F.Couple20
"Cuami...!"
"Ya, Istli?"
"Badan aku lemes kaki aku pegel!"
"Sakit?"
Ali menyentuh dahi Ily dengan punggung tangannya. Ily merasakan dingin terasa karna Ali baru saja selesai mandi, bahkan handuk masih melilit dipinggangnya.
Memandanginya tanpa kedip, Ily mengangkat tangan menyentuh wajah Ali.
"Kenapa? Bukan kayak waktu pertama kamu kasar sama aku kok, cuami, tapi emang udah beberapa hari waktu dirumah, aku udah ngerasa lemes begini!"
Ily menebak apa yang ada dalam pikiran Ali. Ily meriang gara-gara ia terlalu kasar karna sangat berhasrat. Takut seperti saat pertama ia bermain kasar membuat Ily sakit, meriang, tak dapat bangun dari tempat tidur, berjalan terseok. Ah, teringat itu Ali merasa kasian, meskipun saat itu ia seakan-akan tak peduli. Ia tak sadar. Ia menyesal saat itu tetapi tak pernah ia sampaikan.
"Bener?" Ali bertanya sangsi.
"Beneran!"
Suara Ily terdengar serak khas bangun tidur, tapi tatap matanya ingin meyakinkan kalau ia tak apa. Bukan karna Ali, bukan karna mereka terlalu bersemangat tadi malam. Kalau bicara hasrat, hasrat mereka sama menggebu. Gerakan mereka yang saling berlawanan arah bahkan sama kuat. Tidak ada yang lebih dominan. Mereka saling mengimbangi. Bahkan Ily sudah berani memberi tanda kepemilikan.
"Ih ungu, ini sakit?" Ily memencet dengan jari telunjuknya tanda disamping daerah pusat dada Ali. Tanda bekas gigitannya. Saat dipuncak hasrat mereka, tubuhnya melengkung dan menahan ledakan pelepasannya dengan menggigit dada yang menghimpitnya. Uhgggg.
"Geliii..!" Tubuh Ali justru kelihatan merinding cuma disentuh ujung jari telunjuknya. Ily mengangkat punggung dengan tangan yang menyangga tubuhnya lalu menyentuh bercak ciptaannya itu dengan bibir seakan memberi kecupan penyembuhan kalau terasa sakit. Apa yang dilakukannya justru membuat Ali makin merinding.
"Mhhh....jangan nantangin deh, tambah meriang nantii!" ucap Ali disela helaan napasnya sambil mengusap dan mengacak rambut Ily yang masih bertengger didadanya.
"Sukaa, wangii habis mandii...!" Ily mencium lagi, kali ini hidungnya mampir kebelahan ketiak Ali. Ali meringis geli sambil memegang kepala Ily dimana hidungnya menempel menghirup bau wangi yang menyeruak dari aroma sabun mandi yang baru saja dipakainya.
"Berarti biasanya begitu?" Ali menggoda istrinya menbuat Ily mendongak melepaskan hirupan hidungnya pada ketiak suaminya.
"Enggak! Biasanya nggak ngerasa gitu, biasa aja, kan kemarin-kemarin bete sama kamu, jangankan suka, pingin deket aja ogah!" sergah Ily.
"Masa?" Ali mengerling lucu.
"Iya dong, siapa yang suka sama patung mulut berbisa, bisanya mencela aku, ihhhh, sebel banget tauu!" Ily menghempaskan punggungnya kebantal.
"Gara-gara terlalu benci makanya benar-benar cinta!" ucap Ali lagi.
"Idihh, enggakkk, kamu yang duluan cinta kali makanya suka mencela aku buat nutupin rasa cinta!" balas Ily menolak dikatakan terkesan jatuh cinta terlebih dahulu.
"Enggakk, najissss...." Ali membalas tolakannya dengan kata yang membuat Ily sepertinya tersinggung.
"Apa????"
"Ehh...itu duluuuu, sekarang enggak najis kokkkk!" Ali seketika menyadari sepertinya ia salah mengeluarkan kata.
"Sanaaaaa.....!" Ily mengusir sambil membalik tubuhnya jengkel.
"Ihhh jangan gitu dong, gitu aja ngambekkkk!" Ali mencoba memperbaiki keadaan yang toba-tiba kurang baik.
