39. Pahlawan Rahasia
Julie menyambut Amara penuh bahagia. Ia menghambur menunggu sang guru di depan pintu utama. Berteriak kegirangan sambil tersenyum lebar.
"Miss, sudah sehat? Kakinya sudah nggak apa-apa?" buru Julie.
Amara tersungging dan menyambut gandengan tangan Julie. "Sudah. Miss sudah sehat."
"Julie kangen banget sama Miss Amara," aku Julie polos.
Hati Amara bergetar. Di dunia yang terasa kejam, hanya Julielah pelipur laranya. Ia mengeratkan genggaman. "Miss juga kangen sekali sama Julie. Sangat."
Mereka berdua lalu berjalan bersama menuju ruang perpustakaan. Hari ini Amara akan mengajarkan teknik sulam pada Julie. Ia sudah mempersiapkan perlengkapan menyulam untuk digunakan muridnya. Amara menduga Julie bakal bosan jika terus menerus belajar melukis atau menggambar.
Ia memasang pembidang atau ram - benda berbentuk cincin yang terdiri dari dua bagian - pada kain. Setelah itu dengan hati-hati Amara mengajari Julie memasukkan benang pada jarum.
"Sulit sekali!" Julie frustrasi.
"Mau Miss yang memasukkan benangnya?" tawar Amara.
Julie menggeleng. "Tidak. Julie mau coba lagi." Ia pun mengamit lidahnya penuh konsentrasi.
Amara tersungging bangga. Meski mengalami kesulitan, Julie tipikal anak yang tak mudah menyerah.
"Miss, bisa!" seru Julie girang. Ia akhirnya bisa memasukkan benang ke dalam lubang jarum.
"Bagus, Julie." Amara mengangguk. "Sekarang kita akan belajar membuat tusuk silang."
"Tusuk silang?"
"Tusuk silang merupakan teknik sulam yang paling dasar. Caranya dengan menusukkan jarum ke arah miring dari kiri atas ke kanan bawah kemudian masukkan lagi jarum dari kiri bawah ke kanan atas." Amara menunjukkan teknik itu pada Julie. Ia membuat pola menyilang pada kain.
"Oh begitu, ya, Miss ..." Julie melongo.
"Harus hati-hati. Jangan sampai jari Julie tertusuk oleh jarum, ya."
Seperti yang sudah Amara tebak sebelumnya, Julie memang anak yang cepat belajar. Dalam kurun waktu beberapa menit saja, bocah itu sudah menguasai teknik tusuk silang.
"Miss, bisa nggak bikin muka Daddy di sini?" Julie menunjuk kain sulamnya.
Amara terkikik. "Mungkin bisa, tapi nanti kalau teknik menyulamnya sudah sangat ahli. Miss pribadi belum mampu merajut wajah Pak Keenan di kain itu, Julie."
"Yah ..." Raut Julie sedikit kecewa.
Amara mengelus bahu Julie yang tertunduk. "Bagaimana kalau bikin inisial nama saja?" tawarnya.
"Nama Daddy?"
Amara mengangguk. "Terserah. Nama Julie pun boleh."
"Miss mau bantu Julie?" Mata Julie membulat berseri.
"Tentu saja." Amara mengambil kain baru dari tas peralatan. Selembar katun yang biasa digunakan sebagai sapu tangan. "Kita buat di sini, ya, Julie. Nanti Julie bisa berikan ke Pak Keenan sebagai hadiah."
Julie menggelayutkan lengan pada leher Amara. Kemudian mengecup pipi gurunya penuh kasih. "Thank you, Miss."
Amara terkesiap sesaat. Ia memandang Julie berkaca-kaca. Terenyuh oleh sentuhan hangat sang murid. Amara merasa mendapatkan cinta tulus dari Julie - cinta yang tidak ia dapatkan dari siapa pun.
"Terima kasih." Amara membalas pelukan Julie. Ia mengendus puncak kepala sang murid yang wangi.
"Kok Miss ikutan makasih?" Julie kebingungan.
Amara mempertahankan pelukan. "Tidak apa-apa. Miss senang ada Julie di sini. Jadi, terima kasih, Julie."
***
KAI. Keenan Alkala Ibrahim. Amara berhasil menyulam inisial nama Keenan pada kain sapu tangan. Julie kemudian meminta agar Amara menambahkan sulaman menyerupai hati dan bunga pada sisi-sisinya. Bocah itu sangat antusias dan tak sabar menunjukkannya pada Keenan.
"Lucu sekali, Miss. Julie boleh ikut bikin?"
"Boleh, dong." Amara memberikan Julie kain yang lain. "Mau bikin yang persis seperti ini atau nama lain?"
"Uhmmm ..." Julie berkernyit. "Boleh nggak nama Miss dan nama Julie?"
"Nama Miss dan nama Julie?"
"Ya. Miss love Julie! Boleh?" sahut Julie.
"Julie mau buat begitu? Miss love Julie?" Amara kembali terharu.
"Kenapa? Bagus, kan?"
Amara buru-buru mengerjapkan mata demi menahan agar air matanya tak meleleh. Ia merasa sangat spesial. Baru kali ini ada seseorang yang membutuhkan kehadiran Amara. Itu adalah Julie.
"Bagus. Bagus sekali. Miss suka, Julie." Amara lalu menyodorkan kain sapu tangan pada Julie. "Miss akan buat untuk Julie, sementara Julie buat untuk Miss, ya. Nanti kita bertukar."
"Iya!"
Julie pun serius menyulam. Ia mengikuti pola yang sudah dibuat Amara menggunakan pensil. Meski sedikit berantakan, namun bocah enam tahun itu berusaha keras untuk menyelesaikan sulamannya.
