For This World

Di dunia tanpa harapan ini.

Dari sepuluh orang yang datang, hanya satu orang yang terpilih.

'Tuk, kembali menciptakan hal yang telah hilang dari dunia ini.

Ritual bodoh 'tuk menyelamatkan tanah gersang yang kita sebut rumah.

Satu nyawa untuk ribuan nyawa.

Walau kau menderita karenanya

Jangan berusaha 'tuk mengubahnya.

Ini adalah kisah di sebuah dunia. Dimana para hamba tuhan menjadi serakah. Mengira mampu menyamai sang pencipta dunia ini.

Dengan kuasa-nya, tuhan memporak-porandakan dunia. Memberikan hukuman suci pada mereka yang arogan.

Dalam dunia yang kacau balau itu. Hanya ada satu cara untuk menyelamatkannya, yaitu memohon ampunan pada sang penguasa alam semesta ini.

Menara Ai Berdiri di tempat yang disebut dunia manusia itu. Satu-satunya menara penghubung tuhan dengan hambanya.

Hanya dia seorang, sang Mesiah terpilih yang akan memasuki altar menara. Menyalakan api dari sembilan berkah yang menyala di dalam menara suci itu. Memperpanjang kehidupan di dunia ini.

Upacara itu terus berlangsung

Lagi,

Dan lagi.

Sampai, dunia kembali memilih seseorang 'tuk menjadi Mesiah.

Dan kembali mengulang hal yang sama terus menerus.

"Ayah ! Ibu ! Bangun ! Aku mohon !,"

Yuu kecil, mengguncangkan kedua badan kaku orang tuanya. Berusaha membuatnya  bergerak. Menyakinkan dirinya jika mereka masih hidup, dan tak meninggalkannya sendirian.

Tes

Satu air matanya lolos, menetes membasahi pipinya.

'Tidak ! Kumohon jangan !'

Lagi-lagi, kedua tangan mungil itu mengguncang kedua tubuh kaku itu. Berusaha, atau setidaknya mencari tanda-tanda kehidupan di sana.

Walaupun ia tahu, semua sudah terlambat.

Karena, jika tuhan sudah murka. Maka tidak akan ada lagi yang bisa dilakukan.

"TIDAK ! AYAH ! IBU ! KUMOHON JANGAN TINGGALKAN AKU !,"

Tes

"Kumohon...hiks..."

Satu air mata kembali menetes.

"Kumohon...Aku tidak mau sendirian...,"

.
.
.
.
.

"Koebi-chan !?,"

"Huwaahh !!,"

Yuu segera tertarik dari lamunannya, menatap sosok yang baru saja mengejutkannya itu. Adik kembar dari Jade, siapa lagi kalau bukan Floyd.

"Floyd-san, bisakah kau tidak mengejutkanku satu hari saja ? Jantungku kalau copot gak ada gantinya loh," Ujar Yuu menenangkan jantungnya yang berdetak terlalu cepat sekarang.

Kalo copot bahaya, ada sih yang jual. Tapi kan, Yuu itu misqueen masa iya dia kudu jual rumahnya yang cuma beratapkan daun, beralaskan kayu. Bisa jadi gelandangan beneran dia mah.

Ini juga belut satu bukannya minta maaf malah senyum-senyum gitu. Kan baper jadinya---Woe salah naskah ! Bukan gw yang ngomong suwer !! (Yuu)

"Koebi-chan sih daritadi ngelamun," Floyd mengemut permen yang dicolong seenak jidat dari meja di dekat Yuu. "Ngelamunin apaan sih. Jodoh ?,"

Yuu menggeleng. "Bukan. Lagian aku suka siapa disini. Gak ada yang berakhlak. Tipeku itu yang berakhlak dan waras,"

"Ngatain ?" Floyd kesindir.

"Enggak kenyataannya emang gitu," jawab Yuu watados.

Floyd mengangguk-anggukan kepala paham. "Iya juga ya, lagian koebi-chan udah biasa jadi nyamuk," sindir Floyd yang terselip nada bercanda disana.

Gantian Yuu yang kesel. "Sumpah mas, kata-kata tadi nusuknya sampe tulang,"

Yuu lantas memberikan---baca: melemparkan celemek putih yang sedari tadi ia jahit pada Floyd.

"Weh, makasih dah dijahitin"

"Mekdi satu sama teh bobanya jangan lupa,"

"Anjg" Floyd langsung misuh dengernya.

"Yaelah gratis nyet, dah keluar sana. Daku mau ngerjain WIP yang numpuk dulu," Yuu langsung mencoba mendorong tuh belut ke arah pintu keluar. Nah, masalahnya Yuu  lupa kalau badan dia mungil banget jadi ya, si Floyd gak gerak-gerak dari tadi.

Yang ada sih Yuu yang kepegelan sendiri gara-gara gak berhasil ngedorong tuh belut keluar. "Eh, kakinya dipake jangan dibuat pajangan woe,"

"Eh, kirain mau didorong sampe ke pintu," Floyd terkekeh jahil. Lantas segera berjalan ke pintu. "Oh, jangan lupa nanti dateng,"

"Kenapa ? Tumben, biasanya juga baru masuk diusir," tanya Yuu penasaran.

