F.Couple17

"Jangan minta cerai lagi, jangan minta lepasin lagi, karna setiap kamu bilang begitu, pikiranku kacau!!"

Lega. Hanya itu yang Ali rasakan ketika bibirnya mampu mengatakan apa yang selama ini yang terjadi pada dirinya saat Ily  meminta cerai darinya. Akhirnya ia harus mengakui keangkuhannya sebagai seorang suami yang merasa seharusnya paling dibutuhkan. Meminggirkan keegoisan dan rasa gengsi yang seharusnya ia lakukan sejak pertama kali merasakan ia membutuhkan wanita yang ada dalam dekapannya saat ini.

"Aliiii..." Ily hanya bisa menyebut namanya karna terlalu syok mendengar pengakuan yang diluar dugaannya.

"Tetaplah bersamaku...!"

Ali berbisik lagi ditelinga Ily. Dan Ily tak menjawab. Hanya membalas pelukannya diiringi lelehan airmata yang entahlah, begitu saja menggenang dimatanya. Tak menyangka pada akhirnya patung yang mendekapnya, mampu mengatakan serangkaian kata-kata manis, bukan hanya melemparkan kalimat celaan menutupi rasa gengsi dan keakuannya.

"Jangan pergi lagi ya, jangan jauh-jauh dari aku, aku bisa gila!" Ali mempererat pelukannya, seakan-akan tak ingin melepaskan lagi.

Mungkin terdengar berlebihan. Gila? Ali sudah tak tahu lagi cara menggambarkan perasaannya. Pada kenyataannya ia seperti orang gila memakai minyak zaitun berbau khas istrinya sebelum tidur. Mendekap baju yang bekas dipakai Ily terakhir sebelum pergi mengunjungi orangtuanya, bahkan hampir saja ia ribut dengan Diah karna mencuci baju itu.

"Kak Diah-kan yang beresin tempat tidur aku?" Saat itu pulang kerja Ali memasuki kamarnya yang sudah terlihat rapi. Bukan langsung membersihkan diri, tapi langsung mencari Diah karna selimut dan baju Ily lenyap.

"Iya, kenapa?"

"Selimut dicuci?"

"Iya, termasuk baju Ily yang tergumpal-gumpal dibalik situ!"

"Kak Diah harusnya tanya aku dulu, jangan cuci-cuci sembarangan Kak!"

"Lho?" Diah terheran-heran. Bingung apa yang mau dikatakan. Sudah tugasnya membantu membereskan kamar Ali seperti sebelum kehadiran Ily, kenapa Ali protes ia mencuci sprei, selimut, sarung bantal dan guling termasuk baju Ily yang ia temukan diatas tempat tidur sehari setelah Ily pergi. Diah ingat, baju itu dipakai Ily saat ia dirumah sebelum ia menggantinya saat akan pergi mengunjungi orangtuanya. Saat itu ia berpikir mungkin Ily saat mengganti baju melemparnya ketempat tidur dan Ali tak membereskannya. Ia tak menyangka Ali yang sengaja mengambilnya dari gantungan baju dibalik pintu dan menjadi temannya tidur.

"Emang kenapa? Bukannya kak Diah selalu beresin kamar kamu sebelum Ily ada, dulu juga nggak ada protes protes ini itu dicuci apalagi selimut!"

"Ck!" Ali saat itu hanya bisa berdecak. Ia masih ingin mencium bau Ily dikamarnya. Kalau semua dicuci bisa bisa baunya hilang. Ingin mengomel tapi tak bisa menjelaskan apa yang ada dalam pikirannya. Akhirnya ia hanya bisa memakai minyak zaitun  untuk mempertahankan aroma istrinya. Bukankah itu terdengar gila jika ada yang tahu?

"Kamu tau, aku bisa mati karna sepi, nggak ada mulut comberan lagi yang ribut-ribut dikamar aku..."

Ali juga tak merasa ia salah menyebut bisa mati, karna ia pernah membayangkan terjun bebas dari lantai 7. Daripada cuma memecahkan gelas biar ramai karna kesepian.
Kali ini Ily memukul dada Ali yang masih mendekapnya mendengar mulut comberan disebut-sebut.

"Jangan minta cerai lagi, setiap kamu minta cerai aku kacau!" Ali mengulang ucapan melarang Ily minta cerai lagi.

Benarkah? Ily tak menyangka di balik sikap menyebalkan ternyata di dalam nya ada kelemahan.

"Maafin ya, karna sering membuat kamu nangis, aku janji asal kamu mau tetap bersamaku, aku akan membuatmu tersenyum setiap saat!"

Ali melonggarkan pelukan dan menangkup pipi Ily sementara tangan Ily masih memeluk erat pinggangnya. Tak ada kata. Tak tahu harus membalas ucapan Ali dengan kalimat apa. Sudah terlalu banyak kalimat indah yang ia dengar saat ini tanpa ia sangka bisa keluar dari patung yang selama ini hanya bisa mengeluarkan 'bisa' yang menyakiti jika didalam kamar.