Amara melirik pada ponsel. Beberapa menit lagi jam kursus akan berakhir dan biasanya Keenan sudah pulang dari kantor.
Amara sungguh tak ingin menemui lelaki itu.
Perselingkuhan Bastian menyisakan sakit yang memborok pada relung Amara. Dan Amara tak ingin menjadi seseorang yang sama seperti suaminya. Pengkhianat.
Lamunan wanita itu buyar ketika ponselnya tiba-tiba berdering. Panggilan dari Sally.
"Julie, Miss boleh angkat telepon sebentar?" tanya Amara.
"Silakan saja. Julie udah mau selesai, nih." Julie masih fokus membuat sulam.
Amara pun menerima telepon dari saudarinya. Ia membagi atensi ke arah Julie demi mengawasi sang murid. Amara khawatir jari Julie tertusuk jarum.
"Halo, Sall?"
"Mbak ..." Suara Sally sedikit getir.
Amara mengerutkan dahi. "Kenapa? Terjadi sesuatu pada ibu atau bapak? Mereka sakit?" Ia mulai panik.
"Bukan, Mbak. Mbak kok selalu menanyakan itu setiap aku telepon, sih?" Sally terdengar gusar. "Ibu sama bapak sehat."
Amara bernapas lega. Sebagai seseorang yang menganggap dirinya belum membalas jasa - Amara selalu waswas dengan keadaan orang tuanya. Ia merasa masih punya utang. Amara ingin sekali membahagiakan Salman dan Sulis.
"Maaf, ya, Sall. Lalu kabarmu sendiri bagaimana, baik?"
"Baik." Sally terdiam sesaat. "Mbak ada yang mau kutanyakan pada Mas Bastian, tetapi tiap kutelepon, Mas Bastian tak pernah angkat. Apa Mas Bastian ganti nomor?"
"Mas Bastian sibuk, Sall. Semoga kamu maklum, ya." Amara gelagapan. "Mau tanya apa? Nanti Mbak sampaikan ke Mas Bastian."
"Begini, Mbak ... banyak staff lain yang membicarakanku selama aku mulai kerja." Sally mulai berkisah. "Mereka bilang aku masuk karena punya backing-an. Padahal aku ndak merasa begitu, lo."
"Terus?" Amara juga sebenarnya merasa heran kenapa Sally bisa diterima menjadi asisten manajer. Diberikan pelatihan khusus pula.
"Lalu tadi siang ada kunjungan dari wakil direktur. Beliau menyapaku dan bertanya apa hubunganku dengan Bapak Kinan. Aku bingung karena aku tak kenal siapa itu Kinan. Akhirnya aku tanya ke manajerku, dia bilang Pak Kinan itu nama CEO PT Ibrahim Media Group. Bukankah itu nama perusahaan Mas Bastian?"
Amara terhenyak. "Pak siapa kamu bilang, Sall? Bapak Keenan?"
"Iya, Mbak. Kinan apa Keenan gitu ..." sahut Sally. "Jadi, apa Mas Bastian yang bantu aku mendapatkan pekerjaan ini, Mbak? Soalnya kata Wakil Dirutnya tadi, Pak Keenan bersedia menanam investasi asal aku bisa bekerja di sini."
"Apa?" Amara tak mempercayai apa yang ia dengar.
"Mbak? Halo?"
"Sall, nanti Mbak hubungi, ya." Amara mematikan sambungan telepon. Dengan mata berkaca-kaca, ia melirik ke arah Julie. "Julie, menyulamnya berhenti dulu, ya. Miss ingin ke toilet sebentar."
"Julie bisa menyelesaikannya sendiri kok, Miss."
Amara menggeleng. "Tidak, Julie. Miss takut jarimu terluka oleh jarum. Tunggulah sebentar. Miss akan segera kembali."
Amara memasukkan peralatan jahit Julie ke dalam kotak. Ia lalu menyimpannya di tempat yang tak bisa di jangkau oleh sang murid.
"Cepat kembali, ya, Miss."
"Iya." Amara melenggang keluar dari kamar. Bulir air mata menetes membasahi pipi wanita itu.
Langkah Amara sedikit goyah dan terseok. Saat akan menuruni tangga, ia berpapasan dengan Santi.
"Miss, Anda baik-baik saja?" tanya Santi khawatir.
"Mana Bapak Keenan, Bu? Saya mau bicara. Apa dia sudah pulang?"
Santi menautkan kedua alis. "Pak Keenan baru saja sampai. Saya baru saja menemuinya di ruang kerja."
Amara mengangguk dan urung menuruni tangga. "Kalau begitu saya permisi bertemu dengan Pak Keenan."
"Miss Amara?" panggil Santi. "Perlu saya antar? Apa Miss baik-baik saja."
"Saya baik-baik saja."
Amara mempercepat langkah. Keenan Alkala Ibrahim selama ini menganggapnya sebagai wanita murahan! Entah apa yang CEO itu rencanakan. Membantu Sally mendapatkan pekerjaan?
Tanpa mengetuk, Amara menerobos masuk ke dalam ruangan kerja pribadi Keenan. Akibat ulahnya - Keenan sedikit tersentak. Lelaki itu menoleh demi menyorot Amara menggunakan iris pekatnya.
"A-Amara? Maksudku, Miss Amara?"
"Saya mau bicara!" kata Amara tegas.
FORBIDDEN DESIRE sudah tanat di Karyakarsa . Silakan cek di sana untuk baca jalur cepat 🖤🖤🖤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top