"Sanaaa, jauh-jauhh looo!!"
Ily menutup seluruh tubuhnya dengan selimut sampai kepala. Menyebalkan Ali. Masa ngomongnya najis-najis. Najis kenapa dibawa pulang? Ily merasa jengkel dengan ucapannya.
"Istli, jangan sensi dong, tadikan cuma bercandaaa..."
"Bodo', gue benci sama lo!"
Ily berteriak didalam selimutnya.
"Heeii, kok gituuu....?" Ali mencoba menyentuh Ily diatas selimutnya. Tapi tubuh Ily bergerak bahkan terasa tangannya menepis.
"Istliiii....."
Tapi Ily hanya diam saja. Beberapa saat Ali menunggu. Memikirkan apa yang harus diucapkannya. Kenapa sih mulut comberan jadi kang sensi sekarang? Apa-apa salah paham. Apa-apa salah arti.
Drrrrttt.....drrrtttt.....
Ponsel diatas nakas menyala, bergetar dan berbunyi tanda panggilan. Ponsel Ali. Ali berdiri dan bergerak meraih ponselnya.
"Hallo!"
"Jangan lupa pak, hari ini ditunggu marketing manager untuk membahas proyek Mr. Dauglash!"
Ali melirik jam dinding.
"Astagfirullah hal adzimm, sudah jam delapan yaa!" Ali terpekik kaget karna teringat ada meeting penting hari ini.
"Iya Pak...." sahut suara disebrang sana.
"Oke..oke, setengah jam lagi ya!"
Ali menaruh kembali ponselnya diatas nakas. Lalu melempar handuk bersamaan dengan Ily yang mencoba mengintip dari balik selimut mendengar pekikan Ali.
"Astagfirullahhh...!" Ily menutupi wajahnya tak jadi mengintip melihat ada yang polos disisi tempat tidurnya sambil mengenakan pakaian dalam dan membuka lemari menarik baju yang menggelantung digantungan baju.
Ily mengintip lagi. Aman. Sekarang terlihat Ali mengancing kemejanya abu-abunya meskipun masih belum mengenakan celana panjang, pemandangannya lumayan meski terlihat masih seksi. Untung saja itu kemeja menutup setengah paha.
"Haduh, hari ini jumat ya, pake batik harusnya!" Ali berseru sendiri setelah memasang celananya.
Ali terlihat tergesa membuka kembali kemeja abu-abunya dan melemparkan ketepi ranjang, lalu mengobrak-abrik lagi lemarinya mencari batik yang tergantung disana.
Akhirnya pilihan Ali jatuh pada batik sasirangan bernuansa hijau. Celana panjang hitam yang tadi digunakannya tetap ia kenakan. Ali mematut dirinya dicermin yang ada dipintu lemari. Dan menyisir rambutnya dengan jari tergesa. Ily masih mengintip dibawah selimut semua aktivitas suaminya itu. Ingin sekali ia bangkit dari tempat tidur dan membenahi kerah bajunya.
'Duh, selalu saja tu kerah baju nggak rapi, apalagi terburu-buru begituuu!' Ily mengomel dalam hati. Ia jadi membayangkan bagaimana Ali selama hampir dua minggu tak ada dirinya. Begitukah? Kasian.
Perasaan kasiannya mendadak sirna karna dengan terburu-buru juga Ali meninggalkan kamar setelah meraih tas kerjanya. Ali melupakan pamit pada Ily yang menahan napas yang sesak didadanya dibawah selimut. Sedih.
"Cuami jahatttt!" Sudut mata Ily terasa dialiri air hangat.
'Lo jugakan yang salah, kenapa tadi ngusir dia buat jauh-jauh dari lo, nah sekarang dia menjauh beneran kenapa lo sok merasa tersakiti?' Pikiran Ily malah membela Ali.
Ily makin menekuk kakinya dan berbaring miring lalu meringkuk seperti bayi didalam selimut dengan kepala yang sudah keluar dari dalam selimut.
Matanya tertumbuk pada kemeja abu-abu yang tadi tak jadi dipakai Ali. Ily beringsut bangkit. Selimutnya yang terjatuh dipaha membuka bagian dada sampai kepinggang yang tak mengenakan apapun setelah semalam bergulat dengan yang punya baju abu-abu ditangannya kini. Ily mendekap kemeja itu dan menciumnya.