"Azul katanya ngadain makan bersama. Kita bersembilan diundang,"

Yuu kini mengelus dadanya. "Floyd-san, Hoax ke orang jomblo dosanya berkali-kali lipat loh,"

"Dibilangin kok katanya buat ngerayain hari raya pengampunan gitu, pokoknya dateng ya kalo enggak gaji kita dipotong sama Author-nya," Ujar Floyd sebelum pergi meninggalkan Yuu yang masih berdiri shock mendengar undangan itu.

"Kayaknya kepala Tako-chan kepentok sesuatu. Aku bawain surat yasin aja buat jaga-jaga," ujar Yuu dengan wajah gembira tanpa dosa karena sebentar lagi bakal makan gratis.

"Yuu-chan ! Akhirnya dateng," Cater menyambut dengan senyuman lebar terpasang diwajahnya, sebenarnya dia hendak memeluk Yuu. Namun, sudah didahului Kalim yang tiba-tiba muncul entah darimana.

"Huwah ! Yuu ! Aku kangen !"

"Kalim-san, sesak banget ini. Lepasin dulu gih pelukannya," Ujar Yuu terpatah-patah karena pasokan oksigen disekitarnya yang mulai menipis. "Kalim bodoh, kasihan anak orang itu. Kalo mati gimana ?," Jamil menyahut dari balik Kalim.

Kalim terkekeh dan melepaskan pelukannya. Yuu akhirnya bisa bernafas. "Buset, kirain aku bakal mati duluan sebelum makan,"

"Makan teros," Jamil menyahut.

"Kalo gak makan kita bisa mati," Leona yang entah sejak kapan bangun dari hibernasinya, ikut menyahut. Trey yang baru datang dengan membawa sekeranjang roti mengangguk. "Bener tuh,"

Azul yang muncul dari dapur bergabung ke ruang makan diikuti oleh para babunya. Masing-masing membawa satu piring hidangan lezat untuk makan malam ini. "Pas, Urusan perut aja baru kompak kalian ini," Ujarnya.

"Kan dari dulu emang gitu Azul," Jade menyahut. "Tako-chan gak ngaca ih," Diikuti Floyd.

"Para babu bacod," Azul kesel. "Eh ! Leona ! Jangan molor disana ! Lu ngotorin taplak mejanya !,"

Malleus yang tumben-tumbennya tidak dilupakan, menoleh pada Leona yang duduk---tidur di dekatnya. Malleus lantas menyiramkan air didalam gelas ke atas Leona. Spontan saja, Leona langsung terbangun dan marah ke Malleus.

"WOE KADAL NGAJAK GELUD !?," tantang sang singa.

"Wah, asik kerusuhan," Cater segera mengabadikan dengan magicam.
"Gelud-Gelud," Jamil ikut memprovokasi. Gak ada Akhlak memang mereka berdua ini.

"Udah dibangunin, bukannya ngomong terimakasih malah ngajak gelud," Malleus mencibir. Sakit tahu, kebaikannya gak dianggep gitu.

"Ya, gak usah nyiram muka orang pake aer anjir ! Aer comberan lagi !"

Malleus gak terima. "Aer comberan dari mana !? Itu aer minum ! suudzon mulu, gedenya jadi apa !? ," Leona langsung masang muka jijik. Berpura-pura mengusap sisa air diwajahnya.

"Kadal bacod,"

"Tukang molor gak ngaca,"

"Ekhem," Azul berdehem, mengalihkan perhatian kearahnya. "Aku taruhan Malleus-san yang bakal menang," ucapnya sambil mengeluarkan kertas kontrak.

"Leona-kun yang menang. Soalnya yang diatas selalu salah," Jade berlogika ria, sambil menorehkan tanda tangan diatas kertas kontrak.

"Taruhan yok, yang bener dapet separuh warisan keluarga Al-asim !" Kalim ikut-ikutan. Bikin Jamil langsung shock, yang lain malah makin semangat ngedengernya. Apalagi Yuu.

"Gw ikut kalo gitu !,"

Trey selaku orang yang masih berakhlak disana mencoba melerai pertengkaran antara reptil dan mamalia di depannya. "kalian berdua sudah hentikan saja, bentar lagi kita---,"

"KANG HAREM DIEM JANGAN IKUT-IKUTAN,"

Trey kicep, langsung mundur secara perlahan. Padahal niatnya baik malah dibentak. Sabar dia tuh. "Sabar Trey, orang sabar haremnya banyak,"

Yuu yang sedari tadi mengantri untuk tanda tangan, sekarang menoleh pada Azul yang cukup terhibur dengan keributan kecil didalam rumahnya.

"Seru ya kalo mereka gelud,"

"Bener banget," Jawab Yuu. "Suasananya jadi hangat kalo mereka gelud,"

Azul mengangguk. Menyetujuinya. "Aku harap kita selalu bersama seperti ini,"

"Aku juga Azul-san," Ujar Yuu, seraya menikmati jus dalam gelasnya.

"Aku juga ingin selalu bersama kalian,"

.
.
.
.
.
.

Tok

Tok

Tok

"Ada surat dari kerajaan untuk tuan Yuu,"

"Aku...terpilih menjadi Mesiah selanjutnya,"

Saat Yuu menyelesaikan kalimatnya. Raut wajah teman-temannya yang bahagia, spontan berubah. Beberapa nampak terkejut, yang lainnya nampak tak percaya dan bersedih mendengarnya.

Menjadi Mesiah artinya...

Meninggalkan desa dan teman-temanmu untuk memikul tanggung jawab besar dipundakmu.

