F.Couple7
"Heh, langsung molor aja lo!"
"Gue capek pakkk!"
"Gue juga!"
"Ya lo juga molor aja siapa yang peduli!"
"Ck!"
Ali melempar kemeja yang baru saja dilepasnya kearah Ily yang mendadak kaget karna kemeja Ali menutup setengah wajahnya.
"Laki nggak sopannnn, baju bau dilempar-lempar, uhgggg!" Ily balas melemparkan kemeja itu pada pemiliknya sambil beranjak duduk ditepi tempat tidur.
"Capek tauu berakting baik sama lo tiga jamm, inget tiga jammm!!" Ily berdiri menunjuk wajah Ali dengan emosi.
"Lo kira gue nggak capek harus senyum manis depan keluarga lo berjam-jam??" Ali balas menunjuk wajah Ily geram.
"Kerutan tauu kerutannnn wajah gueee!!" Lanjut Ali lagi sambil menggenggam kedua tangannya gemas.
Hampir saja ia menangkup dan menggoyang keras kepala didepannya apalagi melihat wajah Ily yang mengeras dengan mata yang melotot sambil menggerutu, "melawan melulu lo jadi bini nggak ada tunduk-tunduknya sama sekali!"
"Najisss tunduk sama lo!!"
"Uhggggg....."
Tangan Ali sudah mencengkram kepala Ily dengan kedua tangannya. Maksudnya ingin mengguncang dan melemparnya tapi....
Krietttttttt
Bayangan pintu terbuka dan bayangan seseorang dibaliknya membuat cengkraman Ali melemah.
"Kamu capek? Kasiannn, siniii....!" Ali justru menarik kepala dan memeluk Ily yang seketika mendadak kejang jantung.
Deg. Deg. Deg.
"Loo..loo kenappp....mppphh..." Ily hampir kehabisan napas karna pelukan Ali makin kencang seakan tidak memberi kesempatan padanya bicara.
'Bunnnn, kenapa nii laki, meluk guee, jantungnya bunn, berdebarrr.....!' Batin Ily menjerit-jerit tapi ia justru memejamkan matanya. Tangannya masih menggantung tak percaya saat ini ia dipeluk patung mulut berbisa. Aroma tubuhnya yang hanya dilapisi singlet menusuk kehidung dan menyesak dirongga dadanya.
"Kalau capek cepetan bersih-bersih, ganti bajunyaa..." Ali melepas pelukan lalu membenahi rambut Ily yang jatuh dibahunya.
Mata Ily berkedip-kedip dengan mulut terbuka sedikit. Cengo, iya. Bingung, iya. Tak paham, juga iya. Kenapa sikapnya bisa berubah mendadak begini?
"Kenapa sih kamu kokkk...?"
"Aku sayang kamu....!"
"Mmhhh!"
Ily tak bisa melanjutkan pertanyaannya karna sudah dipotong dengan ucapan sayang dan dibungkam dengan ciuman. Kali ini ciumannya terasa manis. Sempat terhempas dalam kemanisan itu tiba-tiba Ily merasakan tubuhnya melayang dan jatuh ke ranjang.
"Auwhhhh!"
Ily terpekik begitu punggungnya menyentuh permukaan empuk.
Dan Ily memejamkan mata sambil merutuki ketololannya setelah beberapa detik kemudian menyadari kenapa Ali melakukannya. Kenapa ia tak sadar diri? Mana mungkin dalam sepersekian detik patung mulut berbisa itu berubah pikiran tiba-tiba mengatakan sayang dan mencium manis bibirnya. Semua itu hanyalah sandiwara karna ada yang menengok mereka kedalam kamar. Karna Ali kini terlihat melangkah tergesa menuju pintu, menengok keluar dan akhirnya menutupnya.
"Akhirnya bisa bebas jugaaa, uhhhgggg.......!" Ali berseru sambil menggenggam tangannya. Melempar lagi kemeja yang tadi menyangkut dibahunya keatas ranjang kali ini tak mengenai Ily.
Ily mengangkat punggung dan bergerak tergesa menuju pintu.
"Mau kemana lo??"
"Mencari gergaji!!!"
Ily membuka pintu dengan emosi. Setelah melebarkan mata terkejut, Ali mengejarnya dan berbarengan dengan pintu terbuka ketika Ali menarik tangannya Ily menghempaskan tangan itu dan beranjak berlalu dengan wajah kesal.
"Ilyyyy!"
Ily tak peduli dan tetap berlalu.
