Bab 13
***
Satu bulan kemudian ...
Fikri merasa ada yang aneh dengan Vita. Ini ujian tengah semester, namun Vita tidak datang bahkan mengambil nomor kartu tes di kampus. Padahal sejauh ini perkembangan akademik Vita membaik.
"Walau ini ujian semester, setidaknya kamu harus datang," gumam Fikri. "Apa yang terjadi padanya hari ini?"
Dia mengecek jam. Setengah menit setelah ujian hari pertama selesai. Dia harus pulang ke rumah untuk melakukan penyuntingan novel barunya. Baru tiga bab sekarang.
"Halo, Surya? Kenapa menelepon?" Fikri bergerak cepat mengangkat telepon dari editornya.
"Kamu ada waktu?"
"Oh, enggak. Aku ingin menyunting novel baruku, jadi kayaknya tidak ada waktu." Fikri melanjutkan telepon seraya bangkit dan beberes meja. "Memangnya ada apa?"
"1000 eksemplar kemarin belum cukup. Kita masih perlu produksi 600 eksemplar lagi," keluh Surya yang membuat Fikri menahan membuka pintu ruang dosen.
"Loh, kita sudah close PO. Masih ada lagi yang mau pesan?"
"Ada. Tapi 600 eksemplar, 300-nya untuk satu orang."
"300 eksemplar untuk satu orang? Siapa?" tanya Fikri penasaran. Mungkin saja orang itu adalah reseller yang mana semua buku itu dijual kembali.
"Ada deh. Pokoknya orang itu sudah membayar secara tunai."
Fikri mengernyitkan dahi heran. "Maksudnya apa, sih? Kita juga belum mengumumkan PO gelombang kedua. Dia sudah membayar?"
"Yah, admin kami menanggapinya dengan fast respon. Mana bisa kami menolak? Jadi, orang-orang di penerbit tinggal memproduksi 300 eksemplar aja."
Setuju-setuju saja kalau ada yang membeli sebanyak itu. Akan tetapi terlalu mendadak. Fikri juga belum mendiskusi terkait merchandise dan hal-hal lainnya. Pre-Order memang lekat dengan merchandise. Ini sangat cepat sehingga mau tidak mau Fikri harus bergerak cepat.
Tak lama kemudian, Fikri mendapat notifikasi berupa pesan singkat. Dia menjeda teleponnya lalu membaca pesan tersebut.
Pak. Ini saya, Vita. Bisa kita ketemu? Ada yang harus saya bicarakan pada Anda.
"Kenapa tiba-tiba? Apa yang mau dia bicarakan kepadaku?" gumam Fikri menerka-nerka.
Fikri menanggapi telepon Surya kembali. "Maaf, sepertinya aku ada janji. Untuk diskusi terkait PO Gelombang 2, bisa kita bicarakan nanti malam. Aku pun ada urusan sampai sore. Dah."
Dengan cepat Fikri memutuskan sambungan telepon di ponselnya. Alih-alih pulang ke rumah, dia bersiap untuk menemui Vita yang tak mengikuti ujian.
"Ada yang aneh. Pokoknya ada yang aneh. Vita tidak hadir di kampus, dan tiba-tiba memintaku bertemu. Aneh." Fikri berbicara sendiri seraya terus menerka-nerka alasan Vita untuk bertemu.
Fikri kembali mengeluarkan ponselnya dan mengetik pesan, membalas Vita.
Di mana kita harus bertemu? Tuliskan alamatnya, biar aku ke sana.
Setelah memencet kirim, Fikri langsung menyalakan mobilnya dan cepat menyambungkan sabuk pengaman memenuhi tubuhnya.
Tak lama kemudian, dia mendapat balasan pesan dari Vita.
Ke Mcd tempat Anda menangkap saya sedang membolos. Saya ada di sini, menunggu Anda.
Kira-kira apa yang dipikirkan Vita sebenarnya? Bahkan Vita yang awalnya rajin sekali unggah ke story tentang novel HEART FOR YOU, sekarang akun itsmevita_98 menjadi berdebu dan tak ada unggahan apa pun, termasuk postingan.
"Apa aku sempat terlalu keras padanya?" Fikri kembali menduga-duga.
Tanpa membuang-buang waktu lagi, ia pun mengemudikan mobilnya keluar dari wilayah kampus. Lalu menaikkan kecepatan kendaraan menuju tempat tujuan.
Pikiran Fikri tak karuan sekarang. Mengurus Pre-Order novelnya yang kedua malah membuatnya pusing. Apalagi harus mendiskusikan sistem dan lain-lainnya pada Surya. Jika serepot itu, harusnya dia tak menandatangani kontrak untuk menerbitkan HEART FOR YOU. Apalagi kini novel tersebut ditarik sebagian dari HG Novel dan menyisakan tiga bab awal.
Sesampainya di sana, Fikri langsung buru-buru turun dari mobil dan memasuki restoran cepat saji itu. Di dekat jendela, duduk seorang gadis yang gundah seraya menyilangkan tangannya. Fikri pun menghampiri mahasiswinya dan mencerca pertanyaan tanpa menyapa.
