F.Couple6

Suasana dirumah Ily terasa hangat saat kedatangan pasangan yang baru dinikahkan seminggu yang lalu. Harusnya sih tiga hari setelah menikah Ali sudah membawa Ily main kerumah orang tuanya, tetapi karna Ali sempat menolak keharusan itu jadinya seminggu kemudian mereka baru punya rencana bertandang kerumah orangtua istrinya itu.

"Kamu kenapa sih, Li? Mau menolak aturan melulu, apa kata orangtuanya nanti kalau kamu nggak mau membawa anak mereka berkunjung?"

"Alah maaa, bukannya mereka harusnya sadar, mereka menjual anak mereka!"

"Ali?? Keras kepala banget sih jadi anak, yang mengajukan syarat itu kita, kita yang minta, mereka cuma menyanggupi, mereka juga pastinya terpaksa Li, kalau nggak terpaksa nggak mungkin terjadi!"

Ali terdiam mendapat teguran dari mamanya saat dia menolak membawa Ily berkunjung ketempat orangtuanya setelah lebih dari tiga hari.

"Apa kamu siap, fasilitas yang kamu miliki diambil alih kubu sebelah hah? Kamu pingin mama mengalah memberikan semuanya pada mereka? Kubu sebelah itu punya TIGA, Li, ingat, TIGA!!!" Bu Rosehan satu mengingatkan Ali akan adanya ancaman kubu sebelah yang artinya keturunan dari ibu Rosehan dua.

"Nanti Ali juga punya EMPAT!" Sahut Ali cuek.

"BAGUS! LIMA anak aja sekalian, jangan tanggung!" Bu Rosehan satu bersemangat.

"Bukan anak ma, tapi BINI!" sahut Ali lagi.

"APA??"

Dan mata mamanya itu melotot.

"Awas ma keluar tu mata!"

Pakkk!
Tangan mamanya melayang ketangan Ali yang setengah meledek karna matanya melotot.

"Kamu mau mengulang sejarah menyakiti hati seorang istri seperti mama hah?"

Mama Ali berubah serius membuat Ali terdiam lagi dan saat ini memandang kedepan tanpa memandang ibunya yang berada disampingnya.

"Nggak ada wanita yang mau cintanya dibagi, Li!" Bu Rosehan berkata lirih.

"Bukan membagi cinta, kan enggak cinta ma, membagi raga, kayak papa!" Ali mencoba menjelaskan alasannya.

"Ck.ck.ck, Ya Rasullullah, mungkin bila hanya Allah yang tahu kamu bisa melakukannya Li, kalau mama yang tahu mama bisa mati, mama tahu rasanya, merelakan hati dibagi itu tak semua bisa!!"

Berdecak tiga kali sambil menggeleng, mama Ali seperti kehabisan napas mendengar ucapan anaknya sendiri. Ia sangat tahu rasanya berbagi suami. Membayangkan suaminya bersentuhan bahkan jadi anak sampai tiga saja dadanya selalu sesak. Jika tidak ingat perjuangannya bersama papa Ali mendapatkan segalanya dari nol, takkan mungkin ia mau bertahan. Kubu sebelah akan keenakan menikmati jerih payahnya mendoakan dan mendukung suaminya selama ini. Cukup baginya dirinya menjadi wanita yang mengalami ditusuk dari belakang. Oleh suami dan sahabatnya sendiri. Jika tak ingat takdir Allah, mungkin sudah ia musnahkan mereka.

"Kita harus mempertahankan hak milik kita Li!!"

"Tapikan sebenarnya nggak harus menikahkan aku, ma!"

"Pernikahan ini juga buat kamu Li, agar kamu berubah, karna aa Jaelani mengatakan..."

"Aa Jaelani lagiiii....." protes Ali.

"Tapi mama pikir benar, kamu harus segera dinikahkan agar bisa bertanggung jawab, biar ada yang layanin kamu, biar kamu tuh ada yang urus, nggak liar kayak sebelumnya, ganti-ganti cewek nggak jelas, nggak ada tujuan hidup!"

"Tapikan maaa..."

"Enggak mau tau ya Li, kalau kamu nggak mau fasilitas kamu dicabut, kamu DENGERIN mama!!"

'Fasilitas lagi. Fasilitas terus kekuatan mereka buat bikin gue nggak bisa apa-apa!' Ali merutuk dalam hati.

