1.1 Fake Utopia [Jane×Hifumi]

•••

Soulmate AU!
Jane Morgaine × Hifumi Izanami

『WARNING!』
ANGST, MAJOR CHARACTER DEAD, UNHEALTHY RELATIONSHIP, NECROPHILIA(but not extreme),MENTAL INSTABILITY,  SAD ENDING

Dedicated to:Zaskia_putri

•••

Apakah kau percaya tentang yang namanya belahan jiwa?

Seseorang yang cocok untuk dirimu sendiri baik sebagai teman, ataupun pasangan romantis.

Tapi, banyak yang bilang, belahan jiwa itu mustahil benar-benar ada. Namun, bukankah banyak orang-orang yang menjalin kekasih dan mengatakan bahwa pasangannya adalah belahan jiwanya? Takkan meninggalkan satu sama lain hingga ajal menjemput.

Ha! That's bullshit!

Akan tetapi, mereka berbeda. Mereka adalah belahan jiwa yang sesungguhnya. Yang kesetiaannya begitu kekal.

...

Hifumi membuka mata dengan berat. Mengejap beberapa kali, sebelum akhirnya bangun dari posisi tidurnya. Tapi ia tak segera turun dari kasurnya, melainkan duduk bersandar di sandaran kasur.

Tangannya meraih remote TV yang berada di atas side desk. Menekan tombol ON, dan televisi LED yang berada di seberang kasur Hifumi, menyala terang. Menampilkan siaran dari sebuah TV SHOW.

Ia kembali memencet salah satu tombol remote-nya. Mengganti saluran televisinya ke sebuah acara TV komedi.

PIP

PIP

PIP

Hifumi terus mengganti saluran TV-nya tanpa henti. Bahkan menontonnya sejenak juga tidak. Merasa tak ada acara TV pagi yang menarik, Hifumi segera mematikan TV-nya. Menjatuhkan remote di tangannya ke kasur, lalu mengeluarkan kedua kakinya yang bersembunyi di bawah selimut putihnya dan menginjakkan kaki di lantai.

Ia sedikit meringis saat kaki telanjangnya merasakan hawa dingin dari lantai kamarnya. Itu perasaan dingin yang biasa ia rasakan. Tapi kini ia tak lagi bisa terbiasa. Tidak lagi.

Hifumi segera berdiri. Berjalan menuju kamar mandi pribadinya sambil menyambar handuk kesayangannya.

"Hifumin, warna handuk ini mirip rambutmu ya!"

Sebuah suara terngiang dalam pikiran Hifumi. Membuat langkah sang host terhenti di tempatnya.

"Tolong berkaca, Jane. Rambutmu juga sama kuningnya dengan handuk itu,"

"Tapi punyaku masih lebih soft ketimbanh rambutmu. Lihat, berbeda, 'kan warnanya."

Tanpa sadar, Hifumi menggigit kuat bibir bawahnya. Tangannya lebih menggenggam erat handuk di tangannya. Rasanya sakit. Bukan tangannya yang mengepal terlalu kuat, dan bukan juga bibirnya yang ia gigit terlalu kuat hingga mengalirkan darah.

But his heart.

...

Selesai dengan mandi singkat dan berpakaian, Hifumi melangkah menuju lantai dua rumahnya. Masuk ke sebuah kamar yang ditempati oleh seorang wanita berambut panjang berwarna pirang pucat.

"Jane, aku akan pergi," ujar Hifumi seraya memasuki kamar tersebut.

Kamar itu dipakai oleh seorang wanita, yang saat ini tengah duduk di atas kasur king size. Selimut putih tampak menutupi tubuh bagian bawah hingga perutnya.

"Apa kau akan pulang terlambat?" tanya Jane--wanita yang tengah berada di atas kasur itu--dengan nada rendah. Jelas ia tak ingin mendengar jawaban 'ya' dari mulut Hifumi. "Apa tidak bisa pulang lebih cepat?"

Hifumi menggaruk belakang kepalanya. Merasa canggung untuk menjawab pertanyaan yang sudah jelas jawabannya itu.

"Tidak bisa, kurasa," jawab Hifumi jelas merasa tak enak. Hari ini tanggal 31 Desember, jelas Jane mengharapkan bisa menghabiskan waktu bersama saat pergantian tahun itu. "Tapi aku akan kucoba,"

"Janji?"

Hifumi yang telah duduk di samping Jane, menatap jari kelingking wanita itu. Dan kemudian mengangitkan miliknya dengan jari Jane.

"Janji." Jawab Hifumi dengan nada rendah dan wajah tertunduk. Tak kuasa memandang wajah Jane secara langsung.

