F.Couple14
"Nggak perlu lagi, perjanjian batal, mulai hari ini lo bebas!!"
Kalimat yang keluar dari bibir yang beberapa hari ini berucap manis dan memberi sentuhan manis padanya, membuat dada Ily sesak.
Ali menganggap Ily tak patuh padanya dan ingin kembali pada Bima. Diperkeruh lagi Ily bilang kalau ia dulu yang suka pada Bima bukan Bima yang suka padanya. Ali makin merasa panas saja.
"Nak Ali, mau kemana?"
Suara Bunda menghentikan langkah Ali.
"Mau pulang, Bun," Jawab Ali datar.
"Lho? Ily?" Bunda bertanya dengan nada heran. Pandangan matanya menatap bergantian pada Ali dan Ily.
"Bunda...." Ily mulai berkata dengan nada suara bergetar. Ali menatap Ily dengan mata sama sekali susah untuk diartikan. Ia tak mengerti atau tak ingin salah mengartikan apa yang sedang dipikirkannya.
'Lo pasti nunggu saat kayak gini, pisah dari gue!'
Sama sekali Ily tak terpikir kalau pikiran Ali seperti itu. Justru ia yang beranggapan Ali sengaja mempercepat perpisahan mereka.
"Iya?"
"Kami....." Ily menelan ludahnya, "kami memutuskan untuk berpisah, bun!" Ily berkata dan setelahnya menutup mulutnya dengan dada yang sesak.
"Berpisah?" Bunda mengulang pernyataan putrinya dengan nada tanya. Sementara Ali hanya mematung tanpa mengiyakan ucapan Ily pada bundanya. Entah apa yang ada dipikirannya. Sekali lagi Ily tak mau menerka.
"Kenapa? Ini baru dua bulan, kalau dalam pekerjaan, masa training itu tiga bulan, dua bulan itu tak bisa menilai apakah kalian itu benar cocok atau tidak..." Bunda Ily mencoba mengeluarkan pendapatnya.
"Itu pekerjaan bunda, dalam hubungan tak mengenal sehari, dua hari, sebulan, dua bulan, kalau memang cocok sehari juga bisa terasa, bun," Ily berkata dengan suara yang tertekan. Memang sehari dua hari tidak terasa getarannya tapi seiring berjalannya waktu sepertinya mulai ada yang berubah.
Ily menggeleng dan menutup mulutnya merasa tak tahan untuk berlama-lama menahan tubuhnya yang sudah terasa gemetar dan berlalu meninggalkan suami dan ibunya.
"Tapi bunda lihat kalian serasi, cocok, seperti tak ada masalah, janganlah gegabah..."
Ily masih bisa mendengar suara bundanya berkata sebelum menutup pintu kamarnya. Akhirnya semuanya selesai!
Didalam kamar Ily menghempaskan diri di ranjangnya. Akhirnya ia menjadi janda. Benarkah?
Sementara itu Ali melangkah gontai menuju mobilnya. Didalam mobil ia menyandarkan punggungnya disandaran jok mobil lalu memejamkan mata.
Apa sudah benar keputusannya? Bukan tak mau mendengarkan nasehat mertuanya. Tapi anaknya sendiri yang menginginkan perpisahan. Lalu bagaimana ia mempertahankan jika hanya sebelah pihak? Ily menginginkan yang lain bukan dirinya. Ada perasaan tak rela seketika dalam batinnya. Tapi ia sudah mengatakan kalau Ily mulai hari ini bebas, jadi tentu waktu yang ditunggunya tiga bulan dari sekarang akan segera tiba. Pasti setelah melewati masa idah, Ily akan segera menjadi milik orang lain.
Ada yang mencabik dadanya. Seperti ditusuk belati mengingat Ily akan disentuh pria lain selain dirinya. Bahunya yang mulus akan disisir indera perasa dan peraba dari pria lain. Tubuh wanginya akan dimiliki orang lain. Ah, tadi saja melihat pria lain mencium kening Ily membuatnya meradang.
"Ya Tuhan, kenapa Engkau menentukan dia untuk aku nikahi tapi hanya sesingkat ini?"
°°°°°°°
BUG!
