F.Couple21Komplit
"Aliiii.....kamu denger nggak? Kita mau nambah pasukannn, alhamdulilahhhh!"
Teriakan diujung telpon yang terdengar memekakkan telinga tak membuat Ali bereaksi. Syok. Samar ia mendengar suara dokter mengucapkan sesuatu yang tak pernah terpikir sebelumnya.
"Tidak apa Bu Rose, selamat, Bu Rose akan segera menimang cucu!"
Menimang cucu? Ily hamil? Rasanya tak percaya.
''Yang waktu kapan ya bisa jadi anak?" Ali menggaruk kepalanya.
Tentunya bukan waktu selama empat hari berturut-turut itu. Itu terjadi kurang dari dua minggu lalu. Masa udah jadi aja? Pikir Ali. Atau berarti yang jadi saat ia melakukannya secara paksa? Ali terheran-heran tapi tetap saja rasanya ada senang karna ternyata ia begitu cepat berstatus sebagai ayah.
Ali berdiri dari duduknya. Menggenggam ponsel dan meraih kunci mobil. Meski belum jam 5 sore waktunya pulang. Ia ingin cepat-cepat sampai dirumah. Mendapati istrinya yang sedang merasa tak enak badan, dan ternyata disebabkan ada benihnya yang berkembang ditubuh itu.
Inilah jawaban dari keheranan kenapa Ily menjadi begitu sensitif, lebih manja dan tukang ngambek? Selain itu, kehamilan Ily juga menjadi jawaban atas kesepakatan mereka menjadi real couple. Dari 'Forced' menjadi 'Real' ditandai dengan kehadiran calon bayi. Kalau kata ibunya, nambah pasukan.
Ah, kehadiran bayi 'real couple' ini merupakan anugrah bukan hanya bagi dirinya. Tetapi juga orang satu rumah.
Ali menancap gasnya dengan pikiran yang rasanya sudah ada dirumah meskipun fisiknya masih dijalan. Pandangannya lurus kejalan tapi hati sudah pada istrinya. Ali tak sadar, kalau ia melewati lampu merah yang sedang berubah dari kuning menjadi merah. Meski ia menyadari setelah sudah melewati lampu itu tetapi ia tak menyangka akan dikejar oleh polisi lalu lintas yang memberinya kode untuk berhenti.
"Ya salammmm, ada-ada ajaaaa!" Ali meminggirkan mobilnya sedikit jengkel kenapa harus berurusan dengan polisi sih?
"Selamat sore, pak! Bapak tadi melanggar lampu merah, bisa saya lihat surat-suratnya?"
Petugas itu berkata setelah Ali membuka kaca mobilnya. Tanpa banyak berkata apa-apa, Ali menunjukkan SIM dan STNK-nya. Mau berkata apa? Sudah salah masa ngeyel?
"Apa yang mau ditahan pak? STNK atau SIM?" Petugas lalu lintas itu bertanya.
"Apa saja yang bisa ditahan, tahan saja!"
Ali mulai tak bisa sabar. Gara-gara melanggar peraturan ia harus membuang waktunya. Coba saja kalau tadi ia konsentrasi dan sabar. Stop sebentar dilampu merah takkan membuang waktunya sebanyak ini. Belum lagi berurusan ke kantor polisinya buat mengambil SIM atau STNKnya nanti. Ali jadi jengkel sendiri. Mau cepat-cepat sampai kerumah malah berurusan dengan polisi lalu lintas. Duh.
"Sudah? Saya harus tanda tangani yang mana?" Ali meminta petugas itu mempercepat urusannya.
"Ambil dikantor ya, pak, senin!" Petugas tersebut menulis sesuatu disurat tilang yang sedari tadi dibukanya.
"Cepetan pak, saya tuh buru-buru, istri saya sedang sakit!"
Ali makin tak sabar. Sifat arogan dan mulut berbisanya hampir saja meledak. Kalau ia sebutkan nama bapaknya apa kira-kira polisi ini tetap berani menilangnya? Siapa yang tak tahu pak Rosehan? Tapi apa hubungannya?' Jelas-jelas ia salah, kenapa menggunakan kekuasaan ayahnya untuk menguasai yang lain?
"Ck!"
Ali berdecak jengkel setelah mobilnya meluncur lagi membelah jalanan.
"Ya Allah, lancarkan perjalanan hamba!"
Ali berkata dengan nada berlebihan membuat ia tertawa kecil. Sungguh kacau. Tapi tetap saja tak bisa menghapus rasa bahagianya. Mau jadi ayah. Yeay.
°°°°°°°
"Ily, kamu hamil tauuu, makanya kamu lemes, pusing, merianggg..."
Ily tertegun mendengar ucapan mertuanya.
"Ha...hamil?"
Ily memegang perutnya. Masih rata. Tak merasakan apa-apa kecuali pusing. Tapii...oh pantas tadi waktu makan agak mual. Karna sudah biasa jika ia terlambat makan kadang-kadang seperti itu, ia hanya berpikir masuk angin.
