2. Perkenalan Singkat

"Jadi, untuk menyelesaikan soal ini, kita bisa menggunakan kuadrat sempurna, nah, nah, seperti ini." Pak Nanda mulai menuliskan beberapa angka di papan tulis. Di kesempatan seperti ini, para siswa langsung meregangkan tubuhnya, mencoba untuk tidur sebentar, bahkan ada yang diam-diam memakan bekal milik mereka. Termasuk Maji.

Gadis itu diam-diam membuka sebungkus permen. Setidaknya dengan makan permen, ia bisa mengalihkan rasa kantuknya. Biasanya pelajaran Matematika itu bikin pusing, tapi begitu diajar oleh Pak Nanda, suasananya jadi beda banget. Bikin ngantuk.

Pak Nanda berbalik badan, menatap kearah siswa begitu selesai menuliskan angka-angka di papan. Para siswa pun kembali ke posisinya semula. Namun Maji tidak menyadari hal itu. Di saat yang bersamaan, ketika Pak Nanda menatap ke arahnya, ia memasukkan permen itu ke dalam mulutnya.

"Hayo, Imaji, kamu makan apa itu saat jam pelajaran saya?" tanya Pak Nanda. Maji tersentak. Ditatapnya Pak Nanda dengan mata yang membulat. Teman-temannya yang lain tersenyum jahil ke arahnya, sambil berusaha menahan tawanya.

"A-Anu, Pak. Mulut saya gatel tadi," tukas Maji sambil tergagap. Ia lalu pura-pura menggaruk mulutnya yang sebenarnya tidak gatal. Teman-temannya pun mulai terkikik. Pak Nanda menurunkan kacamatanya, lalu berjalan mendekat ke arah Maji.

"Coba, buka mulut kamu!" perintah Pak Nanda. Keringat dingin mulai bercucuran di kening Maji. 'Apa yang bisa gue lakukan sekarang, Tuhan?' gumam Maji dalam hati. Dengan keadaan terdesak seperti itu, ia langsung menelan bulat-bulat permen yang tadi dimakannya. Lalu dengan percaya diri, Maji membuka mulutnya. Ekspresi Pak Nanda seketika berubah, tak ada apapun yang bisa ia temukan di dalam sana.

"Baiklah, Imaji. Maaf, mungkin Bapak salah lihat." ujar Pak Nanda. Maji tersenyum lega, lalu segera meneguk sebotol air minum yang dibawanya. Untung saja ia tidak makan permen karet tadi.

"Kok bisa ilang dah permen lo?Ditelen?" tanya Firda, teman sebangkunya. Maji mengangguk sambil tersenyum tanpa dosa. Teman-temannya yang lain hanya bisa cekikikan melihat tingkah seorang juara umum itu.

Forelsket

"Seorang Pak Nanda minta maaf?" tanya Ody tak percaya. Maji yang sedang berjalan disebelahnya mengangguk dengan cepat.

"Iya, dia minta maaf ke gue. Bayangin, deh, gimana guru yang 'selalu benar' kayak gitu tiba-tiba minta maaf," jawab Maji. Ody terkekeh, lalu mengacak-acak rambut Maji pelan. Mereka lalu berjalan beriringan melewati koridor, menuju kantin yang terlihat sesak akibat lautan para siswa.

"Lo mau makan apa?" tanya Ody sambil menatap kearah Maji.

Maji terlihat berpikir sejenak, "Nasi goreng sama es teh aja, deh."

"Oke," Ody mengangguk, "Lo kesana duluan aja, entar gue nyusul." Setelah berkata seperti itu, Ody kemudian pergi menuju kantin. Berbeda dengan Maji yang justru pergi ke taman sekolah. Letak taman sekolah cukup dekat dari kantin. Di sana terdapat sebuah kursi panjang lengkap dengan mejanya yang merupakan tempat favorit bagi Ody dan Maji. Maji tidak suka keramaian, maka dari itulah dia memutuskan untuk makan di tempat ini. Selain sepi, suasananya juga sejuk.

***

"Lo mau makan apa?Biar gue yang traktir!"ucap Aldo yang diikuti oleh sorak kebahagiaan dari Evan.

"Woo, serius nih?Kalo gitu gue mau jus mangga, gado-gado, es campur, bakso, sama--"

"Anjay, ditraktir sih ditraktir tapi pikirin keuangan gue juga dong, Van."Aldo menoyor kepala Evan. Evan hanya bisa tertawa kecil.

"Jus mangga sama gado-gado aja, deh."kata Evan. Aldo menunjukkan ibu jarinya, lalu ia segera pergi memesan makanan.

Evan lalu menunggu sendirian di meja itu. Beberapa siswa yang kebetulan lewat di dekatnya mulai menyapanya. Seperti biasa, Evan hanya membalas sapaan itu dengan senyuman tipis yang mampu membuat semua orang meleleh.

