to love you.
[1]

***
[ to be continue ]

--[07/07/21; 21.04]--
--[15/08/21]--

[1] Terjemahan bebas untuk penggalan lirik milik getsunova - พระเอกจำลอง (Fake Protagonist).

...

Hai, lama tidak menyapa, ya!
Terima kasih sudah membaca sampai di sini.
Semua isi babnya hampir tidak ada yang di bawah 2k words. Semoga tidak terserang bosan karena alur lambat ini.

Ngomong-ngomong, jangan lupa jaga kesehatan, ya. Ada seseorang yang mencintaimu meski mereka tidak mengatakannya. ♡

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top