Tadi menjelang sore Ily merasakan tubuhnya makin lemas. Padahal ketika Ali mengirim pesan padanya setelah makan siang tubuhnya sudah mulai mendingan. Makanya ia jawab ia sudah tak meriang lagi.
Urat syaraf ditubuhnya bagaikan luruh. Ily merebahkan tubuhnya dan menarik selimut. Kemeja abu-abu masih melekat ditubuhnya yang mungil. Kak Diah yang menghampiri tadi pagi saja sambil membawa sarapan sedikit heran melihat Ily memakainya.
"Lagi suka nyium baunya Ali, kak!" Ily mencium bahunya sendiri melihat Diah memandanginya heran.
"Suka nyium bau Ali yang apek?"
"Ali wangi tauuu...!"
Diah tertawa melihat wajah protes Ily.
"Cieee!"
"Bukan jamannya ciee kakkk, berenti alay deh!"
Diah makin tergelak melihat wajah Ily. Berwajah mengkerut dengan bibir mengerucut begitu jadi makin mirip dengan Ali.
"Ya udah, sarapan dulu, kenapa tiba tiba sakit, baru juga pulang semalam, emh tadi malam, malam pertama hem?" mata Diah berkedip-kedip lucu.
"Malam pertama apaan?"
Ily melebarkan mata. 'Aku udah diapa-apain kakkk, jadi tadi malam bukan malam pertama tapi malam selanjutnyaaa!' Ily melanjutkan ucapannya dalam hati.
Dasar kak Diah sotoy. Dipikir mereka berdua selama menikah nggak ngapa-ngapain? Pikirannya mungkin seperti itu. Diah taunya mereka terlihat baik diluar kamar. Pernah mendengar bagaimana mulut comberan dan patung mulut berbisa saling mencela. Bagaimana mungkin bisa bermesraan penuh cinta kecuali tadi malam saat Ali membawanya pulang dan bersorak pada Diah, "Kak Diahhh, niii bini gue, gue angkut pulangggg!"
"Cieee........nggak jadi move onnnnn!" Seloroh Diah membuat Ily tersenyum lebar.
"Nggak bisa move on kakkkk, padahal gue enek sama diaaa!" sahut Ily asal saja.
"Apaa? Beneran nih??" Mata Ali melebar sambil menunjuk wajah Ily.
"Bercandaaa, enek kelamaan nungguin dijemputtttt!" Ily hampir terbahak.
"Emang cowoknya kelamaan loadingnya Ly, nggak bisa baca kode, susah banget ngerumus!" Diah tergelak membuat Ali ingin mencari-cari sesuatu untuk dilemparkan padanya.
Sudut bibir Ily tertarik membuat bibirnya terlihat melengkung mengingatnya.
"Idih, senyum-senyum...!"
Ily cuma meringis saja digoda Diah setelah teringat keributan singkat mereka tadi malam karna Ali sudah menyeretnya masuk kedalam kamar. Ily memilih tak terlalu banyak berkomentar. Kalau urusan dalam kamar itu urusan pribadi yang benar-benar pribadi. Tertutup untuk umum. Meski orang satu rumah. Untuk apa diumbar-umbar. Sama saja membuka rahasia besar yang harusnya hanya mereka berdua yang tahu selain Allah.
"Ya udah, kata cuami, istli istirahat aja, jangan capek-capek," Diah berkata membuat Ily tersenyum geli karna dia ikut-ikutan menyebut cuami dan istli.
"Nggak mau ngapa-ngapain kok kak, nggak akan capek juga kalau cuma nyuci baju dan masak!" ucap Ily tak enak. Masa sudah pulang, tanggung jawabnya semula nggak diambil alih kembali.
"Biar kakak yang nyuci baju kalian trus masak, lagi juga kayaknya Ali nggak pulang siang ini karna ada meeting penting, tadi aja nggak sempat sarapan!" ucap Diah lagi.
"Nggak sempat sarapan?"
"Iya, langsung pergi kan tadi?"
"Oh iyaa..."
Ily jadi kepikiran. Gara-gara terlambat bangun dan merasa meriang ia tak sempat melayani kebutuhan Ali pagi ini.
Makanya begitu Ali mengirim pesan ia langsung menanyakan sudah makan atau belum.
Akhirnya setelahnya ia terbenam lagi dibawah selimut dan bangun ketika terasa ada yang menyentuh dahinya.
Ily mengerjapkan mata dan melihat bayangan mama mertua duduk ditepi tempat tidur.
"Ily?"
Ily memegang kepalanya sendiri yang seketika pening.
"Masih meriang, Ly?" Bu Rosehan bertanya dengan wajah khawatir.
"Nggak tau ma, kok rasanya berputar-putar ya!"
"Mama tadi manggil dokter, semoga cepet datang kesini!"
Dan akhirnya sebuah kabar bahagia didapat dari Dokter setengah baya itu. Dokter Arwendy dokter keluarga pak Rosehan.
"Tadi Ali udah tau lho, pasti dia akan cepet-cepet pulang!"
Mendengar nama Ali disebut Ily langsung terbayang wajah suaminya itu. Apa ya katanya?