Sebuah bogem mentah melayang kewajah Ali.
"Kakakk...!" Suara kecemasan terdengar dari seorang gadis yang tadi memeluk dan mencengkram lengannya.
Ia benar-benar tak tahan melihat wajah adiknya yang sedari tadi seperti menahan sesuatu ketika melihat suaminya menggandeng wanita lain dan memperkenalkan sebagai istrinya. Terlihat jelas kesakitannya.
"Kurang ajar lo! Nggak gentle jadi suami! Lo pikir adik gue boneka?"
"Kakak...sudah!"
"Percuma adik gue sudah mengabdi sama lo, ternyata lo nggak ngehargai dia, mengurung dalam rumah sementara lo ternyata liar diluar rumah!"
"Tanya adik lo! Siapa yang duluan mau disentuh pria lain hah!"
Plak!!!
Kali ini tangan yang memukul wajah Ali bukan tangan kekar Fajar, kakak Ily, tetapi dengan emosi tangan Ily sendiri yang melayang ke pipinya.
"Lo jangan menutupi dosa lo dengan mencari salah gue! Gue nggak nyangka ternyata dibelakang gue lo begini, gue nyesel dinikahin lo, sumpah!"
Airmatanya tumpah sudah. Sedari sejak melihat Ali menggandeng gadis lain memasuki restoran mewah itu, dadanya sudah berdegup melihatnya. Apalagi ketika ia mendengar Ali memperkenalkannya sebagai istri.
"Jangan harap lo dapat maaf dari adik gue!" Fajar menunjuk wajah Ali sambil ikut berlalu mengejar Ily yang sudah tergesa meninggalkan mereka.
Sementara Ali terpaku ditempatnya berdiri.
Ternyata keputusannya untuk membawa istri pura-pura kehadapan Mr. Dauglash dan Mrs. Dauglash berbuah petaka. Ia kalut. Sudah terlanjur berjanji kalau akan membawa istrinya Dinner tetapi ternyata Ily tak bisa diajak. Ali merasa bingung apa alasannya pada kedua tamunya tersebut kalau ia tak jadi membawa istrinya. Ia tak ingin masalahnya menjadi konsumsi orang lain apalagi orang yang hanya rekan bisnis yang harusnya tak tahu apa-apa ketika berkunjung dan kembali kenegara asalnya.
"Kamu benar-benar gegabah ya Li, heran mama, sudah ada masalah ditambah masalah lagi?"
Ali terdiam diceramahi mamanya. Mamanya sengaja menunggu kepulangan Ali dari Dinner bersama Mr dan Mrs Dauglash karna ketika ia kembali tadi tak membawa Ily.
"Mana Ily?"
"Ily takkan kembali kesini, ma!"
"Apa maksudmu?"
"Dia minta cerai!"
"Apa??"
"Mama nggak tau, dia tu punya cowok lain sebelum nikah sama aku, mah!"
"Pasti kamu lagi cemburu,waktu itu Ily bilang kamu marah karna ada temannya mengirim pesan padahal ia bukan siapa-siapa!"
"Mama terlalu percaya sama dia, aku melihat sendiri Ily disentuh pria itu mah, siapa yang bisa ikhlas lihat istrinya dicium pria lain?!"
Bu Rosehan terdiam mendengar ungkapan anaknya. Ia merasa sudah tak bisa apa-apa lagi kalau memang Ily menginginkan yang lain. Diam-diam ada perasaan marah pada Ily. Kenapa sempat berbohong mengatakan kalau yang mengirim pesan cuma temannya? Ternyata cuma untuk menutupi kesalahan.
"Jadi, kamu pergi Dinner?"
"Iyalah mah, habis gimana, aku harus pergi walaupun rasanya malas banget!"
"Ya udah, bilang aja sama Mr. Dauglash istrimu sedang sakit!"
"Kalau mereka mau jenguk gimana, ma?"
"Masa sih mau jenguk?"
