Bab 10

*** 

"Hei, gadis! Ngapain kamu di depan rumah suamiku?" teriak Ratih dari kejauhan. Sembari menebar pesona dengan melepas kacamata hitamnya.

Vita yang melihatnya justru kebingungan. Siapa wanita sombong itu?

"Kamu siapa?" tanya Vita informal.

"Siapa? Aku istrinya Fikri. Terus, kamu siapa? Setahuku tidak ada seorang gadis atau wanita kurang ajar yang menepi di depan rumah suami orang."

"Tunggu, tunggu. Jadi kamu istrinya Pak Fikri? Setahuku, beliau tidak pernah mengungkit pasal istrinya. Apa jangan-jangan..." Insting Vita sedang berjalan. "Kamu mantan istri Pak Fikri, ya?"

Seolah benar, Ratih menertawakan tebakan Vita. "Benar. Memang mantan istri, tapi sebentar lagi kami akan rujuk."

"Ceileh! Ngaku-ngaku. Mana buktinya kalau kamu ingin rujuk? Hidup Pak Fikri saja runyam, apalagi kamu mengganggunya. Tidak jelas."

Vita tahu betapa dilemanya Fikri tentang kehidupannya, apalagi rumah tangganya. Pernah Fikri tak sengaja mengunggah curhatannya di Insta Story dan Vita membacanya dengan hati yang tersentuh. Makanya Vita ingin menaruh perhatian lebih pada Fikri tanpa ada gangguan yang menghambat hidup dosennya.

"Tahu apa kamu tentang suamiku, hah?" Ratih spontan menjambak rambut cokelat Vita dan tak mau kalah Vita membalas.

"Kamu mau pakai kekerasan? Aku balas dengan lebih menyakitkan," ucap Vita kewalahan melawan Ratih. "Belajar dari mana sih sampai kuat banget jambakannya?"

"Aku belajar dari drama-drama yang melabrak pelakor. Jangan sampai kamu jadi pelakor, dasar gadis tidak tahu diri!"

"Korban sinetron rupanya! Kamu cuma mantan, jangan tidak tahu diri begitu dong!"

"Aku punya hak untuk memintanya rujuk. Apa salahnya?"

Vita dan Ratih saling mengerahkan kekuatan untuk melawan. Sampai menarik perhatian Fikri, langsung keluar dari rumahnya.

"Ini apa-apaan, sih? Hei, kalian tidak mau berhenti?"

Fikri melerai pertengkaran mereka dan menarik tangan Vita untuk menghentikan aksi jambak rambutnya.

"Ada masalah apa? Kamu sudah gila sampai bertengkar seperti itu?" tanya Fikri keras pada Vita.

"Mantan istri Anda! Dia yang duluan menarik rambutku!"

"Loh, dia duluan cari masalah!"

Vita dan Ratih tidak ingin disalahkan. Mereka saling melempar kesalahan.

"Sudah, sudah cukup! Kalian bukan anak-anak!" teriak Fikri tersulut emosi.

Perhatian Fikri beralih ke Ratih. "Lagipula kamu. Kenapa kamu pakai datang segala sih? Sudah kubilang aku tidak mau rujuk darimu atau menitipkan Hanif di sini."

"Aku datang biar kamu mematangkan keputusan!" ketus Ratih. "Aku tidak suka kamu sendirian begitu saja di rumah sebesar ini. Kamu harus tahu, kamu depresi, Mas!"

"Depresi apanya? Aku baik-baik saja. Kamu tuh caper, tau enggak! Tidak habis pikirnya!"

Di samping itu, Vita menertawakan ledekan Fikri pada Ratih. "Caper, mantap enggak tuh?"

"Apa sih, Mas? Jangan bilang kamu ingin membela gadis itu?"

"Aku tak membela siapa-siapa di sini. Kamu sudah berlebihan, bahkan sejak kita cerai. Kamu tidak punya harga diri?"

Vita menonton adu mulut antara Fikri dan Ratih. Dia tidak tahu harus melakukan apa lagi, selain menyaksikan pertengkaran mantan suami-istri itu.

"Aku datang baik-baik untuk meminta rujuk," sergah Ratih. "Bisa-bisanya kamu menolak kedatanganku? Hargai aku sedikit!"

"Apa lagi yang harus dihargai? Kita sudah berpisah. Ingatkah saat bilang kamu tidak suka suami seorang penulis?" balas Fikri mengungkit masalah. "Aku sudah memantapkan keputusan untuk berpisah dari wanita toxic sepertimu."

Fikri memang membaca sifat Ratih yang mementingkan egonya. Makanya dia tidak nyaman menjalankan rumah tangga bersama wanita itu, apalagi kalau disuruh menikah lagi, rasanya Fikri tidak ingin. Lebih baik sendiri bersama laptop dan kata-kata yang tertuang di kepalanya.

"Sudah deh, mbak. Pergi saja dari Pak Fikri. Jangan ganggu beliau lagi!" Vita nyelenong dan mendorong tubuh Ratih menjauh dari Fikri.