"Yuu-chan seorang Messiah !? Kau akan menyelamatkan dunia ! Itu hebat !," Kalimlah yang pertamakali menginterupsi, memecahkan suasana hening yang sedari tadi menyelimuti ruangan. Menyadarkan yang lainnya bahwa ini bukan waktunya untuk bersedih. Melainkan berbahagia atas kabar gembira yang diterima oleh Yuu.

Yuu seorang Mesiah dan akan menyelamatkan dunia.

"Itu berita yang bagus, Yuu ! Kau akan menyelamatkan dunia kita yang rapuh ini," Ujar Malleus seraya membaca syair yang entah sejak kapan ditulisnya itu.

"Ya ampun, kenapa harus herbivora itu yang menjadi Mesiah ? Membuatku khawatir saja," Leona menanggapi, yang diangguki oleh Jamil. "Benar, Yuu itu ceroboh udah gitu mata duitan lagi. Bagaimana kalau menara AI malah ia jual ke perusahaan perabotan ?," Jamil geleng-geleng kepala, membuat tawa yang lain pecah mendengarnya.

"Makasih kritikan pedasnya," ^^*

Trey mendekati dirinya dan mengelus kepalanya lembut. Laki-laki itu tersenyum padanya. "Kau pasti berhasil Yuu, aku yakin itu," ucapnya. Yuu mengangguk, membalasnya dengan senyuman.

"Yuu-chan semangat ya !," Cater menyemangati dan tak lupa kini memeluknya dengan hangat.

"Aku akan berusaha, Terimakasih semua,"

"Iya, kau pasti berhasil. Tapi, hutangmu harus dibayar dulu ya ! Aku gak mau harus ke menara AI dulu buat nagih hutangmu yang numpuk itu," Azul mengingatkan.

"Azul-san, kau perusak suasana saja," Ujar Yuu suram, padahal suasananya lagi sedih-sedih bahagia gini. Eh, tahunya dirusak gara-gara aibnya dibongkar oleh satu gurita ini. Nyesel dia terharu tadi.

Spontan, suara gelak tawa memenuhi ruang makan sederhana itu. Floyd dan Jade tak mau ketinggalan memeriahkan suasana. Keduanya menuangkan minuman kedalam gelas setiap orang disana.  Lantas berkata dengan lantang.

"Mari bersulang untuk berita baik ini dan untuk menyemangati Yuu/Koebi-chan dalam melaksanakan tugasnya !,"

"Bersulang !," suara gelas yang saling bertubrukan memenuhi ruangan. Diiringi musik yang Cater mainkan dari gitar sederhana miliknya. Menambah suasana meriah di ruangan kecil itu.

Mereka tertawa, saling bercanda dan kadang bertengkar satu sama lain. Namun, semuanya bahagia. Semuanya tersenyum.

Rasa sesak kini memenuhi dadanya, tanpa sadar matanya meneteskan kembali bulir bening penuh kebahagiaan.

"Ah, kalau begini. Bagaimana bisa aku meninggalkan kalian semua,"

Sudah setengah hari, sejak Yuu memutuskan untuk berangkat menuju menara AI seorang diri. Demi melaksanakan tugasnya sebagai seorang Mesiah yang akan menyelamatkan dunia ini.

Entah sudah berapa kilometer yang sudah ia lalui untuk menuju puncak tebing dimana Menara pengampunan, Al itu berada. Yuu menghela nafas, menyemangati dirinya sendiri. Walaupun berat dia harus bisa melaluinya. Lagipula, ini juga untuk teman-temannya.

Dia harus kuat.

"Pokoknya kalau gak kuat, jangan kembali. Kalau gak, berarti kau pengecut,"

"Ugh," Yuu menghela nafas kesal. Perkataan Jamil yang ketus terus berputar-putar dikepalanya. Saking kesalnya, tanpa sadar obor di tangannya ikut teremas.

Yuu menghela nafas sabar. Seraya mengelus dadanya. "Sabar Yuu. Kalau kau Berhasil tinggal pamer ke Jamil-san biar gak dikatain lagi, gampang kan ?,"

Pandangannya kini teralihkan pada kalung berliontin batu merah yang sama seperti milik teman-temannya. Batu persahabatan, begitulah mereka menamainya. Lambang persahabatan mereka bersepuluh, sekaligus sebuah memento terakhir sebelum dia pergi dari desa.
...

....

"Yuu-chan, ini untukmu,"

"Apa ini ?," Yuu mengambil kalung berliontin batu merah yang disodorkan padanya. Kalim tersenyum. "Itu kalung buatan Cater-kun loh. Katanya sebagai memento dan lambang persahabatan kita," Ujar Kalim.

Cater mengangguk. Seraya memperlihatkan batu yang sama, namun dipakai sebagai anting di telinganya. Begitupun dengan yang lain.

Si kembar Leech memakainya pada pakaian mereka seperti sebuah bros. Leona memakainya sebagai ikat rambutnya. Kalim melilitkannya pada turban yang ia pakai. Jamil memakainya di pergelangan kaki. Trey memakainya sebagai gelang. Malleus memakainya pada kalung kain yang dia genakan, dan Azul mengikatnya pada pinggangnya.

"Dengan ini jika kau mati, kami bisa mengenali mayatmu dengan mudah," Ujar Azul.

"Temen bngst kalian," Ujar Yuu, yang diikuti gelak tawa yang lain. Percuma dia terharu tadi.