Dan Bu Rosehan tak tahu kalau diperjalanan menuju restoran Ali berpikir untuk mengajak seseorang untuk makan malam bersama Mr. & Mrs. Dauglash. Dan tak disangka Fajar mengajak keluarga untuk menghibur Ily makan direstoran yang sama. Ali merasa kacau melihatnya. Dan akhirnya Fajarlah yang tak bisa mengendalikan emosinya. Meski Ily sudah bercerita soal Bima.
Ali memijit pelipisnya. Sakit disudut bibirnya karna dipukul kakak iparnya biasa. Tapi kesalah pahaman yang terjadi memperuncing keadaan. Kesannya ia yang selingkuh padahalkan Ily yang duluan selingkuh.
°°°°°°°
Sudah seminggu berlalu. Percaya atau tidak, sejak malam di hari pertama mereka tak bersama, Ily tak dapat tidur.
Sesak dan sakit didada akibat Ali mengakui perempuan lain sebagai istrinya dihadapan tamu-tamu bulenya itu membuat kepala Ily terasa penuh. Ia merasa tak rela Ali mengakui perempuan lain. Apakah Ali sebenarnya memang menginginkan wanita itu yang mendampinginya? Huahhh. Rasanya Ily sulit untuk menghilangkan kesakitan yang ia rasa akibat dari perasaannya saat ini.
"Ya Tuhan, kenapa gue harus ngerasa nggak rela tangannya nyentuh perempuan lain?"
Ily seketika membayangkan saat Ali mengusap rambut dan punggung wanita itu. Menatapnya dalam-dalam dan mencium keningnya setiap pagi saat akan berangkat bekerja. Ily menekan dadanya saat membayangkan Ali menyentuh wanita lain seperti menyentuhnya dengan panas diperaduan.
"Hhhhh...Ya Allahhhh....kenapa gue malah bayangin saat dia sedang nyentuh guee!?"
Ily memejamkan matanya. Tak dapat mengusir bayangan kalau harusnya waktu bersama mereka masih ada empat hari. Harusnya ia melewati empat hari dari tujuh hari setelah ini dengan bercinta bersamanya. Bergumul panas dibalik selimut seperti di tiga malam sebelum seminggu yang lalu.
Mendadak Ily membayangkan bibir Ali menyentuh bibirnya. Ciumannya yang lembut dan hangat yang terkadang berubah berapi-api karna gairah. Apalagi dihari ke tiga mereka bercinta dia menatap dalam sebelum mencium kening, menyisir keujung hidung dan menyentuh sudut bibir dengan mata yang menatap sayu tak liar seperti malam pertama mereka yang beringas. Ily meremas rambutnya ketika bibirnya mulai melumat dada yang membusung keras dalam genggamannya.
"Ahhhh...Aaali...." Ily menggeliat dibawahnya dan tangannya mulai mencari dan mengusap bagian tubuhnya yang terasa mengeras dibawah sana.
"Bukaaa, aku tak mau 'dia' patah didalam sanaaa, sayangg..." erang Ali disela lumatannya.
"Enggghhh..." mengerang dalam gairah membuat mereka semakin merasakan keintiman mereka diambang batas gairah.
Ily merasa tak sia-sia sudah bersiap dengan tubuh yang hanya dilapisi sutra lalu membalur tubuh mulusnya dengan handbody yang wanginya ternyata benar-benar menggoda Ali yang akhirnya memuja seluruh tubuhnya saat itu.
"Ilyy.....akhhhhhh...!" Balasan memuja darinya membuat Ali sama mengejang dalam gelenyar rasa luar biasa yang memanjakan hasratnya.
Tubuh Ily melengkung mendapat serangann yang bertubi setelah tubuh mereka menyatu. Peluh berjatuhan dari tubuh yang berpacu menuju puncak. Erangan dan lenguhan terdengar merdu menyatu ditelinga hingga gairah makin meninggi sampai tiba dititik tertinggi.
Ali mendekapnya erat dari belakang setelah ambruk dipunggungnya. Kepalanya menelusup kebahu dan mengecup leher istrinya itu lalu menggigit pelan. Nafas mereka sama memburu dan kecupan dibahunya membuat Ily memejamkan mata setelah menggigit bahu Ali diantara deru napas melepaskan benih-benih hasrat.
