7. Partner

Ruang Laboratorium Kimia SMA Nuansa.

Maji duduk di kursi deretan tengah dengan Evan di sebelahnya. Ruang Laboratorium Kimia menjadi agak ramai karena beberapa siswa yang dipanggil secara khusus oleh Bapak Kepala Sekolah, melalui Pak Abdi tentunya. Kalau kalian murid SMA Nuansa, yang kalian lihat di ruang ini adalah sekumpulan manusia berotak encer.

Maji hanya bisa memangku tangan, menatap malas siswa lain yang ada di sini. Berada satu ruangan bersama orang-orang yang tidak ia kenal--pengecualian untuk Evan. Apalagi orang-orang itu tidak hanya berasal dari angkatannya, namun beberapa adik kelasnya pun ada di sana.

Dia tidak suka situasi ini. Dia tahu betul bahwa setelah ini dia perlu bersosialisasi lagi. Ah, coba saja Ody ada di sini, ia pasti sudah menarik gadis itu jauh-jauh.

"Ehm, hm," Pak Abdi yang tadi sibuk mencari sesuatu berdeham. Di atas mejanya kini terdapat beberapa lembar kertas. Ada satu kertas yang menarik perhatian para siswa, yaitu sebuah poster full color.

"Sebelumnya, Bapak minta maaf karena mengganggu jam pelajaran kalian. Sebenarnya, bapak kepala sekolah ingin membicarakan hal ini secara langsung kepada kalian, namun beliau berhalangan hadir," ujar Pak Abdi. Para siswa pun mulai memerhatikannya.

"Ada sebuah olimpiade penting dengan tema yang out of box. Coba cek poster ini," Pak Abdi lalu menyerahkan poster full color itu pada siswa yang duduk di deretan pertama. Kemudian, poster itu diberikan lagi pada siswa deretan berikutnya. Begitu seterusnya.

Sampai tiba di deretannya, Maji dan Evan membaca poster itu dengan hati-hati.

Biochemical Olympic 2015.

"O-Olimpiade Biokimia?" gumam Maji pelan, "gimana bentuknya, tuh?"

"Entahlah," jawab Evan singkat. Ia mengacak-acak rambutnya yang sudah berantakan. Ya, ia juga merasa bingung bagaimana bentuk Olimpiade Biokimia itu. Olimpiade Biologi atau Kimia itu biasa, tapi Biokimia? Ah, enggak kebayang.

Matanya lalu beralih menatap wajah gadis yang duduk di sebelahnya. Bagaimana pun juga, Maji tetap terlihat cantik. Matanya yang lebar terlihat sedang fokus menatap sesuatu, pipinya terlihat padat, sedangkan bibirnya membentuk huruf 'O' kecil. Ekspresi polos nan menggemaskan itu lagi.

Evan mengulum senyumnya. Kalo gue cukup berani, udah gue cubitin itu pipi. Sayangnya, gue gak cukup berani.

"Tapi, yang ngadain lomba ini Institut Pertanian C, Van!" Maji tiba-tiba berseru. Matanya yang tadi sibuk menatap sesuatu kini beralih pada laki-laki di sebelahnya.

"Hah?" Evan mengerjap-ngerjapkan matanya. Belum sepenuhnya sadar bahwa dirinya tertangkap basah sedang melirik gadis itu diam-diam. Wajahnya memerah. Ia lalu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "I-iya, Institut Pertanian C," ucapnya tergagap.

Maji lalu melanjutkan ocehannya tentang betapa bagusnya Institut Pertanian C. Ia sama sekali tidak menyadari bahwa Evan masih menatapnya diam-diam sambil mengulum senyumnya.

Suatu hari nanti, gue pastiin kalo cuma gue yang boleh ngeliatin lo kayak gini dan nyubitin pipi lo. Ya, nanti, kalo gue udah cukup berani.

***

Sampai di deretan terakhir, poster full color tadi pun kembali ke tangan Pak Abdi. Beliau menaruh poster itu, kemudian beralih mengambil beberapa lembar kertas. Beliau lalu mulai membacakan tata cara Olimpiade Biokimia itu.

"Lomba ini adalah lomba per tim, dimana satu tim terdiri atas dua orang," terang Pak Abdi. Seorang siswa mulai menghitung jumlah mereka. "Sepuluh orang, berarti ada lima tim,"

"Setiap sekolah tidak memiliki batas pengiriman tim. Biaya pendaftaran akan ditanggung pihak sekolah. Dan ... pembagian tim sudah ditentukan."

