F.Couple2
~Ali~
"Sayang, kamu nggak makan?" Raditna bertanya sambil memotong steak daging yang ada dihadapannya.
"Pesanan gue belum dateng!" Sahutku sambil fokus kearah layar handphone.
Wyana menelpon. Untung saja ponselku sudah sempat aku silent saat Esha selesai menelpon hingga nada panggilnya tak terdengar, jadi Raditna tak ada pertanyaan kenapa aku tak menerima telpon. Aku lagi malas harus cari-cari alasan.
"Mau coba nggak? Nih coba...!"
Raditna mengangkat garpu yang terselip steak daging yang tadi dipotongnya kearah mulutku.
"Lagi?" tanyanya sambil memotong daging lagi setelah aku mengunyah suapannya.
"Lo aja yang makan!" Aku meraih kentang goreng yang ada disamping steak dihadapannya lalu mendekatkan kemulutnya. Dia menatapku dengan mata berbinar lalu melahap kentang yang aku suapkan padanya.
"Lanjutin aja duluan makannya, pesanan gue bentaran lagi dateng paling!" Aku mengusap rambutnya dan dia tersipu. Pasti dalam hatinya berteriak kegirangan, "so sweetttt....!"
"Ohh, jadii disini tempat acara keluarga lo?"
Jantungku berdegup satu kali dengan keras. Wyana? Pendengaranku harusnya benar kalau yang tadi berucap itu Wyana. Bukannya tadi Wyana sudah aku amankan dengan alasan ada acara keluarga? Wyana harusnya anak rumahan. Harusnya dia ada dirumah saja tidak keluar rumah. Kenapa dia ada ditempat ini? Bahkan harusnya tempat ini private. Shiittttttt. Pantas saja tadi dia menelpon!
'Byurrrr!!!!'
Wajahku terasa dingin sekarang. Segelas air dingin yang baru dituang Raditna dari sebotol air mineral sebelum pesanan steaknya datang telah berpindah mengguyur permukaan kulitku sebelum aku banyak berpikir.
"Lo pikir gue cewek yang mudah dikibulin?"
Aku pikir setelah air lalu gelas ditangannya akan melayang kewajahku. Tapi ternyata tidak. Gelas yang dipegang Wyana setelah isinya membasahi wajahku dihentaknya ke meja didepanku. Memang tidak pecah tapi menimbulkan bunyi yang keras hingga Raditna terlihat bergidik kaget. Sedari tadi dia tak terdengar suaranya. Mungkin dia syok saat ini.
"Kalau sudah tahu dikibulin, terus lo mau apa?" Santai ku berucap mengimbangi emosi yang sudah membara dimata Wyana.
"Looo??" Wyana terlihat makin geram sambil menunjuk wajahku. Gigi atas dan bawahnya nampak beradu menimbulkan bunyi yang kukira kalau ditaruh pisang ambon disana pisangnya langsung putus.
"Kalau sekarang disuruh memilih, gue mau kedua-duanya, tapi yang rukun jangan saling jambak...!" ucapku lagi tanpa perasaan.
Dan tanpa menghapus air yang membasahi wajahku aku melipat kedua tangan didepan dada dan bersandar pada kursi menatapnya. Sok cool. Meski awalnya agak kaget tak menyangka kedatangannya. Tapi mau gimana lagi? Sudah tertangkap tangan begini. Terlanjur basah, ya sudah mandi aja sekalian.
"Sialan banget lo jadi cowok! lo pikir didunia ini cowok cuma lo sampai gue dengan najisnya mau diduain? Nggak akan SUDI, BYE!!!"
Wyana berlalu dengan wajah merah padam. Aku pastikan sekarang ia menangis saat dengan tergesanya ia membalik badan. Aku tersenyum miring. Kalau ngga sudi diduakan ya sudah. Aku mencari yang mau saja.
Aku menoleh kearah Raditna yang ada disampingku.
PLAKK!!
Sial benar malam ini. Tadi disiram air sekarang ditampar. Bahkan aku lihat airmata menggenang disudut matanya. Tapi tak ada rasa bersalah dalam hatiku melihatnya. Kukira seimbang dengan senyum dan tawa manisnya setiap kali kuhadiahi dengan tas bermerk, baju mahal dan handphone keluaran terbaru yang ia inginkan sambil memeluk leherku girang. Huh.
"Makasih sudah bikin gue hidup dalam buaian rayuan yang menenggelamkan logika gue!"
Aku diam tanpa berusaha untuk mengejarnya. Hanya menatap dari tempatku tersandar, punggung Raditna yang melangkah terburu meninggalkanku. Aku sama sekali tak berniat mengejarnya. Malas drama. Harus menghapus airmatanya. Harus mengeluarkan kata-kata mubazir kalau aku khilaf menduakannya. Bahkan dia saja tak tahu sebenarnya ditigakan. Aku minta maaf pada mama saja, telah menyakiti kaumnya.