"Kok diem? Nggak kangen?"

Sadar kalau sedari tadi yang bicara cuma dia, Ali bertanya dengan nada sedikit protes.

"Kata siapa?"

Ily menatap wajah suaminya  yang ia rindukan siang dan malam seminggu ini.

"Ck!"

Menjawab pertanyaan Ali dengan pertanyaan pendek membuat Ali berdecak. Ciri khas yang membuat Ily langsung menarik sudut bibirnya sedikit.

Merasa pelukan Ali melonggar dengan wajah tak suka, Ily justru menyatukan tangannya dibelakang pinggang suaminya itu mempererat dempetan tubuh mereka sebagai pelengkap jawaban rindu. Rindu yang ingin disampaikan dengan bahasa tubuh yang lebih nyata. Bukan hanya sekedar ucapan yang keluar untuk menjelaskan kata hati. Ily lalu meraba wajahnya dari dahi, hidung, pipi sampai bibir dan dagunya sebagai aplikasi dari rasa rindu yang mendalam.

"Kenapa?"

"Kangen ngeraba wajah kamu..."

"Nggak kangen ngeraba yang lain?"

Ily memukul dadanya lagi. Ali tertawa sampai dagunya terangkat. Ily merauk wajahnya dan Ali mengambil tangan yang berada dikulit porselennya itu lalu meletakkan dibahunya. Di tatap mata yang terlihat penuh cinta dan rindu membuat tubuh Ily rasanya kaku. Apalagi ketika dahi Ali menyentuh dahinya hingga ujung hidung merekapun kehilangan jarak sekarang. Jantung dan nadi mereka sama terasa berdenyut cepat.

"I love You, Istli!"

Istli? Sudah lama tak mendengar kata istli ditelinganya membuat Ily merasa lututnya makin lemas dan hangat membaur dengan degupan didadanya. Apalagi terdapat kalimat sakti disana, I Love You!

"Benarkah?" Ily memiringkan wajahnya menatap dengan wajah ingin diyakinkan.

"Entah sejak kapan, yang pasti setelah kamu nggak ada, aku semakin yakin,  aku harus membuat kita bukan lagi Forced couple!" Ali berkata  meyakinkan.

"Jadi?"

"Ck!" Ali makin merasa dipermainkan. Wajahnya kusut seketika.

"Cuamiiii....." Ily menarik lagi tangan Ali yang seketika terlepas menggantung disamping tubuh mereka yang berdempet karna tangan Ily masih menyatu dibelakangnya tadinya.

"Ya udah, Kalau kamu cintanya samaa..."

"Akuuu cintanya sama kamuu...." memotong ucapan Ali, Ily menjatuhkan kepalanya dalam dekapan Ali, tangannya mengembalikan tangan Ali kepinggangnya agar memeluknya lagi.

"Sebenarnya aku takut jatuh hati!" Lirih ucap Ily.

"Kenapa? Karna aku nggak pantes dicintai ya?"

"Bukannn, aku cuma takut kecewa," sanggah Ily sambil mengangkat kepalanya menatap Ali yang menundukkan wajah menatapnya.

"Kecewa?"

"Aku memimpikan jadi satu-satunya, bukan jadi yang pertama, karna kalau jadi yang pertama bakal ada yang kedua, aku nggak mauuu, apalagi sampai ada yang keempatttt...."

"Memanggg sih, aku maunya empat!"

"Uhgggg!!"

Seketika Ily mendorong tubuh Ali mendengar ucapannya yang  membuatnya jengkel. Kali ini, Ali yang mempererat dekapannya.

"Maksud aku, EMPAT ANAK!!"

Ily menahan senyumnya mendengar Ali menyebut empat anak.

"Kamu ituuu, jadi orang nggak serius banget sih? Mending jadi patung!"

"Rela deh jadi patung bakantan, asal kamu mau!"

"Aaaaaaahhhhhh Aliii!" Ily jadi melting karna Ali justru tak membalas celaannya.

"Kamu itu cantik!" Ali malah memuji

"Hmmm!" Ily melengkungkan bibirnya mencibir. Rayuan Basi.

"Dari keluarga baik-baik!"

"Ehm!"

"Kaya, terutama kaya hatinya, nerima kejahatan mulut aku!"

Ily makin tak mengerti arah bicara Ali.

"Sholehah, karna patuh sama cuami!"

"Terusss?"

"Aku udah punya empat-empatnya dari kamu syarat mencari istri, jadi kurang apalagi, cukup empatkan, jadi mau cari apa lagi sama yang lain??"

"Ahhhh Aliii.....!" Ily jadi makin melting seketika.

"Maukah kamu jadi istliku??"

Ali bertanya kali ini dengan wajah serius.

"Lho? Bukannya aku sudah jadi istli kamuu??" Keheranan, Ily melebarkan matanya.

"Ini yang dari hati, kalau dulukan enggak, dulu dipaksa, lalu  memaksakan diri, akhirnya jadi pasangan terpaksa!" Ali memperjelas ucapannya.