....

....

Yuu menghela nafas, lantas mencium lembut batu berwarna merah itu.

"Aku pasti akan kembali," janjinya entah pada siapa.

Hutan yang semula berwarna hijau, semakin lama-semakin berubah warna menjadi hitam. Pohon-pohon yang rindang dan penuh kicauan burung. Menjadi tempat gersang, yang lebih mirip hutan mati di film horor. Suasana yang menyeramkan membuat Yuu merasa terganggu dengan cepat. Sekaligus menjadi lebih waspada karena bisa saja sesuatu tengah mengintainya dibalik kegelapan hutan ini.

Srek

Suara ranting diinjak membuatnya terkejut. Yuu segera mengarahkan obor yang ia pegang kearah sumber suara. "Siapa disana ! Keluar atau ku santet dirimu !," ujar Yuu seraya mengeluarkan boneka dan jarum entah darimana.

"Eh ! Yuu-chan kejam ! ini aku !," manik coklatnya melebar sempurna saat melihat sosok yang dikenalnya beranjak keluar dari balik semak-semak. Kalim dengan cengiran khas miliknya, menyambut keterkejutan diwajah Yuu.

"Yo Yuu-chan !,"

"Kalim ! Kenapa kesini ? Jangan bilang kau mengikutiku !," Kalim langsung menggeleng. "Eh, Tidak kok ! Aku hanya mengantarkan oksigen. Takutnya, kau lupa bernafas saking gugupnya. Iya, kan Jamil ?,"

"Hah ? Jamil-san juga ?!,"

Tak lama sosok yang disebut keluar dari balik pohon dengan raut wajah kesal. Jamil lantas menarik telinga kalim. "Itttai ! Ittai yo Jamil,"

"Biarin. Siapa suruh bocorin rahasia, kalo gini udah kebongkar deh semua rencananya," Ujar Jamil. Segera setelahnya, tujuh sosok lain yang tentu dikenal Yuu keluar dari persembunyian masing-masing. Tentu dengan senyuman canggung, dan cengiran masing-masing menyapa Yuu masih terkejut.

"Kalian semua !? Kalian mengikutiku !?,"

"Jangan Ge-er, kita cuma merasa bahwa kau pasti tidak sanggup mengerjakan tugas itu sendirian," jawab Leona.

"Dan kami memutuskan untuk pergi bersamamu," Trey menyelesaikan kalimat Leona.

"Dengan dirimu yang ceroboh dan tidak peka menjadi Mesiah seorang diri ?," Jade menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kami takkan membiarkannya,"

"Kau pikir kami akan membiarkanmu mengambil scene-scene keren hanya untuk dirimu sendiri ? Tentu tidak," Azul melanjutkan.

"Lagipula, kita ini Sahabat," Sahabatnya yang lain menyelesaikan kalimat itu dengan kompak.

Tatapan Yuu kini berubah lembut. Dia tersenyum lebar kepada para sahabatnya, seraya mengulurkan tangannya pada para sahabatnya. "Kalau begitu, biarkan aku berhutang budi pada kalian semua,"

Sekali lagi, Yuu akan melalui perjalanan besar bersama para sahabatnya. Perjalanan yang tak pernah ia kira akan terjadi pada hidupnya.

.
.
.
.
.
.

Malam datang begitu cepat, hanya tinggal sedikit lagi dan mereka akan sampai di menara AI untuk menyelamatkan dunia mereka. Kini sudah lima hari sejak Yuu dan teman-temannya pergi dari  desa. Segala kesulitan di perjalanan mereka selesaikan dengan saling membantu sama lain. Susah senang mereka bagi dan lalui bersama. Daripada sahabat, mereka kini lebih cocok disebut sebagai keluarga.

Bulan makin meninggi, dan kini mereka bersepuluh duduk mengelilingi api unggun sambil saling bercengkrama satu sama lain. Terkadang memang sempat terjadi kerusuhan, namun dengan cepat selesai dan mereka kembali menertawai kebodohan satu sama lain.

"Ngomong-ngomong, apa salah satu dari kalian ada yang tahu tentang menara AI ?," Tanya Yuu tiba-tiba. Azul dan Jamil mengangkat tangannya. "Kami tahu tentang menara itu,"

"Oh ya ? Bisa ceritakan sedikit," Pinta Cater penasaran, dan segera mendekatkan diri di dekat Trey.

Jamil berdehem ke Azul, Azul menggangguk. "Menara AI atau bisa disebut menara pengampunan. Tempat dimana sembilan Mesiah terpilih datang untuk meminta ampunan dari Tuhan. Berkat mereka jugalah, selama 15 tahun kedepan kita masih bisa hidup di dunia ini," jelas Azul. "Tapi, disana jugalah tersimpan setiap hukuman dari Tuhan,"

"Dalam menara AI terdapat sembilan berkah yang ditujukan kepada sembilan Mesiah yang terpilih. Para Mesiah harus mendapatkan api dari setiap berkah untuk menyalakan lentera di puncak menara. Baru setelah itu, tugas pertama Mesiah terselesaikan," Ujar Jamil melanjutkan kalimat Azul.

"Tunggu, apa maksudmu tugas pertama ?," Tanya Yuu penasaran. "Tugas dari Mesiah tak hanya itu. Ada banyak yang lain, tapi hanya tugas menyalakan lentera yang menjadi tugas utama," Jamil menjelaskan.