"Kenapa kamu tidak masuk kampus? Harusnya kamu ikut ujian. Bagaimana kalau nilaimu turun?" tanya Fikri cemas, duduk di hadapan Vita.
"Enggak apa-apa turun. Toh, saya akan pindah."
Ucapan terakhir Vita sukses membuat Fikri bingung. "Pi-pindah? Kamu akan pindah kampus?"
"Kalau saya tidak bisa pindah, saya bisa bekerja saja. Aku tidak butuh gelar sarjana sekarang."
Vita aneh. Sudah Fikri duga. "Hei. Pikiranmu ke mana? Tertinggal di rumah?" Fikri meledek Vita tanpa tanggung. Namun sikap gadis itu biasa saja. Bahkan tanpa ekspresi, tanpa menanggapi pun.
"Vita. Dosenmu lagi bicara ini!" seru Fikri tersinggung karena merasa diabaikan. "Kamu kenapa sampai tidak ikut ujian? Bahkan sepekan sebelum ujian, kamu tidak masuk kampus dua hari. Apa yang terjadi sebenarnya sama kamu, hah?"
"Anda memanfaatkan kisah cinta monyet-ku demi meraup duit?" Akhirnya Vita pun buka mulut, mengatakan hal sebenarnya.
"A-apa?"
"Saya tahu Anda sengaja mengambil buku diary warna merah muda. Itu punya saya loh, pak. Kenapa sih, alih-alih mengembalikan ke empunya, tapi justru mengadaptasinya menjadi novel?"
Fikri tak paham apa yang diucapkan Vita.
"Jujur, saya memang sempat berpikir. Kenapa Angeline dan Niko mirip banget dengan kisah yang pernah kualami? Ternyata pas saya baca, benar. Angeline itu aku, dan Niko adalah kakak kelas yang sempat menjalin hubungan sebelum lulus SMA."
"Vi-Vita. Aku bisa jelaskan."
"Saya tidak butuh penjelasan apa-apa dari Anda. Satu lagi. Anda pasti dikabari kalau ada yang memesan 300 eksemplar novel untuk satu orang, kan? Itu saya yang pesan."
"Ke-kenapa kamu melakukannya? Kamu pasti tersinggung 'kan karena aku sudah menuliskan kisah cinta monyetmu menjadi novel HEART FOR YOU? Kenapa kamu harus membeli buku-buku itu? Kamu ingin membakarnya?"
"Cih, buat apa saya bakar? Saya melakukannya karena ingin menjualnya secara daring dan tidak perlu datang ke kampus."
Apa hubungannya? Vita mencoba menghindari Fikri?
"Jadi kamu tidak mau datang ke kampus dan memilih mencari uang untuk kebutuhan hidup?" Fikri mencondongkan tubuhnya menatap lekat Vita. "Sebenarnya orang tuamu ke mana? Kamu hidup sendiri, atau bagaimana?"
Fikri belum tahu latar belakang keluarga Vita seperti apa. Dan kalau dilihat-lihat, Vita tampak tak ada beban ataupun masalah. Dia bebas dengan dirinya sendiri.
"Orang tuaku jauh. Aku anak rantau." Vita berucap memalingkan wajahnya.
"Oh, pantas saja." Fikri menanggapi biasa. "Kalau memang itu keputusanmu untuk tidak kuliah, silakan saja. Tapi jika sampai kamu memohon dan meronta-ronta padaku ataupun dosen PA-mu, berarti kamu sudah menjilat ludahmu sendiri. Ingat, kamu yang minta nilaimu turun. Jangan sampai kamu datang padaku untuk memperbaiki nilai atau absen."
Mendengar hal itu Vita tidak peduli. Dia benar-benar akan menghindari Fikri, entah sampai kapan. Bagaimana dia tidak malu, kalau cerita yang harusnya dirahasiakan sendiri justru terpublikasi sebagai novel? Apa jadinya kalau orang tahu HEART FOR YOU terinspirasi dari buku diary miliknya? Dia sungguh malu sekarang.
"Satu kebaikan terakhir. Kalau kamu ingin tambah pesanan lagi, silakan ambil ini." Fikri menyodorkan dua lembar uang 100 ribu pada Vita. Dia lakukan semata-mata kasihan. Tapi kini dia menerima keputusan Vita. Toh, dia juga yang salah dan membuat Vita marah.
"Ingat hal ini. Aku akan memberimu waktu dua hari untuk meneleponku. Jika lewat dari itu, maka kesempatan yang kuberikan padamu habis. Jangan memohon lagi."
Fikri pun tampak kehabisan kata-kata, kemudian beranjak dari tempat duduk meninggalkan Vita yang sendirian dengan kentang dan cola-nya.
Kesempatan yang Anda kasih kemungkinan akan saya gunakan. Tapi saya harus meredakan hati yang memanas ini dulu, baru saya ambil keputusan.
***
Vita memilih pergi menjauh dari Fikri. Entah karena marah atau menjaga perasaannya, yang penting Vita tidak akan mengganggu Fikri lagi. Lantas bagaimana dengan Fikri sendiri? Tunggu kelanjutan ceritanya.
*
13 Februari 2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top