Bab 26. Bohong

Michael menjelaskan bahwa ada beberapa cara yang bisa ditempuh demi mengusahakan kesembuhan Bastian. Diantaranya adalah operasi varikokel. Prosedur ini bisa mengembalikan sirkulasi darah yang menuju ke organ reproduksi agar kembali normal. Selain itu, Bastian juga bisa mencoba terapi hormon untuk meningkatkan kadar hormon testosteronnya.

Luciana terdiam dengan muka memucat. Tanpa basa-basi, ia keluar begitu saja dari ruangan dokter.

Amara yang hendak menyusul, memilih bertahan sebentar lagi karena memiliki banyak pertanyaan untuk dr. Michael.

"Dok, apa kita tidak bisa melakukan tes lain untuk memastikan kembali?" selidik Amara.

"Bisa. Kalau Ibu dan Pak Bastian berkenan, kita bisa melakukan biopsi. Untuk memeriksa kondisi jaringan testis." Michael membenahi kaca mata. "Ibu Amara, saya tahu ini adalah berita buruk bagi Anda. Tetapi saya sudah berpengalaman lebih dari 15 tahun. Dan hasil tes suami Ibu tidak mungkin salah."

Amara tertunduk dengan mata berkaca-kaca.

"Itulah mengapa saya tadi menyarankan menunda janji temu ini. Pasti bukan hal mudah bagi Ibu untuk menyampaikan berita ini pada Bapak Bastian. Saya pikir - akan lebih mudah jika beliau mendengarkannya dari saya langsung."

Amara lantas menengadah. "Lalu saya dan suami harus bagaimana, Dok?" tanyanya frustrasi.

Michael membisu sesaat.

"Pak Bastian bisa kembali menemui saya, Bu. Kita akan mendiskusikan treatment apa yang paling baik," terang Michael. "Bu Amara, maaf sebelumnya, tetapi Anda dan suami mungkin bisa mempertimbangkan soal adopsi."

Amara seolah tersambar petir di siang bolong. Dunia wanita itu luluh lantak. Hancur berkeping-keping dalam satu hari.

Bastian adalah lelaki yang memiliki kepercayaan diri tinggi. Ia yakin lelaki itu akan terpuruk jika mengetahui kenyataan yang sebenarnya. Bastian bakal kehilangan semangat hidup. Ia sudah pasti merasa rendah diri dan tak berguna.

Langkah Amara gontai begitu keluar dari ruangan Michael. Ia melihat Luciana sedang duduk di salah satu kursi yang berjejer di lorong klinik. Tatapan ibu mertuanya kosong.

"Ma ..." Amara mengambil tempat di sisi Luciana.

Luciana masih mematung. Bahkan menoleh saja tidak.

"Dokter Michael bilang kita bisa kembali datang untuk mendiskusikan pengobatan selanjutnya bagi Mas Bastian," ujar Amara.

Bulir air mata sontak menetes dari pelupuk Luciana. Itu merupakan pemandangan baru untuk Amara. Ibu mertuanya tak pernah terlihat menangis sebelumnya.

"Ma?" Amara menggoyang lengan Luciana. Tangis wanita itu ikut pecah. "Jangan menyerah dulu. Kita berusaha dan berdoa."

Luciana pun menilik Amara dengan mata menggenang. Bibir wanita paruh baya itu bergetar karena berusaha menahan isak. Ia meraih jemari Amara dengan telapaknya yang dingin.

"Mara ..." rintih Luciana pedih. Ia lantas menggelengkan kepalanya seolah ketakutan. "Jangan katakan apa-apa kepada Bastian! Ja-jangan ..."

"Maksud Mama?"

"Jangan, Mara!" isak Luciana. "Bastian tidak boleh tahu kalau ada yang salah dengan reproduksinya. Bastian tidak boleh tahu kalau dia bermasalah. Mama mohon sama kamu."

"Tapi, Ma ... Mas Bastian punya hak mengetahui kondisi fisiknya. Dengan begitu kita bisa mengobati ini," sanggah Amara.

Mata Luciana berkilat. "Menurutmu apa reaksi Bastian jika dia mengetahui dirinyalah yang bermasalah? Tahu kalau dialah yang mandul! Menurutmu bagaimana? Bastian bakal hancur, Mara!"

Amara terhenyak dalam bisu.

Luciana lantas mencengkeram tangan Amara kuat-kuat.

"Mama benar-benar mohon sama kamu. Mama akan lakukan apa pun. Mama akan bujuk Bastian agar menyerah soal memiliki keturunan. Mama akn bujuk dia agar mempertimbangkan adopsi!"

"Ma ... aku ngga mungkin berbohong soal ini ..." elak Amara.

Luciana menuruni kursi dan berlutut pada kaki Amara.

"Mama mohon Amara. Mama mohon!" ibanya.

"Mama! Mama jangan begini. Bangun, Ma." Amara bergegas menuntun mertuanya untuk berdiri. "Ma, bagaimana kalau Mas Bastian memilih mencari wanita lain karena menganggap aku tak bisa memberinya anak? Aku tak bisa merahasiakan fakta ini."