"Ternyata lebih berat dari yang kukira ya," Kalim menghela nafas menanggapinya, diikuti dengan Yuu. "Ternyata tugasnya sangat besar," Malleus mengangguk. "Karena itulah kita disini. Untuk saling membantu dan berbagi dalam suka maupun duka," ujarnya. Malleus lantas menatap Yuu dengan lembut. "Karena itulah...,"

"Tenanglah, dan percayakan saja pada kami ! ," para sahabatnya yang lain berseru kompak. Membuat Yuu tak kuasa menahan senyumannya. Matanya memanas. Ah, lagi-lagi dia ingin menangis. Karena mereka semua yang selalu bersamanya dan membantunya dikala suka maupun duka.

Masa bodo dengan kelakuan ajaib mereka. Yuu sangat menyayangi para sahabat yang ia miliki ini.

"Oi-Oi, Kadal kau membuatnya menangis,"

"Main tuduh orang aja situ. Ngajak berantem ?," Malleus tak mau kalah. Leona menyeringai sudah menyiapkan kuda-kuda kalau saja mereka benar-benar akan bertarung disana. Untung saja, Azul dan Trey melerai keduanya---lebih tepatnya Trey yang melerai, dan Azul yang kembali membuat taruhan dengan yang lain---sebelum tempat mereka berkemah menjadi medan tempur antara singa dan naga.

Gawat sekali kalau dibiarkan.

"Hai'-hai' sudah larut. Waktunya untuk makhluk normal tidur," Suara Cater menenangkan keributan yang terjadi. Di tangannya sudah ada beberapa selimut, yang juga dibawa Jade di belakangnya. Keduanya segera membagikan selimut-selimut itu pada setiap orang disana.

"Ah, benar juga," Cater menoleh pada Yuu. "Yuu-chan dan Malleus-kun gantian kalian yang berjaga ya !," ujarnya. Keduanya pun mengangguk dan segera mengambil selimut mereka, sebelum pergi ke dekat pohon untuk berjaga disana.

Bulan yang indah kini menemani mereka berdua, keheningan malam dan suara gemerisik daun kering yang masih tersisa di beberapa pohon cukup menjadi musik ditelinga Yuu saat ini.

Tanah gersang yang terlantar

Tempat yang disebut rumah bagi anak-anak

Tangan kecil mereka saling bertautan

Saling percaya tanpa syarat

Saling berbagi dalam sakit atau senang

Siapa yang mengira waktu 'kan berputar dengan cepat

"Syair baru ?," Malleus yang sempat bersenandung, menoleh pada Yuu. "Begitulah, ini lagu tentang kita," Mendengar jawaban Malleus, Yuu semakin penasaran.

"Benarkah ? Kapan kau akan menyanyikannya dengan Cater-san ?," Tanya Yuu lagi. Malleus menggeleng. Nampak terkekeh beberapa saat. "Sebenarnya aku berpikir untuk menyanyikannya bersama kalian semua,"

"Eh, Benarkah !? Kapan kita akan menyanyikannya ?," Malleus tampak berpikir sesaat sebelum kembali tersenyum.

"Setelah semua ini berakhir. Mari kita semuanya menyanyikannya bersama,"

"Janji ya, Yuu,"

Yuu mengangguk. "Aku berjanji, Malleus-san," ujarnya seraya menautkan kelingking.

Sebuah menara kini menjulang tinggi di depan mereka. Menara megah yang terbuat dari batu. Saking tingginya, mereka kesulitan untuk melihat puncak menara itu.

Menara AI, perantara tuhan dengan hambanya.

Akhirnya, mereka telah sampai disana. Tujuan akhir mereka semua. Jade yang melihat tangan Yuu sempat bergemetar, Segera menggenggam dan menenangkannya. "Semua akan baik-baik saja," ujarnya. Yuu mengangguk kecil. Kini sedikit merasa tenang karenanya.

"Ayo semua. Kita masuk kedalam,"

Kini Yuu dengan perlahan membuka pintu besar menara itu. Saat kakinya pertamakali menapak lantai menara, yang dia tangkap adalah ruangan besar dengan dua pintu disana.

Pintu masuk dibelakang mereka kini telah tertutup sepenuhnya. Mengisyaratkan mereka semua untuk maju, dan sudah tak ada jalan kembali.

Yuu kembali menghela nafasnya, kini dia mendekat kearah pintu pertama disana. Pintu dengan kilauan cahaya berwarna biru didalam sana.

Pintu terbuka dengan sendirinya, saat Yuu menyentuhnya. Memperlihatkan berkah pertama [Blooming Wave] yang terletak diatas meja batu kokoh di tengah ruangan. Dengan sinar biru yang mempesona setiap orang disana, berkah pertama siap diambil oleh sang Mesiah.

Yuu mengulurkan tangannya dengan gemetar. Bersiap untuk menyambut berkah pertama itu ditempatnya. Namun, sebelum sempat menyentuhnya, ada tangan lain yang menahan pergelangannya.

Yuu terkejut, dan menoleh pada sang pelaku. Azul, dengan senyuman lembut di wajahnya--- "Yuu-san kau tahu...,"

---senyuman yang tergantikan oleh seringai licik diwajahnya dalam persekian detik. Yuu membelalakkan matanya saat mendengar ucapannya.

