54. Kenyataan Pahit
Bastian duduk malu-malu di samping Amara. Ia tak berani menengadahkan kepala untuk saling bertukar pandang.
Krukuuuukk.
Perut lelaki itu tiba-tiba keroncongan tanpa dapat ditahan. Suatu insiden memalukan yang membuat wajahnya memerah bak kepiting rebus.
"Mas lapar? Mau cari makan di luar?" tanya Amara menahan kekeh.
Bastian menggaruk pelipis. "Nggak usah, deh. Aku pulang aja. Lagian ini udah malem, nanti ibu kosmu ngomel."
Amara tersenyum. Lelaki itu sungguh baik hati karena bersedia mengantar-jemput ke kantor selama dua bulan belakangan.
"Masuk ke ruang tamu, yuk, Mas. Kumasakkan mie instan, mau nggak?" tawar Amara.
Bastian sumringah. "Mau. Tapi nanti ngerepotin kamu."
"Nggak. Aku juga lagi pengen makan mie," dalih Amara.
Ia dan Bastian mendadak akrab semenjak kantor Bastian menggunakan jasa creative agency, tempat Amara bekerja. Semula membicarakan urusan pekerjaan, lalu Bastian mulai sering menghubungi Amara untuk sekedar mengajak ngobrol semata.
Bicara dengan Bastian juga merupakan hal yang menyenangkan. Lelaki itu humoris, sopan, dan penuh perhatian.
Terkadang suka mengunjungi Amara saat istirahat siang, sekedar untuk mengantarkan makanan. Bastian juga suka membangunkan Amara untuk ibadah tengah malam. Suatu hal yang Amara jarang temukan pada lelaki lain.
Aroma sedap dari mie instan pun menguar memenuhi ruang tamu indekos Amara. Ia muncul dari balik partisi seraya membawa dua buah piring di tangan.
"Yuk, Mas, dimakan," kata Amara.
Mata Bastian berbinar. "Ini telur dadar buatanmu?" selidiknya.
"Iya. Kenapa emang?"
"Tebel banget; mana banyak isiannya, mirip bantal!" puji Bastian. "Ini bakalan jadi mie goreng terenak yang pernah kumakan."
"Idih. Kamu apa-apaan, sih? Cuman mie instan doang. Rasanya, ya, begitu itu." Amara meringis.
"Bedalah. Buatanmu spesial banget buat aku dan lagi ... ini kali pertama aku nyobain masakanmu," ucap Bastian.
Amara tersungging. "Iya juga, ya? Kapan-kapan aku masakkan yang lebih enak dari ini, deh."
"Beneran, Mar? Tiap hari dimasakin kamu, aku nggak nolak!" kata Bastian.
Amara mendecih. "Masa, sih? Nanti Mas bosan makan masakan bikinanku terus menerus ..."
"Nggak mungkin aku bosan!" sanggah Bastian. Ia menggulung mie pada garpu dan menyuapkannya dalam mulut. "Emh! Enak banget! Sesuai dugaanku!" Rautnya sangat menghayati.
Tawa Amara pecah. "Mas kamu lebay banget!"
Bastian lalu meraih jemari Amara yang memukul bahunya.
"Amara," ucap Bastian. "Kamu mau jadi pacarku, nggak?"
Ingatan masa lalu itu mendadak terpatri dalam benak Amara yang lunglai tanpa daya. Kenangan terdahulu yang menjadi awal mula ia jatuh cinta pada Bastian, suaminya. Lelaki itu ... sangat tampan, baik hati, dan super menyenangkan.
Amara mencintainya. Ya, Amara memang sangat mencintai Bastian.
Tahun pertama dan kedua pernikahan begitu indah sekaligus manis. Semua terasa sempurna bak impian menjadi nyata. Amara dan Bastian berjanji sehidup semati hingga ajal memisahkan. Bastian bilang, ia tak akan pernah bosan menikmati apa pun masakan yang Amara buat. Bastian juga bilang, ia cuma mencintai Amara seorang sampai kapan pun.
Ternyata — hati manusia semudah itu berubah.