"Jangan ikut campur urusanku dengan Fikri, ya." Ratih berusaha lepas dari Vita seraya mengancamnya. "Mau hidupmu lebih baik? Tidak perlu gabung masalah kami."

"Justru kamu yang hidupmu rusak olehku."

"Sudah, sudah. Kalian bertengkar lagi untuk apa, sih?" Fikri kembali melerai mereka kemudian melangkah berhadapan dengan Ratih. "Kuminta baik-baik. Pergilah."

Beruntung Fikri cepat meluruhkan suasana dan Ratih benar-benar pergi meninggalkannya.

"Pak. Kenapa tadi Anda tidak mengajar di kelas saya?" tanya Vita langsung ke inti. "Saya sudah nyelesaiin tugas mengulas novel HEART FOR YOU. Apa bisa absensi saya diperbaiki?"

Lama mengatur napas, Fikri pun memberikan jawaban. "Bisa. Kerjamu bagus. Pulanglah, nanti dicari orang tua kamu."

Fikri menanggapi biasa saja kemudian memasuki tempat tinggalnya dengan wajah masam.

"Pak Fikri. Saya belum selesai bicara."

Vita mengikuti langkah dosennya, membuka pintu rumah Fikri. "Pak. Ada yang bilang kalau Anda akan menghentikan penerbitan HEART FOR YOU di HG Novel. Kenapa? Itu sudah satu juta pembaca, kenapa berhenti? Saya belum tahu nasib Angeline dan Niko di ending."

"Siapa bilang?" Fikri membalas ucapan panjang lebar Vita. Tubuhnya berbalik menghadap gadis itu.

"Kata Anda di Insta Story," ucap Vita pelan.

Itu memang sengaja memberitahukan karena terpaksa. Fikri menerima tawaran penerbit untuk membuat novel hits-nya di platform daring menjadi sebuah buku.

Fikri pun melanjutkan ucapannya. "Memang. Aku melakukannya karena HEART FOR YOU akan diproses menjadi buku fisik."

"Loh? Kenapa, pak? Saya ... lebih suka kalau novel itu berada di HG Novel. Ta—tapi?" Vita keburu panik begitu mendengar ucapan Fikri yang mengejutkannya.

"Apa salahnya? Bukankah itu lebih bagus? Kamu bisa ikut PO dan dapat banyak merchandise. Kamu pun bisa memeluk buku itu seolah-olah kamu memeluk Niko maupun Angeline. Kenapa kamu yang kaget?" tanya Fikri heran.

"Bukan begitu, pak. Tapi ..." Suara Vita mulai serak. "Saya lebih suka kalau Anda tetap meneruskannya di HG Novel. Juga, bukankah HG Novel ladang uang untuk penulis? Anda bisa dapat gaji dari situ."

Fikri menatap serius Vita yang mulai banyak bicara dengannya. "Memang. Tapi sekali lagi, itu kemauanku. Kepopuleran sebuah cerita, akan menjadi pasar bagi penerbit maupun platform. Aku lakukan itu karena HEART FOR YOU hampir melampaui dua juta."

Vita seolah tidak rela. Bagaimanapun dia berusaha menghentikan niat buruk Fikri untuk menarik HEART FOR YOU dari HG Novel.

"Pak, jangan seperti itu, dong. Saya sangat menyukai novel itu dan saya mau membacanya berulang kali di ponsel." Vita memelas demi menarik perhatian Fikri.

"Kalau jadi buku fisik pun, bisa kamu baca berulang kali. Toh tidak ada bedanya, kan?"

"Loh, mana bisa? Saya lebih suka membacanya sambil rebahan. Kenapa harus mempersulit diri?"

Fikri kembali mengatur napas. "Kamu itu sudah terperdaya oleh teknologi. Mau aku terbitkan atau tidak, apa urusannya sama kamu? Tinggal kamu terima aja, iya kan?"

Ini tidak boleh terjadi. Bagaimanapun, aku melakukannya karena menyukainya. Aku harus melarangnya.

"Anda tidak kasihan kepada pembaca yang berkomentar?" tanya Vita. "Harusnya Anda sering-sering buka kolom komentar dan balas-balaslah. Anda punya pembaca banyak dan tiba-tiba ada info mau diterbitkan, bagaimana perasaan mereka?"

"Justru mereka senang," jawab Fikri menyimpulkan. "Mungkin hanya kamu seorang yang kecewa novel HEART FOR YOU diterbitkan."

Ucapan itu membuat Vita bungkam.

"Lantas aku mau tanya sama kamu. Apa kamu melarangku menerbitkan novel itu menjadi buku, karena ingin aku mendapatkan uang dari HG Novel? Juga, karena kamu menyukaiku?"

*** 

Kenapa Vita kecewa ya? Kelihatannya Fikri semakin muak nih, apa Fikri akan membenci mahasiswinya? Tunggu kelanjutannya.

*

3 Februari 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top