52. Taktik Baru

Keenan dan Bastian saling berpandangan cukup lama; tanpa kata demi menukar segala kecamuk di dada. Hingga pada akhirnya sebuah tarikan melengkung terulas pada bibir Bastian. Lelaki itu mengulum senyum seraya mencondongkan badan mendekati Keenan.

"Maksud Pak Keenan, seorang wanita?" kata Bastian. "Saya bisa membawakan wanita yang Bapak mau."

Keenan menyeringai. "Bukan seorang wanita, tetapi Amara, istrimu."

"A-apa?" Ekspresi Bastian berubah seketika. Dua alis bertautan, sorot mata yang gamang, serta bibir yang sedikit berkedut kebingungan. "Amara? Pak Keenan ingin istri saya Amara?"

"Ya," sahut Keenan singkat.

"Ta-tapi ..." Tawa Bastian mendadak pecah. "Amara? Dia bukan wanita yang cantik dan muda. Bapak pasti sedang menggoda saya saja, kan?"

Keenan menggeleng. "Tidak, saya serius. Saya serius meminta istri Bapak sebagai pertukaran. Bagaimana?" pancingnya.

Bastian terdiam. Ia mengusap pelipis dengan jemari demi menghalau kebingungan luar biasa.

"Kenapa Pak Bastian?" seloroh Keenan. "Permintaan itu terlalu berat, kan?" Ia tersenyum.

"Ti-tidak," sahut Bastian cepat. "Hanya saja, saya bisa memberikan Bapak wanita lain yang lebih baik dari Amara. Ini pertukaran yang sangat timpang karena Pak Keenan pasti akan menyesal meminta istri saya."

Senyum Keenan sirna. Itu bukan jawaban yang ia harapkan. Bastian adalah binatang. Bisa-bisanya ia menganggap posisi di perusahaan lebih penting ketimbang harga istrinya.

Bastian pikir Keenan serendah itu? Meminta pertukaran antara jabatan dengan manusia? Lelaki gila!

Bastian kembali melanjutkan, "Saya senang Bapak bisa terbuka pada saya. Semula saya pikir Pak Keenan adalah orang yang terlalu serius dan tak tertarik dengan wanita. Tapi, sekarang saya jadi paham kalau hobi kita sama." Ia tersungging. "Saya bisa mengenalkan Bapak dengan wanita cantik dan muda melebihi istri saya. Saya jamin Bapak akan dilayani sampai puas."

Tangan Keenan mengepal kuat demi menahan emosi meradang.

"Maksud Pak Bastian, Pak Bastian tidak keberatan menukar Amara dengan jabatan?"

Bastian menggeleng. "Saya yang malu menukar Amara dengan posisi penting itu, Pak. Istri saya sudah tua. Servisnya di ranjang pun jauh dari kata memuaskan. Dia cuma pintar masak dan bau dapur. Selain itu Amara sama sekali tidak menarik karena dia istri pembangkang yang cuma bisa menuntut."

Keenan mendengkus.

"Bapak tahu, kan, istri saya diam-diam berselingkuh. Dia mungkin sudah membawa penyakit dalam rumah tangga kami, jadi sebaiknya Pak Keenan jangan pernah punya pikiran untuk tertarik padanya," kata Bastian lagi. "Saya pribadi, jujur, enggan menyentuhnya lagi."

Keenan menerjang dan mencengkeram kerah leher Bastian. Sorot lelaki itu berkilat marah. "Jaga bicaramu, Bastian!"

"P-Pak ..."

"Kalau kamu memang tak lagi mencintai istrimu, lepaskan dia! Bukan menghinanya habis-habisan di depan orang lain. Apa kamu sungguh lelaki, huh? Perbuatanmu menjijikkan."

Keenan pun melepaskan Bastian — menatap manajer pemasaran itu dengan penuh intimidasi.

"Kamu sama sekali tidak pantas; baik untuk Amara, mau pun untuk jabatan Vice President Marketing," geram Keenan.

Ia lantas keluar dari ruangan dan membanting pintu meninggalkan Bastian.

Di lain sisi, Bastian masih mematung di tempat semula. Apa yang baru saja terjadi belum bisa dicerna oleh otak lelaki itu. Satu hal yang ia yakini pasti — Keenan Alkala Ibrahim ternyata tertarik pada istri mandulnya.

***

Amara tersentak kaget ketika Bastian sudah berdiri di depan pintu kamar mandi. Lelaki itu menunggunya.

"M-Mas sudah pulang?" sapa Amara tertunduk. Ia melilitkan handuk yang membelit tubuh.

"Baru selesai mandi, Mar?" tanya Bastian menyeringai.

Amara mengangguk seraya tertunduk. "I-iya. Sebentar aku pakai baju lalu siapkan makan."