Ah, masih ada bau Ali disitu. Meski sempat sebentar tadi dipakai, wangi sabunnya masih tercium. Setelah memeluknya lalu Ily mulai memasang kemeja itu. Kedodoran. Tapi lumayan. Seperti sedang dipeluk yang punya baju. Ily memeluk tubuhnya sendiri setelah mengancing kemeja itu.
Shhhhhtttt....
Bayangan pintu dibuka dengan tergesa mengejutkan Ily karna sinar matahari dari luar kamar terlihat membias dicelah pintu.
"Istliii....!"
Sejenak Ali tak melanjutkan kalimatnya melihat sekejab pemandangan istrinya duduk sambil memeluk tubuhnya sendiri dengan mengenakan kemeja abunya sebelum membuka mata dan terkejut.
"Akuuu, lupa pamit sama kamu. Aku pergi dulu ya, buru-buru banget ini, udah ditunggu mau bahas proyek Mr. Dauglash!"
Sepertinya Ily kehilangan pita suaranya. Ia tak mampu berucap bahkan menganggukpun tidak. Syok. Sedikit malu. Terlalu sensitif. Takut tawa Ali meledak karna memergokinya memakai kemeja padahal baru saja Ali menghilang dari pandangan.
"Ya sayang, bye...!" Ali mengacak rambut Ily yang terikat jadi satu dengan seuntai rambut yang jatuh dipelipis hingga pipinya. Mendaratkan ciuman didahi hangat Ily, Ali mengeryit. Ia teringat Ily tadi mengeluh meriang.
"Nanti sarapan kamu biar dibawain kak Diah ya, istirahat aja!"
Ily hanya bisa mengedipkan kedua matanya dengan wajah yang tak tahu lagi berwarna apa dan bentuknya seperti apa. Ya teteplah chubby, apalagi diikat jadi satu. Dan itu bagi Ali kelihatan sangat manis. Ali meraih rahangnya lalu mendaratkan kecupan dibibirnya yang tetap saja terasa manis meski baru bangun tidur membuat Ily merasa jantungnya berjatuhan. Makin kolep.
'Ni jantung gue kalau buatan manusia udah berantakan jadinyaa nih!' Ily memegang dadanya.
"Bye!"
Ketukan sepatu Ali terdengar tergesa menuju keluar setelah mengecupnya singkat.
"Bye, cuami cayang!"
Ily menutup wajah dengan kedua tangannya. Malu. Malu pada kejadian yang baru saja berlalu. Entah malu karna apa? Kepergok pakai kemejanya? Atau malu karna rasa sensitifnya karna sempat sedih Ali tak pamit?
Untung saja Ali tak punya waktu untuk menggoda. Tak punya waktu cari masalah. Karna sedang terburu-buru. Kalau tidak, pasti habislah dia di skak mat. Digoda habis-habisan.
'Katanya benci? Benar-benar cinta kali!'
Bukan Ali yang menggoda, tapi batinnya sendiri. Membuat Ily tersipu malu sambil membuka wajah yang tadi ditutupi dengan kedua tangannya. Ily menunduk kebawah memperhatikan kemeja yang dipakainya lalu mengangkat lengan dan menunduk mencium daerah ketiaknya.
"Hhmmm, wangi cuamiii!"
°°°°°°°
Huft. Akhirnya meeting selesai. Ali menarik napasnya lega. Melirik pergelangan tangan, tak ada arlojinya. Lupa. Pagi tadi memang lupa segalanya. Bangun agak siang karna semalam habis kerja keras. Bukan kerja keras juga sih, kerjaannya enak-enak aja, yang keras itu bagian lain. Hoho.
Yang Ali khawatirkan, Ily-nya jadi meriang lagi, mirip seperti saat pertama kali ia gauli paksa. Ketika ia menyentuh dahinya yang hangat, membuatnya berpikiran kalau meriang Ily tadi karna salahnya.
Pagi mereka justru diiringi debat tak jelas menyebabkan romantisme mereka dipagi hari buyar. Ditambah lagi telpon dari kantor yang mengingatkannya agar tak melupakan meeting penting hari ini.