It's hurts too.

...

Malam telah menghampiri wilayah Shinjuku. Malam itu bintang bertabur cukup banyak, diiringi dengan kembang api kecil yang bermekaran di angkasa malam. Tapi Hifumi tak memedulikannya. Ia ingin segera pulang, ia ingin segera bertemu Jane. Kekasih tercintanya, belahan jiwanya yang selalu bersamanya. Dan takkan lengkang oleh waktu.

Setibanya di rumah, Hifumi langsung melesat menuju lantai dua. Membuka pintu kamar Jane dengan keras--bahkan terlalu keras--dan berjalan menghampiri wanitanya. Yang masih setia duduk di atas kasurnya.

"Maaf membuatmu menunggu lama, Jane," ujar Hifumi memeluk Jane dengan erat. Membiarkan dirinya merasakan hawa dingin dari tubuh wanita tercintanya. "Ini masih belum tengah malam. Kau ingin melakukan apa?"

"Tidak ada," jawab Jane cepat. Membiarkan dirinya dipeluk erat oleh Hifumi dari sisi samping. "Aku hanya ingin begini saja, bersamamu."

Hifumi tersenyum tipis dan mengangguk. Ia melepas pelukannya dari Jane untuk membuka blazer abu-abu kesayangannya, melemparnya ke sembarang sisi kamar tersebut dan menyelinapkan kakinya di bawah selimut Jane. Duduk di samping Jane sambil menyandarkan kepala di bahu wanita itu.

"Sungguh hanya ingin ini saja?" tanya Hifumi tiba-tiba memecah keheningan yang ada di kamar tersebut.

Ya, sedari tadi mereka hanya diam. Saling menikmati kedekatan mereka satu sama lain di tengah kegelapan.

"Ya, ini lebih dari cukup," jawab Jane memejamkan mata. Membiarkan dirinya lebih merasakan sentuhan Hifumi yang begitu hangat dan nyata.

Mendengar itu, Hifumi mengagguk lemah. Menuruti saja apa yang diinginkan belahan jiwanya itu.

Dalam kegelapan itu, pandangan Hifumi tiba-tiba jatuh ke arah jam digital yang ada di atas side desk.

[11:48 PM]

Masih ada seperempat jam--kurang lebih--sebelum hari dan tahun berganti. Tapi Hifumi tak peduli. Asalkan ia tetap bisa bersama Jane. Tetap bisa mendengar suara lembut Jane yang terkadang juga bisa manja.

Utopia ini ... ia tak ingin pergi dari dunia penuh kebahagiaan ini. Bahkan untuk satu detik saja.

Hifumi meraih salah satu tangan Jane yang paling dekat dengannya. Dan itu terasa dingin seperti tubuhnya yang tak tertutupi selimut.

Ia tiba-tiba tertunduk. Keningnya jatuh dan bertemu dengan tangan dingin Jane yang ada dalam genggamannya. Tubuh sang host kemudian terlihat gemetar, bukan karena hawa dingin yang ada di kamar itu. Atau karena hawa dingin dari tangan Jane.

Tapi karena ia merasa sangat sakit.

Hifumi mengangkat kepalanya, menjauhkan keningnya dari tangan Jane.

"Jane," panggil Hifumi menggenggam erat tangan kekasihnya. "Tolong jangan tinggalkan aku lagi. Onegai, onegai ... Koneko-chan."

Jane tak membalas permintaan Hifumi, dan itu membuat perasaan sang host jatuh lebih dalam.

Hifumi menoleh ke arah Jane. Untuk kali pertamanya semenjak ia kembali dari pekerjaannya, laki-laki itu memandang wajah Jane langsung. Menatap bulu mata lentik itu. Memerhatikan wajah putihnya yang begitu tenang, dan menatap bibir pucatnya.

Hifumi sedikit menjulurkan kepalanya ke arah Jane. Mempertemukan bibirnya dengan bibir pucat milik Jane.

Meski itu dingin dan kering, Hifumi menikmatinya. Setidaknya ia masih bisa merasakannya.

Satu detik. Dua detik. Tiga detik.

Hingga detik kesekian, Hifumi akhirnya melepas ciumannya dari bibir Jane.

"Aishiteru, Jane." Bisik Hifumi sebelum mencium kembali bibir Jane dengan lembut.

...

"Hifumi,"

Suara laki-laki.

"Hifumi,"

Lagi-lagi suara laki-laki.

Tidak, bukan ini suara yang ingin ia dengar. Jelas bukan ini.