"Mama tak akan biarkan itu terjadi!" Luciana menyorot Amara dengan tatapan putus asa. "Mama akan selalu membelamu dan mencegah Bastian meninggalkanmu. Tapi tolong, Mara. Jangan pernah tinggalkan Bastian. Jangan pernah!"

"Aku tidak akan pernah meninggalkan Mas Bastian, Ma," sahut Amara bersikukuh.

"Kamu janji sama Mama?"

Amara mengangguk seraya bercucuran air mata.

"Makasi, Amara!" Luciana memeluk Amara dalam dekapan erat. Ia tersedu-sedu seolah baru saja kehilangan hartanya yang paling berharga. "Kamu janji sama Mama - jangan pernah katakan yang sebenarnya pada Bastian."

"Iya, Ma ..." ucap Amara lirih.

Meski menduga Amara infertilitas, Bastian tetap setia bersama dengan dirinya. Mungkin sebaiknya Bastian memang tidak perlu tahu kenyataan yang sebenarnya. Mungkin memang ini jalan bagi Amara untuk berkorban demi sang suami. Mungkin Luciana benar.

***

"Apa kata dokter?"

Bastian melonggarkan ikatan dasi dan menjatuhkan diri pada sofa.

Amara terdiam. Ia berlagak sibuk menyiapkan makan malam di pantry. Selain itu - Amara juga menyembunyikan matanya yang bengkak karena terlalu banyak menangis.

Bastian kembali mengintrogasi

"Kenapa diam? Dokter sudah memvonismu infertilitas alias tidak subur? Jawab, Mara!" sentak Bastian.

Amara menelan tangis dan menghampiri Bastian. Mata wanita itu kembali memanas. "Mas," ucapnya serak. "Apa tidak terpikir untuk kita mengadopsi anak?"

"Adopsi?"

"Iya, Mas. Di luar sana banyak anak-anak tidak beruntung dan terlantar. Mungkin salah satu dari mereka adalah jodoh kita," kata Amara.

Bastian mendengkus. "Asal kamu tahu, ya, Mara! Aku nggak sudi merawat anak yang asal usulnya tidak jelas. Mereka pasti mewarisi gen dari orang tua kandungnya. Dan bisa saja mereka mantan penjahat atau kriminal!"

"Siapa pun orang tuanya - kalau kita mendidik mereka penuh kasih sayang - mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang baik hati, Mas." Amara menatap Bastian penuh harap.

Suaminya membuang muka. "Aku tidak mau adopsi. Titik." Ia lalu menyeringai seraya kembali memandang Amara. "Lagi pula, adopsi bukan satu-satunya cara mendapatkan anak."

"Maksud Mas?"

"Aku bisa kawin lagi. Cari wanita subur yang bisa kasih aku anak," kekeh Bastian.

Amara terperanjat. "Mas!" sentaknya. "Kamu nggak bisa seenaknya begini. Andaikan, kamu di posisi aku bagaimana? Bagaimana kalau ternyata kamu yang tidak subur?"

"Kalau aku yang mandul?!" ulang Bastian dengan intonasi meninggi. "Kalau aku yang mandul, lebih baik aku mati, tahu nggak! Bunuh diri karena malu. Paham kamu?"

"Sembarangan kamu kalau ngomong, Mas!"

"Apa gunanya menjadi manusia kalau tidak bisa menghasilkan keturunan? Binatang melata saja bisa berproduksi! Jadi lebih baik mati aja sekalian." Bastian melotot. "Makanya aku heran sama kamu, urat malumu itu udah putus. Kamu selalu menuntut ini-itu padaku padahal dirimu itu cacat! Nggak guna sebagai istri."

"Amara berpaling dari Bastian. Tangis wanita itu pecah. Ia makin yakin untuk tidak menyampaikan kebenaran yang sesungguhnya pada sang suami. Luciana memang paling mengerti sifat putranya. Andaikata Bastian tahu yang sebenarnya - ia pasti gila.

"Aku juga ingin memiliki keturunan, Mara. Darah dagingku sendiri!" ratap Bastian. Ia menutup wajah menggunakan tangkupan tangan.

"Mas ..." Amara kembali mendekat. "Maaf," ucapnya getir.

Bastian sedang terpuruk karena menganggap Amaralah yang mandul. Padahal, lelaki itulah penyebab mereka tak juga dikaruniai anak. Entah bagaimana syoknya Bastian jika tahu realita yang terjadi.

"Aku tidak pernah mau adopsi anak, Mara. Jangan pernah kamu tawarkan aku opsi itu," lanjut Bastian.

"Iya, Mas," sahut Amara nelangsa.

"Aku akan menyibukkan diri bekerja dan mengejar karir." Bastian kemudian memandang Amara dengan sorot mengancam. "Dan kamu jangan pernah menuntut apa pun lagi padaku. Aku akan melakukan apa pun yang aku mau. Tanpa mendengar larangan darimu."

Haloo, Darls!

Gimana puasa, lancar? Jangan sampai batal gara² Bastian ya! Hahaha
Btw, FORBIDDEN DESIRE sudah tamat di Karyakarsa. Kalian sisihkan recehan kalian buat buka bab²nya di sana (ada bbrp bab juga masih gratis, kok)

Salam sayang — your virtual lover - Ayana Ann

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top