Bastian menarik Amara untuk mencegahnya pergi. Lelaki itu menuntun istrinya ke arah ranjang. Kemudian Bastian duduk seraya memposisikan Amara berdiri di hadapannya.

"Ada apa, Mas?" tanya Amara menyembunyikan takut.

"Nggak ada apa-apa, cuma pengen memandangi istriku saja," sahut Bastian.

Amara menelan saliva. Ini yang mengerikan dari suaminya — terkadang tempramental, lalu tiba-tiba berubah baik.

Wanita itu lantas terkesiap saat Bastian melucuti handuk yang menutup tubuh polosnya. "Mas?!" kejut Amara.

"Shhh. Diam dulu, deh." Bastian menelisik Amara dari atas ke bawah. Ia mengamati tiap jengkal kulit sang istri yang masih sedikit basah. Jadi seperti ini selera seorang Keenan Alkala Ibrahim?

"Mas ..." Amara merapatkan kedua kaki seraya menutup buah dada menggunakan silangan tangan.

"Mar," ucap Bastian. "Kamu cinta aku, kan?"

Amara mencoba meraih handuknya, tetapi Bastian menahan lengan wanita itu. "Ci-cinta, Mas," jawabnya.

"Jadi kamu bersedia melakukan apa pun demi aku?" tanya Bastian.

"Maksud Mas apa?"

"Jawab ajalah!" desak Bastian.

"Aku akan melakukan apa pun yang menurutku perlu demi mempertahankan rumah tangga ini," sahut Amara.

Bastian tersungging. "Bagus. Kamu memang istri yang baik." Ia lalu meminta Amara duduk di sisinya. "Aku maafin semua pemberontakanmu kemarin, Mar. Aku nggak akan bahas lagi soal minggatnya kamu dari rumah."

"Terima kasih, Mas." Amara bersiap bangun, tapi Bastian kembali mencegahnya. "Mas?!" Ia menoleh heran. "Aku mau berpakaian dulu."

"Tidak usah." Bastian bangkit dan menurunkan celana. "Kamu oral aku dulu. Aku pengen ngerasain servismu. Sudah lama, kan ..." titahnya. Ia mengarahkan kejantanannya pada wajah Amara.

Amara berkernyit.

Andai ia bisa menolak, ia ingin menolak. Bukan karena ia sudah tak mencintai Bastian, atau karena ia merupakan istri lalai. Namun, bukankah bercinta seharusnya dilakukan dengan penuh kasih sayang?

Ia bukan sekedar boneka pemuas nafsu yang bisa dilupakan setelah Bastian mendapatkan kemauannya, kan?

"Mas ... aku ..." Amara menghindar.

Bastian buru-buru menarik dagu Amara kuat. "Kita baru saja berbaikan, Mar. Paling tidak tunjukkan penyesalanmu dengan melayani aku dengan baik. Ini akan berguna nantinya untuk karirku."

"Maksudnya?!" Amara menengadah untuk menatap Bastian tajam.

"Tidak ada maksud apa-apa, ayolah, Mar. Jangan bikin mood-ku turun." Tangan Bastian beralih menjambak helai rambut Amara — memaksa sang istri untuk menyambut miliknya yang sudah tegang. "Hmm ... ya ..." desahnya.

Amara menahan tersedaknya ketika kejantanan Bastian menerobos mulutnya. Secara kasar, batang itu memenuhi bibir sekaligus pangkal tenggorokan Amara. Permainan Bastian selalu menyiksa; menuntut, dan tanpa pengertian. Lelaki itu memaksa pasangannya memberikan semua, sementara dia tak berniat memberikan timbal balik apa pun.

Kepuasan pribadi adalah fokus utama Bastian.

"Isap dan gunakan tanganmu juga!" titah Bastian.

Amara menurut. Ia lantas memanjakan batang itu dengan permainan bibir sekaligus urutan jari-jari. Namun saat mata Amara terpejam, ia mendadak teringat sosok wanita bayaran yang pernah ia temui tempo lalu. Kemudian ada wanita lain juga sebelum wanita itu.

Ia seketika berhenti melakukan tugas yang Bastian perintahkan. Hati Amara terlalu sakit kala mengingat pengkhianatan suaminya.

"Kenapa kamu berhenti?!" bentak Bastian.

"Maaf, Mas, tapi ..." sahut Amara terbata. "Bisakah kita tunda sampai aku siap berhubungan lagi denganmu?"

Bastian mendecih geram.

"Nggak ada penolakan!" Ia mendorong Amara ke atas kasur. "Kamu sudah berjanji menuruti semua kemauanku!"

FORBIDDEN DESIRE mulai masuk slow update. Silakan baca di Karyakarsa sampai tamat tanpa lama menunggu. Kalian bisa sekalian traktir Ayana jajan lewat sana. Thank You.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top