Ily menatap Ali mencari raut hanya berbohong atau sekedar meyakinkankan kalau yang dikatakannya tidak berusaha untuk mempermainkan semata. Dan ternyata ia hanya menemukan keseriusan dimatanya.

Ah, hari ini benar-benar hari terbaiknya. Akhirnya ia bisa mendapatkan apa yang sudah menjadi impian dimasa remajanya. Dilamar dengan romantis!

"Gimana? Mau jadi istli yang sayang sama aku? Sayang sama patung mulut berbisa, karna aku sayang sama kamu mulut comberan!!"

Hari ini benar-benar surprise!
Patung mulut berbisa menjelma menjadi pangeran impiannya. Ily kehabisan kata-kata untuk menjawab semua tanyanya.

"Jadi kamu sayang sama mulut comberan ini?" Ily menunjuk wajahnya sendiri.

"Mulut comberan kamu didalam kamar atau sikap manismu diluar kamar sama-sama bikin aku stress, tapi lebih stress lagi saat kehilangan semua itu!"

"Ohya? Masaaa? Jadi aku nggak perlu berubah jadi seperti yang kamu mau?"

"Nggak perlu jadi oranglain, cukup jadi diri sendiri untuk bisa dicintai, kayak gini nih, nggak perlu jadi tirus karna chubby aja udah ngangeninnn!!" Ali memencet pipi Ily yang terlihat menggemaskan baginya.

"Aduhhh....Aliii sakiitttt, kamu ihh nyiksaaaa!"

"Sakit mana waktu disiksa diranjang?!"

"Aliiii! Ihhhhh!!"

Ali tertawa. Ahh, rasanya ada yang hangat bertubi-tubi didadanya. Bukan hanya dada Ali, tapi dada Ily. Serasa ada bunga-bunga yang menjatuhi mereka berdua. 

"Ohya, aku punya sesuatu!"

"Apa?"

Ali merogoh sesuatu dibalik jaketnya. Sedari tadi benda didalam sana sudah menyesakkan isi saku dibaliknya. Sebuah kotak perhiasan.

"Iniii....?"

"Iniii buat kamu semuanya eh satu cincin buat aku!"

Ali membukanya. Dua buah cincin, sebuah kalung berliontin dan sebuah gelang.

Ily memandangnya tak percaya kalau Ali memikirkan membeli perhiasan untuknya.

"Maaf, cuma 100gram, Istli!" Ali menjelaskan kalau perhiasan yang diberikannya saat ini cuma 100gr tak seperti maharnya saat menikah yang mencapai satu kilogram emas batangan.

"100 gram tulus lebih berarti daripada satu kilo terpaksa, cuami!"

Ya, yang 'satu kilo terpaksa' kalah sama yang '100gram tulus'!

Ily memeluk Ali dengan mata berkaca. Ali membalas pelukannya.

"Makasih, makasih, makasihhhh!" Ily tenggelam dalam pelukan Ali. Airmatanya seketika luruh sudah. Ali melepaskan pelukan, menghapus airmata Ily dengan punggung tangannya.

"Sini, aku pasangin!"

Ali memasangkan kalung srberat 10gr itu keleher Ily dari depannya. Tangannya melingkari leher Ily hingga Ily dapat menghirup aroma tubuhnya. Memasangkan gelang seberat 85gram dilengannya lalu memasang cincin seberat 5gram ke jari manis Ily. Ily memasangkan cincin ke jari Ali lalu akhirnya mereka sama-sama mengangkat tangan menyandingkan cincin yang sekarang mereka kenakan.

"Sah?" Ali bertanya sambil mengerling pada Ily.

"Sah!" Sahut Ily balas mengerling.

Mereka tertawa kecil ketika saling pandang. Ali mengusap rambut menundukkan wajah lalu mencium ujung kepala Ily.

"Aku sayang kamu, istli!"

"Sayang kamu juga, cuami!"

Menangkup kepalanya, Ali menunduk lagi mencium penuh perasaan ujung dahi Ily yang reflek menutup matanya. Ketika pangkal hidungnya tersentuh kelembaban, mata Ily yang tadinya terbuka berkedip karna mengabur tak ada jarak. 
Saat  terasa sentuhan bibir Ali dibibirnya, pikiran Ily melayang pada saat pertama kali bibirnya dikecup secara paksa. Saat Ily merasa bibir atasnya digigit pikirannya melayang pada saat malam pertama mereka yang membuat dirinya tersiksa. Saat Ily membalas ciumannya pikirannya  terbang ke saat dimana mereka bercinta atas dasar suka sama suka.

"Mmpphhhh..." Ily melepas ciumannya yang mulai memanas. Decapan bibir mereka sudah memenuhi kamarnya. Dekapan Ali dipinggang Ily semakin erat. Tangan Ily mengalung dilehernya sama erat.

"Istliku, kamu masih punya hutang 4malam berturut-turut!"

"Aku akan bayar lebih dari seribu malam, cuamiku!"

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Banjarmasin, 15 September 2017

Edisi panjang didalam kamar.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top