Melupakan pamit yang membawa langkahnya kembali kekamar setelah memakai sepatu. Melihat Ily mengenakan kemejanya membuat Ali ingin menggoda tapi ia urungkan. Daripada terjadi perdebatan panjang sementara ia sudah hampir terlambat, lebih baik menikmati wajah berwarna pink yang sedang terkejut sekaligus merasa malu karna baru saja berteriak benci dan mengusir.
Sesampai dikantor meskipun tak sempat sarapan tak membuat Ali merasa lapar. Entahlah, mungkin jatuh cinta membuatnya merasa kekenyangan. Coba kalau stress, perutnya pasti sering protes dan memikirkan makanan apa yang ingin dimakan. Meski begitu, makan siang jam 12 tadi membuatnya cukup bersemangat mengisi perutnya.
Istli, masih meriang?
Udahan kok, kamu udah makan?
Udah barusan, kamu?
Udah tadi
Lagi apa?
Lagi dipeluk cuami
Lho?
Dipeluk siapa? Suaminyakan disini! Ali membatin.
Dipeluk baju cuami maksudnya...
Oh. Ali tertawa tak bersuara. Mentertawakan dirinya sendiri yang ketularan Ily, Sensian.
Ali menatap layar ponselnya dimana terdapat pesan pesan singkat ia dan istrinya itu saat break makan siang. Maunya sih menjahili dengan mengirim pesan menggoda, oh masih dipakai jugaa, katanya benciii....?
Pasti Ily akan membalasnya begini, benci sama orangnya, bajunya kan enggakkk...
Sudah bisa ditebak. Mereka akan berdebat, apalagi Ily terlihat jauh lebih sensitif sekarang. Tadi saja ia sempat kirim pesan protes,
kenapa sih nggak nelpon aja? Aku kan mau denger suara kamu
Disini sedang ngumpul pejabat kantor, istli, mereka sudah berumur, aku harus jaga postur aku dong
Jadi kamu malu kedengeran nelpon aku?
Enggak kok
Ck. Sempat agak repot juga memberi pengertian. Padahal sebenarnya Ali lebih suka menelpon tetapi ia juga tak terlalu suka ada yang kepo mendengarkan obrolannya. Apalagi petinggi-petinggi kantor. Lagipula ia hanya mencuri waktu disela break meeting. Jadi lebih aman chatt pribadi. Lebih ada seninya. Ada emotnya. Bebas mau ngetik apa aja tanpa ada yang tahu apa yang di bicarakan.
"Makin disayang, makin manja kali yaa...." Ali bicara sendiri sambil mengingat wajah istrinya.
Rasanya dulu tidak semanja dan sesensi itu, kenapa sudah disayang semakin apa-apa salah? Waktu jadi Forced Couple nggak ada manja, justru hanya ada aksi saling hujat. Sekarang jadi Real Couple harusnya sensitif dan manjanya nggak ketulungan.
"Tapi kok jadi kangen yaa....?"
Ali mencari nama istrinya dan menekan nama panggil untuk menghubunginya. Kalau dalam keadaan santai begini kan menelpon lebih tenang. Pikir Ali.
Telpon yang anda tuju tidak menerima panggilan anda
"Ck. Sudah giliran ditelpon nggak diangkat!" Ali berdecak karna yang menjawab telponnya operator otomatis bukan istrinya. Beberapa kali ia mencoba memanggil. Ia sempat melihat angka waktu yang ditunjukkan ponselnya, 15.35.
"Dia tidur kali yaa..." Ali menduga-duga.
"Atau dia marah?" Ali merasa bersalah karna tadi tak menyempatkan menelpon saat dia protes.
Ali mencoba menelpon lagi. Dan bernapas lega karna panggilannya langsung diterima.
"Istli....!"
"Bukan, ini mama!"
"Lho?"
"Istlimu sedang diperiksa dokter, tadi waktu mama tengokin dia terlihat lemes banget, katanya semua jadi berputar-putar, mamakan khawatir!"
"Trus gimana ma?"
"Sebentar Li," Mamanya meminta Ali menunggu," kenapa dokter?" Terdengar suara Bu Rose melanjutkan ucapannya tapi tidak ditujukan buat Ali. Karna beliau menyebut dokter.
"Tidak apa Bu Rose, selamat, Bu Rose akan segera menimang cucu!"
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Banjarmasin, 19 September 2017
Dicoba agak diperpanjang ya...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top