Tentulah orangtuanya sangat tahu kelemahannya. Selama ini hidupnya selalu enak. Tak pernah merasakan sakitnya derita. Menjadi anak tunggal dari orangtua yang kaya raya membuatnya menjadi anak yang keras kepala. Semua maunya harus diikuti. Orangtuanya mendapatkan dirinya disaat usianya sudah beranjak setengah baya. Mendapatkan dan melahirkan Ali butuh perjuangan dan pengorbanan. Diberi harta tapi belum diberi anak tentu saja cobaan terberat bagi mama dan papa Ali. Dan tak disangka, persoalan dalam rumah tangga orangtua Ali karna belum juga memiliki anak dimanfaatkan sahabatnya untuk mendapatkan papa Ali. Tanpa sepengetahuan Bu Rosehan satu, Pak Rosehan menikahi Bu Rosehan dua yang tak lain adalah sahabatnya sendiri meskipun baru ketahuan setelah Ali beranjak dewasa.

Kenapa sekian lama baru ketahuan? Bahkan sampai mereka beranak pinak hingga tiga orang? Karna Bu Rosehan dua ditempatkan jauh dari Bu Rosehan satu. Karna Pak Rosehan sudah biasa pergi keluar daerah untuk bisnisnya. Dan tragisnya selama tidak ketahuan Bu Rosehan dua itu masih berkomunikasi dengan Bu Rosehan satu selayaknya sahabat yang tinggalnya berjauhan. Bahkan Bu Rosehan dua selalu berucap, "Semoga persahabatan kita ini abadi selamanya ya Rose!" Dan Bu Rosehan satu akan menjawab dengan nada yang sama, "Insya Allah, persahabatan kita langgeng Rossa!"

Tapi apa yang terjadi? Setelah ketahuan belangnya barulah mama Ali sadar kalau selama ini ditusuk dari belakang. Tak punya hati. Dengan alasan cinta, tak memandang persahabatan. Tak berdaya pada kenyataannya sudah menikah sekian lama dan memiliki tiga anak. Jadi selama ini komunikasi mereka basa basi belaka. Sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga.

"Hanya Ali harta mamaa...." Bu Rosehan satu mulai berkaca membuat Ali tak tega.

"Harta yang papa punya harusnya semuanya milik Ali, tak dibagi-bagi pada oranglain seperti cinta yang dibagi-bagiii..."

Akhirnya Ali hanya bisa diam saja meski hatinya tetap menolak. Ia berbuat seakan-akan mau mencoba untuk menjalani pernikahannya dengan baik. Padahal memandang wajah Ily masih saja ada perasaan muak karna ia menganggap gadis itu hanya haus harta saja.

"Ilyyy....bunda kangennnn!"

"Kakak Ilyyyy, entah kenapa gue kangen celotehan lo kak, gue kesepiannnn!!"

Dirumah Ily mereka disambut dengan ucapan rindu terutama dari ibu dan Ciwid adiknya. Sementara ayah dan kakaknya Fajar meski rindu sepertinya terlihat jauh lebih tenang menyambut Ali.

"Maaf ya Yah, bang, baru sempat kemari!"

"Nggak papa, ibumu sudah bilang, kalian lagi betah dalam kamar ya, nggak mau diganggu!"

'Apa? Mama ada-ada saja. Apa coba alasan betah dalam kamar kayak gitu?' Ali terpekik dalam hati mendengar alasan yang diutarakan mamanya pada orangtua Ily.

"Ily juga kangen bunnn!"

Sementara itu Ily membalas pelukan rindu ibu dan adiknya.

"Sama gue kakkk?"

"Enggakk!"

"Yahhh, percuma deh gue kangen siang malam sama lo, bahkan lihat bola basket aja cem muka lo kak!"

"Apa kata lo? Gue bola basket? Maksud lo gue bulet? Jaga mulut lo ya!"

Ciwid tertawa kesenangan melihat mata Ily melotot dan berceloteh protes.

"Nahh, ini nih yang gue kangenin, celotehan kayak gini nih yang bikin gue rindu siang malam, sepi banget tauuuu nggak denger mulut mercon lo!!"

'Celotehannya pindah kekamar gue siang malam!' Ali menyahut dalam hati.

"Uhhggg!" Ily hampir saja mengangkat tangan dan menjitak kepala Ciwid tapi tanpa sadar matanya menangkap senyuman dibibir Ali dan ia melebarkan mata melihatnya.

"Apa lo senyum-senyum?"

"Siapa sih sayang yang senyum-senyum?"

Sayang? Hih, kenapa tetiba otaknya jadi miring begini? Ily bergidik.