Dan saat ini dalam semalam, pacarku tinggal satu! Biarlah, toh aku bisa cari lagi. Buang waktu dan tenaga saja merayu kalau keadaannya sudah tak menguntungkanku. Lagipula mereka bersamaku paling juga karna melihat masa depan didepan matanya jika melihatku. Karna tanpa bekerjapun, aku sudah memiliki segalanya.
"Cowok lo putera konglomerat cuy!!"
"Tambang emas gueehhhh!!"
Telinga siapa yang tidak panas mendengarnya. Dan Raditna cekikikan setelah high five dengan temannya tanpa tahu aku sudah berada dibelakangnya saat itu. Mungkin mereka cuma bercanda, tapi kalimat mereka membuat aku semakin yakin, perempuan didunia ini sama saja. Matre. Pencinta uang. Penikmat harta. Apapun akan mereka lakukan demi hidup nyaman tanpa harus susah payah, termasuk merebut suami orang dan merusak kebahagiaan sebuah keluarga. Damn!!
"Gue melaknat semua cewek yang tak punya ketulusan dalam hatinya!"
Dan berpikir seperti itu membuatku semakin tak merasa bersalah. Mereka takkan tersakiti hatinya. Cuma tersakiti kebutuhannya.
Tek. Lampu menyala terang benderang ketika aku mengendap masuk rumah.
"Aliii...."
Aku menoleh ke sofa ruang tamu. Disana ada mama yang sedang duduk bersandar disalah satu bagiannya. Sementara yang menyalakan lampu ternyata kak Diah. Kepala asisten rumah tangga yang merupakan keponakan papa juga.
"Andra mam lebih keren!" Sahutku menanggapi panggilan mama yang sebenarnya tak asing bagiku.
"Subhanallah, nama Ali itu lebih dari keren Li, kata aa Jaelani kamu harus dipanggil Ali supaya bisa berubah!"
"Apa hubungannya sih mam? Mama itu mainannya dukun melulu sih makanya apa-apa percaya yang begituan!" bantahku dijawab helaan napas mama.
"Dia bukan dukun tapi guru spiritual mama, dia yang nenangin hati mama dengan rukiahnya saat tak bisa terima papamu menikah lagi!"
"Asal jangan sampai mama akhirnya yang tergaet si aa aa itu!"
"Aliii.......!"
Mama menggeleng dan menghela napas lagi memandangku. Aku putra tunggalnya ini memang keras kepala dan tak pernah mendengarkan nasehatnya. Aku selalu melakukan apa yang aku mau dan apa yang aku suka tanpa mau mengikuti arahan papa. Terlebih sejak papa memutuskan menikah lagi dan memiliki dua dapur dan membuat mama harus ikhlas menerimanya meskipun aku diam-diam pernah melihatnya menangis tak ikhlas saat mencurahkan isi hatinya pada kak Diah.
"Kamu bantu papa Li diperusahaan, jangan sampai keturunan sebelah lebih pintar dari kamu, bisa-bisa usaha papa dikuasai semuanya, dia sudah memproduksi tiga adik tiri kamu sekarang, tiga lawan satu Li, inget jangan cuma main saja!"
Tiga lawan satu. Kasian mama. Hanya memiliki aku sebagai kekuatannya mengikat papa. Entah kenapa mama hanya memiliki aku, kenapa tidak memproduksi juga adik-adikku? Dan harta telah membuat dua orang perempuan bersaing untuk merebut perhatian suaminya.
"Papa tadi menyuruhmu keruang kerjanya kalau kamu datang, sana temui Li!"
Ada apa papa menyuruh menemui? Apa akan membujukku untuk mengambil alih salah satu perusahaannya? Atau ingin menasehatiku lagi setelah sekian lama tak kuhiraukan?
°°°°°°
~Illy~
Ini benar-benar gila. Ayah dan kakak tak tahu diri. Kenapa aku yang dikorbankan? Aku dinikahkan dengan bandot tua? Omegat, aku tak mau tapi kalau aku tak mau Ayah dan kakak akan bangkrut trus gimana dong?
"Pak Rosehan melamarmu, itu syaratnya agar dia mau memberikan suntikan modalnya untuk menutupi kerugian kita Illy, kamu harus ngerti dong!" Kakakku berusaha membujukku.
"Tapi kakak harus tau kak, gebetan gue udah mulai deketin gue, masa gue tinggal kawin?" bantahku diakhiri dengan nada tanya padanya.
"Salahnya sendiri kenapa kelamaan nyamber lo, lelet banget sih dia?" rutuk Kakakkku lagi.
"Tau tuh Kak, kesana kemari dulu dia, trus putus, putus dan putus lagi baru ngelirik gue, biasalah cowok ganteng memang kayak gitu!" bela-ku.
"Emangnya dia mau nanggung hutang kita dan ngatasin masalah ayah??"
Aku kalah telak sekarang. Mau jadiin aku pacar aja Bima nggak kepikiran, apalagi mau bayarin hutang?