"Kita selalu berbagi, dalam senang maupun Sakit,"

Azul mendorong Yuu keluar dari ruangan. Suara tawanya menggelegar seiring dengan tertutupnya pintu tempat berkah pertama berada.

Untuk terakhir kalinya, Yuu melihatnya. seringai licik dari Azul.

Berkah pertama, telah direbut dari sang Mesiah.

"Yuu-san, kau pasti bisa ! aku percaya padamu"

Kalimat yang kini adalah sebuah kebohongan (?) Berputar terus dalam kepalanya. Memaksanya tuk terus mengingat setiap detail dari kalimat itu. Nada, ekspresi, dan kepercayaan Azul saat mengatakannya.

'Tidak ! Tidak mungkin semua itu...cuma kebohongan ?!'

Yuu memutar kepalanya takut-takut kebelakang. Berharap apa yang baru saja dia pikirkan tidak benar-benar terjadi.

Namun, kau tahu maksudku bukan ?

Teman-temannya, kini saling melempar kebencian dalam tatapan satu sama lain. Seakan melupakan kehangatan yang baru saja mereka ukir bersama.

Seakan mereka adalah musuh. Bukan sahabat.

Yuu meremas pakaiannya dengan gemetar.

'Ini...bohong bukan?'

Yuu yang masih tertekan dengan kejadian barusan, berjalan perlahan menaiki tangga menuju lantai selanjutnya dengan segala pertanyaan yang bercampur aduk di dalam kepalanya.

Di lantai kedua, berkah kedua [Fire Banquet] menyambut mereka dengan cahaya kemerahan yang memenuhi ruangan.

Yuu dengan ragu, melangkahkan kakinya masuk ke ruangan itu. Namun, seseorang telah mendahuluinya. Menodongkan pedang tepat ke depan wajahnya.

Mata serupa Zamrud itu berkilat menatapnya. Leona, sang ahli pedang menatapnya tajam. Yuu membeku di tempat melihatnya. Kedua lututnya lemas seketika.

Leona dengan tatapan hendak membunuhnya, melemparkan dirinya sendiri kedalam ruangan itu.Tanpa sepatah katapun pada Yuu. Pintu tertutup dengan keras seperti sebelumnya.

Meninggalkan Yuu yang terduduk di lantai, masih shock dengan apa yang baru saja terjadi.

'Ck, kenapa harus kau yang menjadi Mesiah ? Merepotkan saja. Kau harus bersyukur karena aku akan selalu membantumu yang ceroboh ini,"

"...akan selalu membantumu..percayalah padaku,"

Pembohong ! batin Yuu tak terimah.

Jika ini memang tujuan sebenarnya dari teman-temannya untuk membantunya. Maka, Yuu tak akan membiarkan mereka melakukannya.

Dengan gigi bergemelatuk keras. Yuu bangkit dari tempatnya dan langsung menaiki tangga menuju lantai berikutnya.

Berkah kedua telah direbut oleh sang ahli pedang yang angkuh.

Di lantai ketiga, Cater berada disana. Berjalan perlahan memasuki ruangan yang dipenuhi cahaya kekuningan yang menyilaukan mata. [Grace of the Sunlight], tengah menyambut mereka di depan sana. Dengan cepat Yuu menghentikannya.

"Cater-san, berhenti !," Cater menoleh dengan terkejut kearah Yuu. Seketika menghentikan langkahnya, dan menggenggam tangan Yuu yang menahannya itu. "Yuu-chan...lepaskan..," Yuu menggeleng kuat-kuat.

"Tidak akan ! Tidak akan kubiarkan kau mengambil berkah itu juga !," Ujar Yuu.

"Kau---,"

"Dia benar, Cater. Berhentilah, lagipula kau tak akan pernah mendapatkan berkah itu," Tanpa diduga, Trey berjalan mendahului mereka berdua. Dia melempar senyuman kearah mereka berdua.

"Trey---," Suara mereka berdua tercekat, kala mendengar Trey melanjutkan ucapannya.

"Karena...Akulah yang berhak mendapatkannya !," Seolah baru saja memenangkan sebuah perlombaan, Trey tersenyum senang. Senyum terakhir yang dilihat oleh Yuu dan Cater sebelum pintu benar-benar tertutup.

Yuu terpaku dengan apa yang dilakukan oleh Trey. Dia benar-benar tak percaya pada apa yang baru saja terjadi.

Kewaspadaan Yuu lengah sesaat, dan membuat Cater yang frustasi segera melepaskan tangannya. Dia segera berlari menuju tangga, menuju lantai berikutnya.

Tanpa Yuu bisa mencegahnya, Cater berlari masuk kedalam ruangan tempat dimana [Peaceful Darkness] berada. Tanpa menoleh sekalipun pada Yuu, Cater menghilang dibalik kegelapan itu dan pintu kembali menutup dengan sendirinya.

"Kalian...Kenapa Kalian melakukan hal ini !! Kenapa !? Bukankah kita ini sahabat !?," Tidak ada seorangpun yang mendengarnya. Karena, kini tujuan setiap orang disana hanyalah satu. Mengambil berkah yang ada untuk dirinya sendiri.

Teman-temannya yang tersisa saling berlari menuju lantai berikutnya. Yuu dengan sekuat tenaga yang ia bisa, berusaha mencegah siapapun untuk mencuri berkah-berkah yang tersisa itu.