"Ecieee, sayangg, ehm adohh bunda ciwid keselekkk!" Ciwid terpekik lebay membuat bundanya tersenyum lebar.

"Apaan sih looo, ken..." Ily menggaruk kepalanya. Teringat sebelum pergi mereka sudah perang mulut didalam kamar seperti biasa.

"Gue akan baik-baik diluar kamar ya, gue mau jaga perasaan mama gue, kalau bukan karna mama gue, gue nggak akan mau baik-baik sama lo!"

"Gue nggak peduli, lo mau baik, mau enggak diluar sana sama gue, bagi gue tetap sama, lo nggak pernah ngehargain gue!"

"Berapa sih harga lo? Bukannya sudah gue hargain sama satu kilo emas? SATU KILO, lo kira nilainya sedikit hah??"

"Nggak ada harganya kalau cuma bisa dimasukin kedalam lemari besi!!"

"Ya udah, kalau lo aja nggak nganggap berharga, gimana bisa jadi berharga? Makanya jadi cewek tu jangan mau dijual!"

"Astahfirullah hal adzim, lo nyalahin gue melulu sih patung!! Bukannya gue udah bilang berkali-kali, kenapa nggak lo tolak aja gue hah? Lo jangan nyalahin gue lagi gue terusss...uhhgggg!"

Ily menggenggam tangannya jengkel setengah mati. Apalagi setelahnya Ali dengan cueknya keluar dari kamar meninggalkannya. Begitu ia membuka pintu ternyata Ali berbalik kekamar dan menarik tangannya untuk digenggam. Hampir saja Ily menarik tangannya kalau tidak sadar ada bayangan mama dan papa mertua. Dan akhirnya mereka pergi dari hadapan kedua orangtua Ali dengan tangan yang saling bergandengan. Bahkan dengan lebaynya Ali membukakan pintu mobil. Padahal tanpa dibukakan juga bisa buka sendiri.

"Jangan cem sinetron deh patung!" bisik Ily protes tapi dengan wajah yang dibuat manis agar mama dan papa mertua yang melepas kepergian mereka tak curiga.

"Diem lo bawel, mulut comberan lo itu harus direm dulu!" Ucap Ali dengan ekspresi yang sama manis. Dan setelah Ali menancal gas mobilnya dijalan mereka hanya saling diam-diaman tanpa ada yang mau membuka pembicaraan lagi hingga tiba dirumah Ily dua puluh menit kemudian.

"Udah Ciwid, jangan goda kakakmu terus!" Bunda mengingatkan.

"Enggak kok bun, Ciwid cuma ngerasa ikut bahagia gitu lihatnya!"

"Ayo, ayo, Ali masuk dulu, kita langsung makan yukk, bunda sudah siapin banyak menu buat kalian!"

Akhirnya mereka langsung berkumpul dimeja makan. Suasananya sih hangat. Tapi mereka tahu ini cuma diluar kamar. Ilypun tidak ingin keluarganya khawatir padanya setelah dinikahkan paksa. Ily tahu sekali orangtuanya juga terpaksa melakukan ini. Mana ada sih orangtua yang ingin anaknya menderita.

"Lagi?" Ily bertanya kepada Ali saat menuangka beberapa sendok nasi ke piringnya.

"Udah, makasihhh yaaa...!" Tatapan memuja dan sentuhan tangan Ali dipunggungnya saat mengucapkan terima kasih sungguh berbeda dengan saat mereka selalu perang mulut didalam kamar. Lembut dan sopan.

"Ini enak lho cuami, aku kemarin udah belajar bikinnya, nanti aku buatin ya kalau kamu suka!" Ily menuangkan lauk daging ayam yang dipotong kecil-kecil dikombinasikan dengan madu dan bumbu penyedap terlihat menggugah selera meski selama ini Ali suka ayam yang digoreng praktis saja.

'Cuami katanya? Ngigo ni mulut comberan!' Ternyata bukan lauk yang dibicarakan Ily yang membuat Ali gagal fokus. Tapi kata Cuami yang terselip didalam kalimat Ily yang membuat Ali hampir tersedak.

"Gimana? Enakkan?"

"Ii..iya, enak...enak!"

"Mau dibuatin nanti dirumah?"

"Maa...mau, mau...."

"Okee, aku buatin dirumah yaaaa!"

'Stupid! Kenapa gue jadi gagap?' Ali mencaci dirinya sendiri.

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Banjarmasin, 6 September 2017

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top