"Eh, anaknya Pak Rosehan itu ganteng banget loh namanya Ali, Andra Liand...!"
"Ali oncom? Ali baba? Aliansyah?"
Tuk!
"Aduhh!!"
"Andra Liandio Irzi, kata Bu Rosehan satu dipanggil Ali, kerenkan, makanya dengerin dulu kalau orang lagi ngomong!" cetus abangku galak. Aku hampir terkekeh mendengar Bu Rosehan satu, yang artinya istri Pak Rosehan yang pertama.
"Keren. Tapi aku asing kak, nggak kenal, aduhh gimana ya digerayangi sama orang yang nggak gue kenali!?" ucapku sedikit bergidik.
"Astaga, kenapa mikirin digerayangi?" tanyanya lagi sambil menepuk jidat.
"Ya iyakan kalau dinikahi terus digrepe grepe hiyyyy..." aku bergidik lagi.
Tuk!
Lagi-lagi sebuah jitakan melayang kekepalaku. Kakak kurang ajar, seenaknya saja menjitak dengan tanpa perasaan. Eh, tapiiii sepertinya aku baru menyadari sesuatu...
"Kak, gue baru sadar, ternyata gue mau dinikahkan bukan sama Rosehannya ya?" tanyaku polos.
"Ya iyalah, ngapain nikah sama Pak Rosehan istrinya udah dua, apa lo mau jadi yang ketiga?" tukas abangku lagi.
"Buset dah yang ketiga, yang kedua aja gue ogah!" sergahku sambil melemparnya dengan Tissu.
"Lo harus tunjukin rasa empati dan rela berkorban lo sama keluarga kita Illy, kasian ayah sudah dirongrong sama mitranya buat balikin uang mereka yang ikut menanam modal karna dijanjikan banyak keuntungan, papa itu sudah tuaaa, harusnya udah pensiun mikirin dikejar-kejar utangg!!"
"Tapi kakkk, apa harus gue yang ngorbanin kebahagiaan gue demi kebahagiaan keluarga ini?"
"Kalau gue ini cewek dan belum menikah, gue pastikan gue yang menikahi dia tanpa harus lo yang berkorban!! Gue nggak mau lihat ayah yang jadi korban, lo tahu semalam ayah hampir saja kolep karna diserang preman-preman suruhan mitranya, bahkan mereka sudah mengancam mempidanakan ayah, apa kamu tega lihat ayah dipenjara dan bunda meratap karnanya, ILLY!!" Kakakku berkata panjang dengan nada yang terdengar stress dan menekanku. Bahkan menekan kata ILLY panggilan keluarga padaku karna nama depan kami semua mirip. Jadinya nama tengah kami sebagai panggilan.
Anggata Fajar Oktovian.
Agatha Illyna Julita.
Agitha Widia Septiana.
Ck. Lupakan soal nama yang cuma bertujuan untuk memudahkan kami saling memanggil. Setidaknya tak tertukar saat ayah dan bunda memanggil salah seorangnya dengan sebutan Tata dimana semuanya akan menoleh.
Aku lebih memikirkan ayah dan bunda. Ah, kasian Ayah! Ah, lebih kasian bunda. Kenapa jadi begini? Ciwid anak bau kencur juga nggak mungkin dipaksa. Masih kelas dua SMA.
"Deal ya setuju dilamar Pak Rosehan untuk anaknya!" tunjuknya didepan hidungku membuat aku memundurkan kepala agar jarinya tak tersentuh hidungku.
"Tapi nanti istrinya dua juga nggak Kak? Gue nggak mau jadi yang pertama atau kedua, gue maunya jadi satu-satunya!"
Kakakku Fajar terdiam mendengar ucapku yang bernada menolak jadi yang kedua. Siapa juga yang mau dimadu? Oke dimadu, asal dia mau diracun!
Dan sayangnya, kakakku mengangkat bahu dan berlalu dari hadapanku tak bisa memastikan apakah takkan ada yang kedua. Bagaimana kalau nanti aku jadi yang pertama yang artinya ada yang kedua? Aku tak mau. Belum lagi sekarang aku harus melupakan pacar impianku. Bima. Sudah selama ini aku mencari-cari perhatian padanya. Tapi sedikitpun dia tak melirikku untuk dijadikan pacar.
Sebenarnya akhir-akhir ini ia mulai dekat denganku. Mulai dekat tapi ternyata harus aku lupakan lagi. Aduhh aku harus bagaimana ini? Apa aku harus berkorban demi keluarga yang tak berharap jatuh terpuruk dalam kebangkrutan ini??
"Begini banget dah nasib gue, belum lebaran haji udah harus berkorban, bukan berkorban sapi malah korban perasaan!!"
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Banjarmasin, 2 September 2017
Mau masakin daging dulu yaa.
Selamat menghabiskan jatah daging Qur'bannya.. hehe
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top