"Jamil-san !," Nafas Yuu memburu begitu melihat Jamil memasuki ruangan tempat [Trembling Ground] berada. Jamil sempat menoleh padanya, menatapnya sebentar. Sebelum merentangkan kedua tangannya lantas berkata.

"Aku yang selalu mengagungkan Tuhan, mengharapkan ampunan bagi kita semua. Semoga rahmat dan kasih sayangnya dilimpahkan bagi kita...,"

"..bagi hambanya yang tersakiti,"

Pintu kembali tertutup, dan kini Yuu kembali sendirian. Terpaku pada pintu yang baru saja tertutup tersebut.

"Kau membuatku khawatir, karena itu akan ikut bersamamu,"

Padahal Yuu bisa mengingat dengan senyuman lucu milik Jamil saat itu.

Dia sudah berjanji bukan ?

Lalu, kenapa...

"Awas saja jika kau kembali, berarti kau seorang pengecut"

"Ck, Keparat !," Yuu mengepalkan tangannya penuh kekesalan.

Yuu sampai dilantai berikutnya, lebih cepat daripada yang lain. Disana berkah selanjutnya, [Rumble of Thunder] berada. Namun, Manik matanya menangkap sosok lain yang tengah menyenandungkan sebuah syair disana dengan sangat merdu.

Tangan-tangan kecil saling bertautan

Saling percaya tanpa syarat

Disaat kita saling berbagi senang dan sakit,

Siapa sangka musuh terbesar tengah mengintai di balik kehangatan ini

Sang pengkhianatan

Mengacaukan harmoni yang dibuat

Kenangan dicabik dengan tanpa ampun

Dan...

Malleus menjeda nyanyiannya, dan kini melemparkan tatapan liciknya pada Yuu yang mematung di tempatnya.

Kepercayaan, kini hanya tinggal kata tanpa makna

Syair itu selesai, dan Pintu tertutup lagi. Memisahkan Yuu dengan sang penyair di dalam ruangan itu.

"Malleus-san...,"

Kini tatapan lembut, dan wajah Malleus terbayang dipikirannya. Bukankah Malleus bilang akan bernyanyi bersama yang lain ? Bagaimana dengan lagu itu ?

"Setelah semua ini berakhir mari kita menyanyikannya bersama,"

"Janji ya, Yuu,"

Bukankah, mereka sudah berjanji ?

"Pembohong ! Kau pembohong Malleus-san !,"

Yuu kembali meninggalkan lantai itu dengan emosi yang meluap. Rasanya sakit. Dikhianati oleh semua sahabatnya sendiri.

Kenapa semua orang berubah !?

Kemana perginya teman-temanku !?

Yuu bergumam kesal bercampur sedih.

Apa keserakahan menghilangkan hati nurani mereka !?

Mengambil setiap berkah seperti binatang buas yang mengincar mangsa. Menghilangkan cinta diantara mereka semua yang telah mengakar dalam.

Menara AI, menara pengampunan.

Yuu meragukannya.

Kini tinggal tiga berkah yang tersisa. Hanya tinggal Dirinya, Leech bersaudara dan Kalim disana. Menaiki tangga dalam keheningan. Saling berkutat pada pikiran mereka masing-masing.

Entah apa yang mereka pikirkan. Yuu tak tahu.

Dan dia berharap tak pernah mengetahuinya.

Di lantai berikutnya, cahaya hijau memenuhi ruangan. Berkah [Rondo of Whirlwind] menyambut mereka dengan hembusan angin sepoi-sepoi yang memainkan rambut mereka.

Kalim seakan tertarik, dan ikut berputar. Menari di dekat berkah itu. Seakan tengah menampilkan tarian yang paling memukau dalam hidupnya. Menghipnotis siapapun dengan kelincahannya.

Saat ia berhenti, dia menatap Yuu dengan senyuman meremehkan. Membuat Yuu terkejut bukan main melihat raut wajah itu.

"Kalim...ja-jangan bilang kau--,"

Kalim hanya memalingkan pandangannya, dan tertawa licik begitu pintu tertutup.

Satu lagi.

Satu lagi berkah kembali direbut dari tangannya.

Oleh orang yang paling berharga baginya.

"Tidak ! Jade !!,"

Teriakan Floyd membuat Yuu tersadar. Dengan cepat segera berlari keasal suara.

Tepat di lantai ke delapan. Berkah selanjutnya, [Garden of Silver Snow] menyala dengan indah dihadapan. Lantai yang tempati menjadi dingin. Sedingin tatapan Jade pada Floyd kali ini.

Tidak lagi ada senyum menenangkan miliknya. Hanya seringai bahagia yang ia perlihatkan sebelum mendorong Floyd menjauh darinya. Dengan sekuat tenaga, Jade berlari memasuki ruangan itu. Yuu berusaha untuk menghentikan Jade. Namun, tangannya tidak bisa menyampainya.

Terlalu jauh, terlalu sulit.

Dan setelah menyadari semuanya sudah terlambat, pintu mulai tertutup.

Memperlihatkan Jade dan wajah bahagianya dengan air mata, yang bahkan takkan pernah menetes lagi dari kedua mata heterochromia itu.

Lagi-lagi, Yuu kehilangan sahabatnya. Emosinya meluap saking marahnya. Dadanya terasa sakit karena pengkhianatan ini.