Ia ingin mendengar suara Jane, kekasihnya, wanitanya, belahan jiwanya.

"Hifumi."

Dengan berat hati, Hifumi membuka matanya perlahan. Rasanya berat, bahkan terlalu berat. Rasanya seperti ada lem super yang melekatkan kelopak matanya.

Akhirnya, setelah ia membuka matanya, ia mendapati pemandangan kamar yang sangat dikenalinya serta sosok laki-laki yang ia kenal akrab.

"Doppo ...," Hifumi berucap pelan. Dan ia sadar akan suaranya yang parau. Pria itu melirik ke jendela, mengintip celah gorden dan menyadari hari sudah pagi.

"Selamat tahun baru," sapanya kemudian.

Doppo tak menjawab. Ia justru melepas pandang dari Hifumi dan ganti memandang Jane yang masih berada di sisi Hifumi.

"Hifumi, tolong berhenti," pinta Doppo kemudian. "Keluarga Morgaine akan sedih melihat apa yang terjadi dengan putrinya,"

"Apa yang kau bicarakan?" balas Hifumi tak ambil pusing. "Keluarga Jane sudah menyetujuinya, sepenuh hati,"

"Tapi Hifumi, Morgaine sudah—"

"Jane masih ada!" potong Hifumi lantang. "Dia ada bersamaku. Berbicara denganku. Memintaku bersamanya hingga tahun berganti. Dia masih ada. MASIH. ADA!"

Doppo menyipitkan matanya. Kembali memandang Jane di samping Hifumi, lalu kembali menatap teman terdekatnya itu.

"Hifumi kau ...," Doppo kehabisan kata-kata. Ia tahu sudah sejauh mana tingkat kewarasan teman dekatnya itu. Tapi ia tak tega menyakitinya lebih dari yang tengah dialami sang host.

"Aku dan Jane baik-baik saja, Doppo. Kau tidak perlu khawatir," ujar Hifumi menenangkan temannya itu.

"Ya, 'kan Jane?" sambung Hifumi balik meminta pendapat kekasihnya.

Namun Jane tak menyahut.

"Jane?" panggil Hifumi menolehkan wajah Jane kepadanya. "Hei, Jane. Kau mendengarku, 'kan? Jane?"

Tak ada balasan.

"Hei, Jane. Ini tidak lucu," ujar Hifumi. Air mata terlihat mulai menggenangi kedua pelupuk matanya. "Tolong jawab aku. Tolong ... bicaralah ...."

Nada bicara Hifumi jelas sangat mengharapkan itu. Tapi kali ini, Jane tak bisa mengabulkan permintaan itu. Tidak, bukan hanya kali ini. Tapi sejak kematiannya tiga minggu lalu, Jane tak pernah bisa lagi mengabulkan permintaan Hifumi. Entah itu yang konyol, maupun yang tidak.

Karena orang mati tak mungkin bisa melakukan apapun.

"Jane." Hifumi menatap wajah Jane dengan dekat. Matanya menutup rapat, dan itu takkan pernah lagi terbuka. "Jangan tinggalkan aku, Jane. Jane. Jane."

Doppo merasakan sakit di hatinya. Ia tak tega melihat apa yang dialami sahabatnya. Itu jauh lebih menyakitkan ketika melihat Hifumi akhirnya terbangun penuh dari mimpinya. Mimpi yang membuatnya menganggap kekasihnya--Jane--masih ada bersamanya. Masih berbicara dengannya. Masih meminta hal manja dengannya.

Doppo mengangkat salah satu tangannya. Mengusap punggung Hifumi yang menghadap penuh kepadanya untuk menenangkan sahabatnya.

Ia tak tahu harus bagaimana. Ia juga tak tega mengatakan kenyataan sesungguhnya soal Hifumi Izanami membawa kabur mayat Jane Morgaine. Apa yang akan dipikirkan keluarga Jane terhadap Hifumi? Pastinya bukan hal bagus.

Bersama dengan berakhirnya tahun 2019, mimpi seorang Hifumi Izanami pun juga berakhir. Kali ini, Jane Morgaine benar-benar pergi meninggalkan Hifumi untuk selamanya.

•••

Please don't kill me with this story!
Ane sudah berusaha untuk tidak terlalu membuat cerita ini terlalu menyedihkan. Tapi, entah bagimu :v

Maaf jika OC-mu maupun Hifumi jadi OOC. Ane kurang bahan, dan ane hanya bermodalkan informasi Jane dari formulir RP ane yang terdahulu.

Hope you like it :)
And, remember. Don't kill me :v

Sincerely,
Shizu Reiku

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top