"Ya salam, jangan sampai dia tetap nekat menggergaji aset gue!!" Ali mendadak ngeri sambil menutup benda dibalik celananya seperti sebelumnya ketika Ily berteriak akan menghabiskan miliknya dengan gergaji kalau ia nekat menyentuhnya lagi.
Sementara Ily menuju dapur dengan napas yang tersengal. Jengkel.
"Seenaknya saja berbuat, gue benci banget sama patung mulut berbisa itu!!"
Ily mengambil gelas dan menampung air dingin yang ada didalam dispenser lalu meneguknya sampai habis. Selesai menandaskannya, hampir saja Ily melemparkan gelasnya dengan emosi tetapi urung karna ia hanya menghentakkan gelas keatas meja dan menghempaskan dirinya dikursi meja makan.
"Kenapa gue bodohhhh, mudah baper, padahal udah tahu dia songong begitu?!" rutuknya sambil menggenggam tangan dan memukulkan ke meja disampingnya. Rasanya ingin menangis tapi tak tahu apa yang harus ditangisi.
"Ily?"
Ily terhenyak kaget mendengar suara dibelakangnya.
"Eh, kak Diah..."
"Kok disini?"
"Anuu mencari gergaji eh ha...haus kak!" Ily tergagap karna terkejut Kak Diah tiba-tiba muncul.
"Air didispenser dalam kamarmu habis? Perasaan kakak baru nyuruh Edot ngisi galonnya!" Kak Diah berkata menyebut Edot tukang kebun yang sering membantunya dirumah itu.
"Iiy..iyya ehh engg..enggak!"
Ily jadi serba salah sekarang. Otaknya lagi kusut jadi tidak bisa langsung mencari alasan yang tepat. Tapi untung saja kak Diah yang ada didepannya sekarang bukan mama mertua.
"Menghadapi Ali itu jangan dikerasin juga, didiemin aja!"
Kak Diah berkata sambil menaruh beras yang tadi dibawanya ketempat beras yang berdiri dipojok dapur. Rupanya Diah mampu membaca gelagat mereka berdua.
"Sejak dia kecil aku bersamanya dan tahu bagaimana dia. Keras kepala, tidak suka diatur, banyak maunya, terlebih saat peristiwa itu..."
"Peristiwa itu?" Ily mengeryit heran.
"Ya, sejak papanya ketahuan memiliki keluarga lain dia semakin liar, kak Rose sampai kewalahan meluruskannya!" Diah menjelaskan dan itu membuat Ily sedikit paham apa yang terjadi dirumah mertuanya sebelum ia masuk dalam hidup mereka.
"Belok kemana dia emangnya sampai harus diluruskan?"
"Biasaa, cowok ganteng gitu, anak orang kaya pula, pastinyaa..."
"Kak Diah..."
Ily dan Diah saling berpandangan mendengar suara Ali yang mendekat.
"Nggak usah jelasin apa-apa tentang gue sama dia!"
"Nggak jelasin apa-apa juga!" bantah Diah, "cuma jelasin yang seperlunya saja, Ily-kan bini lo, jadi diaa..."
"Masuk kamar lo!" Ali tak membiarkan Diah menyelesaikan ucapannya, justru dia langsung memerintahkan Ily untuk masuk kedalam kamar mereka.
"Aku masih mau di..."
"Masuk nggak?"
Sebenarnya Ily bisa saja membantah. Tapi ia sungkan ribut didepan kak Diah. Ia tak nyaman menunjukkan kegarangannya didepan oranglain. Ia merasa tak cukup mengenal Diah meski ia mulai berpikir memiliki tempat untuk mengadu. Lagipula mereka sudah berjanji, akan baik-baik saja diluar kamar.
Tanpa banyak bicara Ily meninggalkan mereka setelah Diah juga memberi kode agar Ily menuruti suaminya itu.
"Aku masuk dulu, kak!"
"Ya Ly, nggak jadi nyari gergaji?"
Hah? Kok Kak Diah tau? Ali membatin.
Selain Ily tadi sempat menyebut gergaji, Diah tak sengaja mendengar saat pertengkaran mereka diawal. Dan ia sudah bisa menduga sebelumnya. Karna ia sangat tahu bagaimana Ali, tak mungkin begitu mudah mau menuruti kehendak orangtuanya tanpa ada maksud tertentu.
"Jangan ajari dia yang enggak-enggak kak Diah! Urusan aku sama dia bukan urusan orang satu rumah!"
Ily masih mendengar ucapan Ali saat melangkah menjauh dan terdengar juga sahutan Diah yang mengatakan tak bermaksud ikut campur.