Para siswa lalu mulai berbisik. Sebagian besar terlihat antusias dengan pembagian tim itu. Namun, tidak dengan Maji.

Ia membenamkan wajahnya ke meja sambil meringis. Benar, kan. Setelah ini ia harus bersosialisasi lagi.

Pak Abdi mulai membacakan satu per satu nama-nama yang telah dibagi menjadi beberapa tim itu. Siswa yang telah disebutkan namanya mulai mencari anggota timnya masing-masing.

"Berikutnya, Alfariel Evan Erlangga, XI MIA 6 dengan Reandra Imaji Paramartha, XI MIA 4."

Ekspresi terkejut yang (menurut Evan) menggemaskan itu pun terlukis di wajah Maji. Ia menatap laki-laki di sebelahnya, kemudian tersenyum lebar, "Kita satu tim! We are partner!"

Evan ikut tersenyum lebar. Ia benar-benar senang. Tidak ada kata yang bisa mendeskripsikan betapa senangnya dirinya. Menjadi partner orang yang dia suka, kurang beruntung apa lagi dia?

Forelsket

Pukul dua siang. Seperti biasa, SMA Nuansa yang tadinya ramai kini berangsur sepi.

Setelah pelajaran Akuntansi yang (menurut Ody) seperti terjebak di puncak roller coaster tertinggi di dunia, laki-laki bertubuh jangkung itu segera pergi menuju kelas XI MIA 4--kelas Maji.

"Ji!" panggilnya sambil tersenyum, menampakkan deretan gigi putihnya.

Gadis yang sedang sibuk melakukan tugas piket siangnya itu menoleh. Senyum lebar itu pun terlukis di wajahnya, "Ody!"

Maji lalu menghampiri sahabatnya itu. "Kenapa? Tumben ke sini, lo lagi gak sibuk OSIS?"

"Lo pulang bareng gue ya," jawab Ody. "Lagi ada promo makan gratis di cafe sebelah,"

"SERIUS?" pekik Maji. Sapu ijuk yang tadi ada di tangannya pun terjatuh ke lantai. Udah kayak di sinetron-sinetron gitu. "Asyik! Gue nebeng di lo, kan?"

Ody mengangguk sambil tersenyum, "Pokoknya jangan kemana-mana. Gue mau ambil tas dulu, ya!" Laki-laki bertubuh jangkung itu lalu berlari kecil menuju kelasnya yang tidak terlalu jauh. Bisa ia dengar seruan-seruan kecil dari Maji tentang promo makan gratis. Hal itu membuatnya semakin bersemangat.

Langkahnya pun terhenti ketika dilihatnya wajah yang akhir-akhir ini sedang dekat dengan sahabatnya itu di koridor.

Siapa lagi kalau bukan Evan?

Ody menatap Evan sekilas, kemudian segera membuang pandangannya. Baru saja ia menggerakkan kakinya dua langkah, ia kembali mundur. Sehingga ia kini tepat berada di samping Evan.

"Hari ini Maji pulang sama gue, jadi lo ga usah nunggu dia di halte." ucapnya datar tanpa melirik pada lawan bicaranya. Sejurus kemudian, ia kembali melangkahkan kakinya menuju XI IIS 1.

Evan terpaku di tempatnya. Ia lalu membalikkan badannya, menatap punggung mantan sahabatnya itu yang semakin menjauh. Ia tersenyum tipis.

Setelah hampir lima tahun sejak kejadian itu, Ody tidak pernah berbicara dengannya. Bahkan hingga mereka berada pada satu tim basket pun, Ody tak pernah menggubris perkataannya.

"Sebesar apapun masalahnya, seseorang yang pernah menjalin hubungan yang amat erat, pasti akan kembali bertemu juga. Kembali melakukan kontak. Entah bagaimana caranya, hanya Tuhan yang tahu. Jalani, semua akan baik-baik saja."

Kata-kata itu kembali terngiang di kepalanya. Ah, ia jadi teringat masa lalu. Ia tersenyum tipis, lalu segera berjalan menuju halte bus.

Forelsket

a/n: 1011 words, update terpendek sejauh ini XD

Oh ya, I already heard about that mirror site ... dan rencananya aku mau buat cerita ini jadi private.

But, pas aku cek website-nya, ceritaku ternyata nggak ada disana. Masih aman. Mueheheheh. Jadi, rencana itu ditunda dulu XD Semoga aja enggak ke-copas.

Buat yang baca, leave vote dan comment jangan lupa ya. Biar semakin semangat :3

Salam ppoppo~ 뽀뽀

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top