Setelahnya Ily merasakan Ali mencium rambutnya. Sentuhan yang dirasakan bukan karna nafsu tapi serasa sangat disayangi.
"Ah, gue salah nilai, dia sayangnya sama oranglain bukan sama gue, kenapa gue bisa kegeeran?" Ily berkata lagi mengakhiri bayangan panasnya yang harusnya bisa ia lewatkan empat kali lagi.
Ah, Ily mendesah lagi. Kenapa bayangannya tak bisa hilang dari pikiran? Sekarang ia hanya menunggu waktu. Waktu datang surat panggilan dari pengadilan agama. Kenapa rasanya Ily tak ingin? Tapi apa dayanya kalau Ali ingin. Ali lebih menginginkan yang lain daripada bersamanya.
"Ily, kenapa tak keluar kamar?" Bunda terlihat mendekati Ily yang menelungkup diatas tempat tidur, menyangga dagunya dengan tangan diatas bantal.
"Nggak papa bunda, udah biasa didalam kamar kalau dirumah Ali."
Ah, kenapa jadi merasa terbiasa betah didalam kamar saja seperti saat dirumah Ali. Ily membatin pedih.
"Nonton tv kek, lihat gosip artis lalu bahas sama bunda seperti biasa" Bunda mengelus rambut Ily.
"Lagi enggak mood nonton tv, bun," Ily mengedipkan kelopak mata dan memejamkan mata ketika terasa ada air hangat keluar dari sudutnya.
Bunda menyentuh sudut mata anaknya dengan jarinya.
"Kamu sepertinya jadi sedih terus sayang, bunda minta maaf karna kamu jadi korban untuk menyelamatkan kelangsungan hidup keluarga kita!" Bunda Ily berkata dengan perasaan bersalah.
"Enggak papa bunda, itu udah jadi janji yang tertulis untuk hidup aku, aku nggak bisa ngehindari kalau udah bicara takdir," Ily mencoba menunjukkan kalau ia kuat menghadapi masalahnya.
"Bunda tau, sabar dan ikhlas itu kata yang mudah sekali diucapkan tapi sebenarnya susah sekali untuk dirasakan..."
"Doakan aja aku bisa sabar dan ikhlas ya bun!"
Bunda mengangguk dengan senyum menenangkan hati. Baru seminggu tak bertemu rasanya sudah lama sekali.
"Pasti Ali bahagia tanpa aku ya bun, nggak ada lagi orang yang cerewet dipagi hari membangunkannya. Tak ada yang bawel menyiapkan pakaian kerja dan memburunya sarapan. Tak ada masakan yang tak enak lagi diatas meja makan seperti katanya selalu saat makan masakanku," Ily tak sengaja menyampaikan apa yang ada dalam pikirannya. Bundanya tersenyum.
Pikir Ily, pasti Ali akan senang tak merasakan bibirnya yang tak enak menurutnya karna ia bukan good kisser. Pasti perpisahan dengannya yang diharapkan Ali hingga sampai seminggu ini tak ada kabar beritanya. Pasti sudah sejak dari sini besoknya dia langsung ke pengadilan agama.
Pasti Ali akan kembali pada kebiasaan lamanya berganti-ganti perempuan. Belum ada beberapa jam ia meninggalkan rumah Ily setelah bicara kebebasan saja, Ali sudah menggandeng wanita lain. Bahkan diperkenalkan sebagai istri pada bule-bule itu. Apa dia lupa pernah berjanji mengajaknya kalau nanti diundang kenegeri bule-bule itu?
Hati Ily nyeri mengingatnya dan tak terasa air hangat dimatanya mengalir lagi. Ia tak mengerti sebenarnya ia menangisi apa? Menangis karna dalam sekejab sudah ada pengganti dirinya atau menangis karna perpisahan yang didepan mata?
"Sabar sayang, bunda selalu mendoakan yang terbaik buat hidup Ily!"
Bunda mencium kepalanya lama dan Ily merasakan airmata menitik dikepalanya. Mungkin bundanya merasakan apa yang ia rasa. Sakit hati. Tapi harus menerima kenyataan.
"Ya Allah, semoga aku bisa segera move on darinya!"
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Banjarbaru, 12 September 2017
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top