"Lo ngomong apa sama kak Diah?" Menyusulnya kekamar Ali langsung memberondong dengan pertanyaan.
"Nggak ngomong apa-apa!" sahut Ily seadanya.
"Trus kenapa dia tau soal gergaji?" tanya Ali tak yakin dengan jawaban Ily.
"Dia lebih tahu siapa lo daripada gue!" sahut Ily sambil melangkah meninggalkan Ali bermaksud menuju kamar mandi dan menutupnya cepat-cepat.
Lagi-lagi ia menyandarkan punggungnya dibalik pintu yang tertutup itu. Ily mengisi udara dalam rongga dadanya dengan menarik napas dalam-dalam.
"Ternyata menikah sesulit ini, apalagi dengan orang yang tak pernah kita kenal sebelumnya, Ya Allah, kuatkan hamba!"
Sementara didepan pintu kamar mandi, Ali meremas rambutnya sendiri tak mengerti apalagi yang harus ia katakan. Rasanya lelah dengan semua yang telah ia lewati. Dan sepertinya tak akan ada ujungnya. Menghempaskan punggungnya diranjang Ali menatap langit-langit kamar sebelum memejamkan mata.
"Uhhgggg, kenapa hidup gue jadi penuh sandiwara begini? Kenapa harus ada pernikahan yang terpaksa?"
°°°°°°°
Mengenakan kemeja putih bergaris hitam vertikal dan dasi yang sudah dipasangkan Ily dengan celana lurus berwarna hitam Ali terlihat sangat rapi dan gagah.
"Gue pergi kerja, lo jangan kemana-mana, nggak boleh keluar rumah tanpa ijin gue!"
"Iya, tiap hari lo juga bilang begitu sama gue!"
"Gue cuma ngingetin!"
"Gue inget kok!"
Ily berkata sambil mengambil kaos kaki dan sepatu Ali yang setiap hari ia semirkan agar mengkilap.
"Lo mau makan apa hari ini? Siang pulang nggak?"
"Terserah lo masak apa, rasanya gitu-gitu juga tiap masakan lo, lagian lo ngarep banget gue pulang tiap siang!"
Sudah biasa diucapi Ali seperti itu membuat kuping Ily kebal. Malas menanggapi.
"Soriii, bukan gue ngarep, kalau lo nggak pulang kayak kapan lalu, gue mau tidur aja seharian nggak usah masak, capek!" Ily melengos berlalu meninggalkan Ali yang sedang duduk memasang kaos kaki.
"Udah mau berangkat Li?"
Mendengar suara mama mertua, Ily langsung berbalik arah menghampiri lagi suaminya dan berpura-pura sibuk membenahi tas kerja Ali dan merapikan ujung celana Ali yang terangkat sehabis memasang kaos kakinya.
"Ya, ma!" sahut Ali menjawab tanya ibunya sambil berdiri meluruskan tubuhnya.
"Sukses ya, cuamiku!" Ily memberikan tasnya dengan senyum dimanis-maniskan.
"Iya, istliku!" balas Ali mengacak rambut Ily. Mereka sama-sama tersenyum. Tapi sebenarnya bagi mereka adalah cengiran terpaksa.
"Mmuahh! Bye!" Ali menunduk mencium ujung kepala Ily sekilas sambil melirik kearah ibunya yang menatap puas.
'Mhhhh....'
Kalau tidak ada Bu Rosehan, jangan harap pemandangan manis itu akan terlihat. Ali akan pergi tanpa mengucapkan apapun walau hanya 'bye'!
Sudah berminggu-minggu seperti itu. Ily tak boleh keluar rumah bahkan keluar kamar kalau tak perlu. Ily diharuskan mengambil cuti kuliah dan akhirnya tak ada aktivitas. Sebenarnya jenuh. Tapi apa daya Ily harus patuh agar tak membuat orangtua Ali berpikiran ia adalah seorang gadis yang tak patuh pada suami dan berakibat semua dana yang dipinjamkan pada ayahnya segera ditarik. Perusahaan ayahnya belum kembali normal dan untuk itu butuh proses yang tak tahu sampai kapan hingga bisnis ayahnya bisa menggeliat kembali seperti sedia kala.
Ketika mobil Ali hilang dari pandangannya, senyumnya pun hilang seketika. Sama sekali Ily tak ingin mengeluh. Meskipun terkadang dadanya terasa tercabik-cabik. Perang mulut belum juga usai. Setiap hari ada-ada saja yang membuat mereka perang didalam kamar.
