F.Couple3
~Ali~
"No, Pa!"
"Kau?"
"Kenapa bukan papa saja yang jadiin anak gadis orang itu Bu Rosehan tiga?"
"Jangan kurang ajar!"
"Papa kan yang bikin aku jadi kurang ajar?"
"Kapan sih kamu jadi anak yang mudah diatur, bisa diajak kerjasama, ini jaminan, dana yang kita kucurkan buat mereka tidak sedikit, kita sandera anaknya, dan kamu harus membantu!"
"Kayak nggak ada cara lain aja, ya nggak usahlah dikasih Dana!"
"Pokoknya pilihanmu dua, pertama kamu setuju menikah, kedua kalau tidak setuju semua FASILITAS di CABUT!!"
Aku melebarkan mata. Dicabut?? Semuanya? Jadi debit card-ku akan dibekukan? Mobil dan motor koleksiku akan dikunci dalam garasi bawah tanah atau bahkan dikembalikan ke show room mobil mewah. Semua aset yang papa miliki atas namaku akan diubah atas nama oranglain?
"Kamu bantu papa Li diperusahaan, jangan sampai keturunan sebelah lebih pintar dari kamu, bisa-bisa usaha papa dikuasai semuanya, dia sudah memproduksi tiga adik tiri kamu sekarang, tiga lawan satu Li, inget jangan cuma main saja!"
Seketika kalimat mama yang baru saja terucap sesaat sebelum aku memasuki ruangan papa terngiang. Tiga lawan satu? Apa ini rencana mama untuk mempertahankan sebagian besar aset perusahaan agar tak jatuh ketangan oranglain??
Takkan kubiarkan semua fasilitas yang aku miliki jatuh ketangan kubu sebelah! Ke tangan manusia-manusia yang lahir dari keserakahan induknya. Wanita lain yang tak pernah merasakan sakitnya berada di titik nol seperti mama. Mama yang mendampingi papa jatuh dan bangun. Tapi setelah sudah berada dimasa jaya, dengan seenak saja wanita lain itu melenggang masuk ke kehidupan oranglain dengan alasan jodoh dan cinta. Omong kosong semua itu!
"ANDRA!!"
Teriakannya membuat aku melengos tak senang saat membalik badan meninggalkan lelaki itu. Lelaki yang tadinya aku banggakan tapi sekarang rasa bangga itu seakan musnah ditelan rasa kecewa.
Menarik handle pintu hingga terbuka membuat aku terkejut. Sepasang mata yang berbinar lelah menatapku tak berkedip.
"Ini permintaan mama!"
Dan aku merasa tak berdaya.
°°°°°
~Ily~
Ayah membutuhkan bantuanku sekarang dan aku harus berkorban perasaan. Si Andra atau Ali atau siapapun itu namanya nggak penting, kenapa dia mau-maunya dinikahkan? Protes dong. Kenapa terima-terima aja? Memangnya dia tidak laku? Aku masih saja menggerutu mengingat betapa malangnya nasib cintaku. Terpaksa harus dilupakan. Terpaksa harus menuruti kehendak orangtua yang membutuhkan bantuanku. Aku tulus membantu ayah dan bunda tapi tak tulus mengingat harus melupakan impianku menikah dengan seseorang yang kucintai dan mencintaiku.
"Ali ini Ily!"
"Ily ini Ali!"
Calon mama mertua mengenalkan anaknya, dan ibuku mengenalkan aku pada calon menantunya.
"Agatha Ilyn..."
"Sudah tau!!"
"Ali!" Calon mama mertua menyebut nama anaknya dengan nada mengingatkan dan aku lihat ibuku tersenyum maklum.
Pria didepanku ini sok cool banget. Lihat aja gayanya, songong banget ni anak. Belum selesai aku mengucapkan namaku dia sudah memotongnya. Dia pikir dia ganteng? Iya sih. Dia pikir dia kaya? Iya juga sih, tapi yang kaya kan bapaknya bukan dia. Belagu banget jadi orang!
Ck. Kalau saja tidak ada orang orang tua ini, aku sudah banting ni cowo! Belum tau aja dia yang didepannya ini preman terbungkus gaun. Dia pikir aku senang dikenalkan dengannya?
"Ily nanti akan belajar banyak buat nyenengin hati suaminya, bantu dia untuk jadi istri yang baik yaa nak Ali!"
"Pastii, Ali akan berusaha menjadi suami yang bertanggung jawab pada istrinya, nak Ily harus bersabar ya menghadapinya!"
Yang berinteraksi malah mama-mama kami. Mereka nampak antusias meski menyadari ini pernikahan terpaksa. Sementara sepertinya cowok ini sama sekali tidak tertarik dengan apa yang dihadapinya sekarang. Dia pikir aku tertarik? Aku cuma menghargai kedua orangtuaku saja. Kalau saja aku tega aku akan lari dari rumah. Tapi diluar apa juga yang aku perjuangkan? Lari dari rumah akan sia-sia karna tak ada yang mendesakku untuk berjuang. Bima? Ah, dia juga tidak peduli. Padahal cowok didepanku ini juga nampak tak peduli. Kenapa dia tidak menolak sih??
"Ily tu nggak siap bun, Ily nggak bisa ngapa-ngapain, memasak nggak jago, nggak lemah lembut, nggak sabaran..."