Bosan, ia pun memutuskan untuk merogoh ponselnya dari sakunya. Tidak ada yang menarik, hanya ada beberapa kiriman clover "Jadi Kaya Yuk" dari teman-temannya dan broadcast messages dari beberapa official account. Ia akhirnya menaruh ponselnya lagi, lalu menatap ke arah taman sekolah yang berada di dekat kantin. Matanya menangkap sesosok gadis yang sedang duduk sendirian sambil membaca buku di tengah-tengah taman itu. Ia kemudian tersenyum tipis. Itu Imaji, dan dia sendirian. Tanpa Ody. Garis bawahi itu.

Namun senyuman itu tidak bertahan lama. Karena beberapa menit kemudian, Ody datang dan duduk di sebelah gadis itu. Membawa satu baki yang sepertinya berisi pesanan mereka berdua. Kemudian dengan romantisnya, mereka berdua makan bersama.

Evan mengacak-acak rambutnya yang sudah tertata rapi. Dia tak mengerti dengan apa yang ia rasakan saat ini. Dadanya sesak, dan jantungnya berdegup tak karuan. Apa ini namanya ... cemburu? Tapi, buat apa ia cemburu? Toh, gadis itu sama sekali tidak mengetahuinya. Bahkan dirinya bukan siapa-siapa bagi gadis itu. Ia tak lebih dari pengagum rahasia.

Forelsket

"Van, lo yakin gak mau nebeng sama gue?" tanya Aldo dari dalam mobilnya. Evan yang sedang berjalan menuju gerbang sekolah pun menggeleng sambil tersenyum, "Thanks, tapi gue mau naik bus aja,"

Aldo mengendikkan bahunya. "Okay, then. Gue duluan, Bro."

Aldo lalu melaju bersama mobilnya keluar dari area sekolah. Evan melambaikan tangannya pada sahabatnya yang kini sudah menjauh itu. Evan kemudian berjalan menuju halte bus. Halte benar-benar sepi. Tidak ada seorang pun disana. Well, hal yang baik, karena ia bisa duduk dengan leluasa, tanpa perlu berdesak-desakkan.

"Eh, aduh!"

Evan lantas menoleh kearah suara. Seorang gadis dengan rambut terurai yang kini sibuk mengelus-elus dahinya. Dilihat dari pakaiannya, gadis ini berasal dari sekolah yang sama dengan dirinya. Senyumnya tiba-tiba mengembang sempurna. Itu Imaji.

Maji kemudian duduk di sebelah Evan, masih mengelus-elus dahinya yang terasa sakit. Salahnya dia, sih, baca buku sambil jalan. Alhasil, dirinya pun menubruk tiang halte. Betapa cerobohnya dirinya.

Maji kemudian melanjutkan bacaannya yang tertunda. Sebuah pocket book Biologi yang berada di tangan kanannya dibacanya lagi. Ia bahkan tidak peduli bahwa ada seorang laki-laki yang tengah menatapnya lekat saat ini.

Cute as fuk, batin Evan. Evan menatap gadis itu lekat-lekat. Wajahnya benar-benar serius saat membaca buku. Meskipun begitu, Maji tetap cantik. Ini pertama kalinya ia berada di jarak sedekat ini dengan gadis pujaannya. Ia tahu, ia tak boleh melewatkan kesempatan ini.

"Sakit?" tanyanya. Entah mengapa, dari sekian kalimat yang bisa diucapkan untuk mengawali sebuah percakapan, justru kata itu yang terlontar dari bibir Evan.

"Sakitlah, bisa-bisa benjol, nih, kepala gue!" ringis Maji. Maji lalu menoleh ke arah laki-laki yang duduk di sebelahnya. Matanya membulat. Ia lalu refleks menutup mulutnya.

Gue lupa kalo gue lagi ngga sama Ody, batin Maji.

"Eh, maaf, maaf. Gue kira lo temen gue," ucap Maji sambil menundukkan kepala. Evan tak kuasa menahan senyumnya. Anjir, lugu banget.

"It's okay, santai aja." ujar Evan menenangkan. "Ngomong-ngomong soal temen ... kenalin, gue Evan." lanjutnya. Evan mengulurkan tangannya sambil tersenyum. Maji menatapnya keheranan. Tumben ada orang yang mau kenalan sama gue.

"Maji," jawab Maji singkat sambil membalas uluran tangan Evan. Jantung Evan berdetak dengan cepat. Tak pernah ia sangka bahwa hari ini akan tiba secepat ini. Ia berkenalan dengan Imaji secara resmi, dan menjabat tangannya yang terasa hangat dan nyaman di kulitnya.

Mereka lalu melepas jabatan tangan, tepat setelah bus tiba dan beberapa orang keluar dari dalam bus. Imaji lalu membenahi posisi tasnya dan berdiri.
"Lo ... gak masuk?" tanyanya. Evan yang tengah asyik dengan khayalannya kemudian menyadari sesuatu. "Ah, iya, iya, gue juga masuk."

Evan kemudian mengikuti langkah Maji masuk ke dalam bus, lalu duduk di sebelah Maji. Sepanjang perjalanan, tidak ada percakapan yang spesial. Namun, hal itu tetap saja membuat senyum Evan mengembang seratus kali dari biasanya.

Forelsket

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top