"Kamu mau makan apa, nanti mama belikan, pokoknya mulai sekarang kamu nggak boleh ngerjain apa-apa!"
Mama mertua jadi posesif. Ada pasukan khusus sedang berkembang dalam rahim menantunya, jadi ia terkesan extra posesif.
"Akhirnya 3 lawan 3!!" Gumam Bu Rosehan sambil menggenggam tangannya.
'3 lawan 3?" Ily mengucapkannya dengan nada tanya.
"Istli!"
Ily harus menyimpan keheranannya meski ia penasaran maksud mama mertuanya, Ali muncul dengan suara sepatu yang terdengar beradu dengan lantai terburu-buru.
Akhirnya datang juga.
"Cuamiiii, kok lamaaa....."
Ali duduk ditepi tempat tidur dan memeluk Ily yang sedang bersandar di kepala ranjang dengan selimut yang menutup pinggang kebawah.
"Iya tadi banyak gangguan, Allah menguji aku yang udah nggak sabar pulang kerumah karna istli sensiku yang ternyata hamil," Ali melepas pelukan dan menangkup kepala Ily yang mengangkat dagu memandangnya. Dan sebuah kecupan mendarat didahi yang tertutup anak rambut itu.
"Pantes anehh, aku pikir semakin disayang semakin manja, ternyata sensinya karna ada bayi real disini!" Ali mengusap perut Ily.
"Ternyata, meski terpaksa kalian sempat bikin anak juga yaa!" Bu Rosehan menyeletuk.
"Mamaaa...."
Ali menggaruk kepalanya mengiringi langkah sang mama yang meninggalkan kamar mereka dengan derai tawa.
Tak mungkin menjelaskan ada kejadian tak mengenakkan saat pertama kali melakukannya. Boleh dibilang anak mereka ini hasil dari pemaksaan. Tapi biar bagaimanapun tetaplah anugerah bagi mereka.
"Hasil dari pemaksaan tapi akan dirawat sepenuh hati, ya Istli!"
Ali menunduk memandang Ily yang mengangguk mendengar ucapannya. Ali lalu mencium ujung kepala istrinya sekilas.
"Pemaksaan yang berbuah manis!" Ily membuka mata setelah sempat memejamkannya ketika dahinya disentuh bibir Ali.
Mereka tertawa kecil. Tak tahu lagi bagaimana mensyukuri karunia Allah yang tak disangka. Hanya kecupan bertubi yang mampu Ali lakukan.Hanya memejamkan mata bagi Ily untuk menikmati kasih yang tak disangka menjadi miliknya meskipun awalnya terpaksa bagi mereka berdua.
"Aku tahu tak ada yang sempurna, tapi Allah sudah ciptakan kamu buat aku, Allah tahu apa yang aku butuhkan, mulut comberan kayak kamu, yang mampu nyerewetin sekaligus ngurusin aku bahkan sabar jika dikasari suami seperti aku!"
"Patung mulut berbisa, yang bisanya cuma mencela, meski begitu ternyata kamu yang aku butuhkan, jika bukan karna orang sepertimu aku takkan menyadari Allah memberi apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita harapkan!"
Berawal dari Forced Couple menjadi Real couple merupakan proses bagaimana Allah memberi mereka ruang untuk saling mengenal dan berproses menjadi dua orang insan yang saling membutuhkan satu dengan yang lain.
Tak ada yang tak mungkin jika Allah sudah berkehendak. Manusia hanya mengikuti skenarionya saja. Nikmat apa lagi yang bisa didustakan?
Apalagi nikmat ketika napas mereka sudah berbaur karna tak ada jarak. Tersentuh kenyal yang bergerak lembut namun menuntut. Tak peduli napas yang memburu seakan oksigen semakin kurang karna terbungkam.
"Cuamiii..."
"Ya Istli?"
"Makasih ya dulu sudah mau nikahin aku meski terpaksa!"
"Aku juga makasih sama kamu karna nggak nolak aku!"
Pada akhirnya apa yang tadinya disesali justru disyukuri. Hidup terlalu banyak memberikan pelajaran bagi yang mau menyadarinya.
"Kita akan menghasilkan banyak pasukan biar rumah kita ramai, istli!"
°°°°°°ForcedCoupleKomplit°°°°°°
Banjarmasin, 21 September 2017
Selamat tahun baru Islam bagi yang muslim....
Cerita ini berakhir ya.
Nanti habis ini akan ada Extra Chapter!
Terima Kasih sudah menjadi bagian cerita ini dengan memberi komentar dan votenya atau cuma sekedar membaca saja.
Mohon maaf, saya menulis apa yang saya mau dan yang saya suka semampu saya saja, jadi isinya mungkin tidak bisa memenuhi harapan semua orang.
Yang pasti saya ikhlas berbagi cerita disini, menyisihkan waktu saya untuk berpikir dan mengetik. Alhamdulilah masih ada saja yang bisa saya tuangkan dari pikiran untuk diketik. Nikmat Allah, sangatlah tak bisa didustakan!
See Youuu...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top