Dari rebutan selimut sampai rebutan kamar mandi. Bahkan Sisir saja bisa jadi bahan keributan.
"Rambut lo rontok, bersihin dong sisirnya habis lo pake, jadi cewek jangan jorok, gue jijik tau!"
"Beli gih sisir baru, jangan pake sisir itu jugaa....!"
Tiada hari tanpa ribut. Kamar Ali semarak setelah pernikahan. Bukan semarak penuh cinta tapi semarak penuh keributan.
°°°°°°
Brukkkk!
Membuka pintu kamar Ily dikejutkan dengan tubuh yang terhuyung jatuh menimpanya. Sekuat tenaga Ily menahan tubuh itu, padahal Ily baru terlelap dan terbangun karna ketukan keras dipintu. Jam sepuluh malam sebelum ia tertidur di menit lewat tiga puluh lima, Ali belum juga datang. Tak memberi kabar. Mungkin Ily benar-benar tak penting baginya.
"Cewek-cewek sialan semuanyaaaa!!"
Ali berusaha meluruskan badannya yang tetap terhuyung setelah mengeluarkan sumpah serapah pada wanita-wanita entah siapa itu?
Bau alkohol menyeruak dan menusuk hidung Ily. Ini untuk yang kesekian Ali seperti ini. Telat pulang kerja. Pulang-pulang mulutnya berbau alkohol. Kapan lalu Ily harus membersihkan muntahnya.
"Kenapa sih lo kayak gini? Nggak betah dirumah, pulang-pulang nyusahin gue!!" Ily berkata dengan nada protes.
"Esha Sialan!!" Ali berteriak nyaring membuat Ily terdiam. Percuma ribut dengan orang mabuk.
Siapa lagi Esha? Semalam yang diteriaki Wyana! Siapa mereka sebenarnya? Pacar-pacarnya?
Ily tak begitu mau memikirkan. Peduli apa? Toh ia pikir pernikahan mereka memang terpaksa. Terpaksa menunggu urusan pinjam meminjam usai.
Ily melepaskan kancing dan membuka kemeja yang dikenakan Ali. Kemeja yang sama dengan saat dia pergi bekerja. Ia juga membuka sepatu dan kaos kakinya sampai celana panjangnya seperti kapan lalu. Menuruti pikirannya yang geram, ingin sekali Ily memukul gundukan dibalik celana Ali ketika ia menariknya. Gundukan yang semalam sempat terasa saat Ali menindihnya karna mereka berebut selimut.
"Sini nggak?"
Ily teringat ketika Ali menarik ujung selimut semalam. Ia begitu karna Ily tak mau berbagi selimut.
"Enggak, lo cari yang lain!" Ily mempertahankan selimut yang sudah menutupi tubuhnya.
"Lo aja cari yang lain!" Ali tak mau kalah dan menarik ujung selimut yang lain.
Karna saling mendesak dibawah selimut, akhirnya tubuh mereka bergesekan. Dan dengan jahilnya Ali menindihnya hingga ia hampir kehabisan napas. Bahkan Ily sempat bergidik merasakan bawah tubuhnya tertindih sesuatu yang menggunduk disana.
"Mau apa lo, awas aja kalau berani macam-macam, lupa lo gue udah punya gergaji?"
Saat itu Ily bergerak mendorong tubuh Ali dan berhasil terbebas darinya tapi selimut justru berhasil direbut Ali dengan tawa kemenangan.
Dan akhirnya ia tidur tanpa selimut malam itu karna sudah malas membongkar isi lemari. Pagi harinya ketika ia terbangun tubuhnya sudah terbungkus selimut. Bukannya senang, Ily malah berteriak karna kaget.
"Lo apain gue hah? Lupa lo kalau lo nyentuh gue, lo bakal gue gergaji hah?"
"Nggak tahu terima kasih, nyesel gue bagi kehangatan selimut sama lo!"
Dan Ali melengos berlalu ke kamar mandi meninggalkannya saat itu.
"Haduhhh, kenapa gue jadi inget itu sihh?" Ily menepuk dahinya sambil melemparkan semua yang dilepasnya dari tubuh Ali ke keranjang cucian kotor. Ily menekuk tangan dan menyangka kepalanya dengan kedua tangan tanda ia sudah lelah dengan semua ini.
"Ayah, Bunda, doain aku tetap kuat, aku sayang kalian!"
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Banjarmasin, 7 September 2017
F.Couple8 sebenarnya udah selesai. Mau double update, Insya Allah...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top