"Nanti Ily kursus memasak ya dan kursus-kursus lainnya yang menunjang agar Ily bisa jadi istri yang baik!"
Gara-gara dia aku harus kursus memasak, kursus kepribadian, kursus menjadi istri solehah. Aduhh, ribet amat ya? Nggak terima apa adanya banget sih? Mentang-mentang orangtuaku yang berharap uangnya makanya dia sok-sokan cool didepanku. Makanya aku harus jadi sempurna untuknya. Musnah sudah impianku diromantisin sama calon suami. Dilamar saja terpaksa, apalagi mau mendengar, "Baby, I love you!" atau "Will You Marry me!" Sambil bawa bunga seperti yang aku impikan. Bukan bunga-bunga harum mewangi yang akan ditaburkan dikepalaku, tapi bunga-bunga bank untuk kebutuhan ayahku. Ya Allah, begini banget yak kisah cinta guee!
"Eh, ini calon mempelai kok diem-dieman, ke taman sana biar bisa bicara dari hati kehati," ucap bundaku dengan antusias.
Aduhh, rasanya aku mau garuk garuk kepala ini, udah gerah digerai, siapa juga yang mau ngelus? Begini amat harus ngambil hati calon mertua dan calon suami meski terpaksa.
Coba. Sekarang bosan banget dalam keadaan kayak gini. Aku dan cowok sok cool ini duduk berdampingan tapi sama-sama nggak ada suaranya. Hanya ada suara gemericik air dikolam dekat kami duduk. Lihat deh dia mainin handphonenya tanpa peduli padaku. Bagaimana aku nanti jadi istrinya kalau sikapnya begini? Kami akan sama-sama jadi patung. Tak akan ada kehangatan dalam rumah. Kalau cuma aku saja yang berusaha takkan ada kebahagiaan yang bisa diraih, yang ada hanya tersiksa lahir dan batin.
"Kalau lo nggak mau dinikahin sama gue kenapa lo nggak ngomong aja sama bokap lo?"
Akhirnya aku yang memulai duluan. Nggak tahan ya didiemin. Aku ini orangnya bawel, nggak bisa diam. Rasanya aku kurang menarik baginya sampai dia lebih suka main hape daripada ngobrol denganku.
"Percuma nolak, diancam ini itu, tetep harus, nggak punya pilihan lain, lagian nggak ada yang gue sakitin juga kalau gue menikah!"
Akhirnya nih cowok buka suara juga. Ngomong dong dari tadi. Nggak punya bahan banget ya. Nanyain apa kek biar lebih akrab, toh katanya nggak ada yang disakiti juga bila dia menikah. Eh, berarti dia jomblo dong?
"Lo jomblo juga?" Aku bertanya tanpa sadar. Pertanyaan bodoh kurasa.
"Ck, bukan urusan lo!"
"Ya jadi urusan gue dong, kalau lo punya pacar gue nggak mau berurusan dengannya saat gue jadi bini lo!"
"Ck!"
Kenapa hanya itu yang keluar dari bibirnya? Nggak ada yang lain apa selain decakan? Lama-lama gue cekik beneran nih orang! Huh.
Dia melirik sekilas lalu asik dengan handphonenya lagi.
"Ck."
Sekarang aku yang berdecak. Nggak betah bersebelahan sama patung. Dingin banget sih ni cowok, kaya nggak butuh kehangatan aja. Eh.
"Euii patung!"
Aku memukul bahunya dan dia terlonjak kaget.
"Apa sih? Belum puas lo udah dapat modal dengan jual diri lo buat jadi bini gue?"
Astagfirullah hal adzim. Belum-belum udah dibikin naik darah oleh patung ini. Apa katanya tadi??
"Jual diri lo bilang? Lo jangan sembarangan ngomong ya!!"
"Lalu lo mau bilang apa kalau pada kenyataannya gue mau nikahin lo karna lo jadi jaminan, hah?"
Aku melebarkan mata mendengarnya.
"Ok, fine. Gue sudah tau sekarang, pernikahan ini nggak usah dianggap serius, karna setelah menikah dan urusan orangtua kita beres, lo bisa cerain gue!"
Kulihat dia hanya memandangku dengan pandangan yang sulit diartikan.
"Dan satu lagi ya tuan patung, gue juga terpaksa mau dinikahin sama lo bukannya dengan senang hati, lo tauu?!"
"Gue nggak PEDULI!!"
"Gue LEBIH nggak peduli lagi!!"
Aku melipat tanganku didepan dada dan melengos tak sudi melihat wajahnya.
Ya, sudahlah. Tadinya aku ingin belajar untuk menerima dan melayani suami dengan baik. Mengingat kata bunda cinta akan datang lambat laun karna sering bersama-sama. Tapi sepertinya cinta tidak akan pernah datang karna cowok didepanku ini membangun tembok pemisah setinggi-tingginya padaku.
Kenapa dia tak menolak saja? Kenapa ia harus patuh pada orangtuanya? Kalau tak mau, kalau punya pacar atau seseorang yang harus dia pertahankan kenapa harus setuju dinikahkan denganku? Seketika aku merasa ingin mencekik lehernya.
'Ya Allah, sepertinya gue akan hidup dirumah yang bukannya menjadi surga tapi neraka bagi gue!'
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Banjarmasin, 3 September 2017
Selamat minggu dini hari!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top