Parahnya, Bastian bak amnesia. Perlahan-lahan menjauh dan menganggap Amara tak ada. Ia tenggelam dalam kesibukan semenjak berpindah perusahaan. Semua topik yang tadinya 'kita' menjadi 'aku' dan 'aku'.
Sifat ke'aku'an Bastian mulai mendominasi; ia mencap diri sebagai suami adikuasa, yang bekerja membanting tulang demi perekonomian keluarga. Semula Amara menganggap itu wajar — Bastian masih muda dan sepantasnya mengejar karir. Namun semua terasa asing ketika Amara memutuskan mundur dari pekerjaan.
Tatapan penuh cinta yang dulu Bastian selalu layangkan, berganti cemoohan sinis.
Bastian kehilangan selera, sementara Amara kehilangan pesona.
***
Pesan lagi-lagi masuk ke smartphone milik Keenan; dan ia dengan tak acuh membuka isinya, lagi-lagi dari Bastian. Warna merah pada traffic light membuat Keenan mampu menyelami chat singkat itu secara saksama.
Ia tidak salah, kan?
Keenan melotot ketika Bastian mengirim sebuah foto Amara yang sedang berbaring. Wanita itu hanya mengenakan pakaian dalam.
Keenan lantas menghubungi nomor Bastian, kali ini bajingan itu sudah gila.
"Bapak sudah terima pesan saya." Sambut Bastian dari seberang.
"Kamu gila, huh?!" sentak Keenan. "Apa kamu lupa siapa saya? Saya bosmu!"
"Karena Bapak adalah bos saya makanya saya melakukan ini. Pak Keenan tak perlu malu-malu karena saya akan langsung pergi dan menitipkan kunci kamar pada recepsionis," kata Bastian. "Amara sepenuhnya milik Bapak."
"Bas!" bentak Keenan.
"Sebesar itulah dedikasi saya terhadap Bapak dan perusahaan. And it's truly an honour to share my wife with you."
"Bastian—" Bunyi klakson kendaraan di belakang Keenan memburu lelaki itu untuk melajukan kendaraan.
Keenan pun terpaksa memutus pembicaraan sambil mengemudikan Rubiconnya. Perasaan lelaki itu tak karuan; berkecamuk, antara marah dan geram. Mengapa ada suami sebejat Bastian? Tega menjual istrinya sendiri pada pria lain. Lalu mengapa Amara diam saja dan memasrahkan semua pada Bastian — tentu ada yang tidak beres!
Keenan pun berbelok menuju Four Points. Ia berharap masih sempat bertemu dengan Bastian. Lelaki biadab itu pantas ia pukuli hingga mati.
***
Kamar hotel itu terlalu dingin dan sunyi. Langkah Keenan ragu-ragu ketika menyusuri tiap jengkalnya. Kemudian jantung lelaki itu pun terhenti sesaat.
Pada coffee table di dekat jendela, sebotol anggur mahal dan dua gelas bertangkai tinggi telah disediakan. Jika Keenan jeli, ada secarik note yang tampaknya ditulis oleh Bastian.
'Tidak perlu menggunakan kondom, lakukanlah apa yang Bapak ingin lakukan. Dia tak akan hamil.'
Keenan meremat kertas itu dan membuangnya. Ia lantas menoleh pada tubuh langsing yang terbaring tak sadar pada ranjang.
"Demi Tuhan, apa yang dia lakukan padamu?" gumam Keenan.
Ia menutup badan Amara dengan selimut. Secara hati-hati, Keenan menepuk pelan pipi Amara untuk mencoba membangunkannya.
"Amara? Amara!" panggil Keenan. Hati lelaki itu mencelus.
Ia lantas berdiri seraya berkacak pinggang. Seluruh emosi seolah berkumpul pada dada; membakar relung Keenan hingga sulit dipadamkan lagi. Cukup sudah! Bastian adalah lelaki psikopat.
FORBIDDEN DESIRE sudah tamat di Karyakarsa. Silakan mampir buat kasih Ayana uang jajan 😌✨
Versi Wattpad bakal Slow Update dan censored, ya! Jangan lupa tinggalin love dan komentar jenaka kalian biar makin semangat tamatin di sini 🖤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top