"Yuu-chan hebat ! Kau akan menyelamatkan dunia !,"

'Penipu'

"Tenanglah, Yuu-san. semua pasti akan baik-baik saja"

'Tapi kau tahu, semuanya takkan pernah baik-baik saja'

Kini, hanya tinggal Yuu dan Floyd. Kembali menaiki tangga menuju lantai kesembilan. keduanya kini hanya saling memiliki satu sama lain.

Floyd menggenggam tangan Yuu yang gemetar. Dia mencoba tersenyum walau sebenarnya masih sangat terkejut dengan apa yang barusan terjadi. Bahkan, Yuu sendiri tak menyangka Jade akan melakukan hal seperti itu.

"Tak apa, Koebi-chan. Kita masih bersama,"  Yuu mengangguk kecil. Dadanya menjadi lebih legah sekarang. Setidaknya, Floyd ternyata tidak seperti teman-temannya yang lain.

"Ayo dapatkan berkah selanjutnya bersama-sama, Floyd," Ujar Yuu.

Keduanya mulai menapaki puncak anak tangga. Cahaya merah memenuhi ruangan terakhir. Disana berkah terakhir [Fetal Movement of Magma] yang tertidur berada.

"Kita berhasil, Floyd-san !," Floyd tersenyum.

Keduanya menatap takjub pada berkah terakhir itu. Yuu mulai berjalan mendekati berkah itu, dengan Floyd yang mengikutinya. Saat Yuu mengulurkan tangannya untuk mengambil berkah itu. Floyd mencengkeram kedua bahunya dengan erat.

Wajahnya menunduk, membuat Yuu tak bisa melihat raut wajah dari Leeach bungsu tersebut. "Floyd-san ?,"

"Nee, Koebi-chan. Kau percaya padaku bukan ? Pada kami semua bukan ?!," Mendengar kata-kata Floyd. Yuu mengangguk. Pengelihatan mulai mengabur.

"Iya. Tentu saja. Aku percaya padamu,"

"...Pada kalian semua," lanjut Yuu dengan suara berat.

"Kalau begitu, biarkan aku mendapatkan berkah ini. Akulah berhak mendapatkannya !," Setelah mengatakan hal itu, senyuman di wajah Floyd menghilang. Tatapan lembut berubah menjadi kebencian.

"Pergilah dari sini. Berkah ini milikku," ujarnya terakhir kali. Senyuman penuh kebanggaan diperlihatkannya, sebelum pintu tertutup dengan keras.

Meninggalkan Yuu, yang kini sendirian di dalam menara. Matanya memanas, dia sudah tidak kuat lagi. Dia sudah lelah dengan ini. Dadanya sangat sesak Lagi-lagi ia dikhianati, oleh para sahabatnya yang berharga.

Semua teman-temannya menghilang, bersamaan dengan semua berkah yang ada telah dicuri darinya.

Tidak ada lagi yang tersisa.

Dan kini dia kembali sendirian.

Dengan langkah berat, Yuu memandangi obor di tangannya. Obor tanpa api yang ia genggam dengan sangat erat. Menahan isak tangis yang sedari tadi ia pendam.

Yuu tidak ingin terlihat lemah. Dia tak akan menangis, dia akan membuktikan pada teman-temannya bahkan tanpa mereka di sisinya. Dia akan tetap melakukan upacara itu.

Walau hanya sendirian dan tanpa berkah satu pun di tangannya.

Dengan langkah berat, kedua kakinya menapaki setiap anak tangga yang tersisa menuju puncak menara. Tanpa seorang pun di sisinya. Tak ada lagi perlombaan. Tak ada persaingan.

Hanya dia sendiri, dengan rasa sakit yang masih ada dalam dadanya.

Di puncak menara, Cahaya matahari samar-samar menyinarinya. Membuat Yuu kini dapat melihat dengan jelas sembilan patung dengan lilin merah tanpa api di tangan mereka, berdiri mengelilingi tempat lentera yang seharusnya dia nyalakan itu.

Saat Itu, Yuu menyadari sesuatu.

Suara teriakan kesakitan teman-temannya kini terdengar olehnya. Di dalam sana, mereka saling menjerit kesakitan. Meminta tolong, saling menangis tanpa seorangpun dapat menolong mereka.

Yuu menyadarinya. Dia mengingatnya.

Perkataan Azul saat itu.

"Tapi di menara Ai juga, terdapat hukuman hukuman dari Tuhan,"

Matanya memanas, begitu mengetahui lanjutan ucapan Azul saat itu.

"Dan sang Mesiah harus melakukan pengorbanan untuk melewatinya"

Sebuah pengorbanan, untuk menyelamatkan ribuan nyawa. Sejak awal tidak pernah ada berkah, hanya pertobatan untuk sang Mesiah.

Lutut Yuu menjadi lemas. Dia tak kuasa menahan tubuhnya agar tetap berdiri. Air matanya jatuh bercucuran dari manik coklat miliknya.

"Kita selalu berbagi sakit dan senang"

Azul ditenggelamkan ke dalam lautan ganas oleh [Blooming Wave]. Leona dipaksa menari diatas api neraka oleh [Fire Banquet].

"Kami takkan membiarkanmu mengambilnya [hukuman] sendiri,"

Trey berlutut tanpa harapan didalam kekeringan tanpa akhir oleh [Grace of the Sunlight]. Cater terjebak dalam kegelapan  hingga kehilangan akal oleh [Peacefull Darkness].

"Kita saling membantu,"

Jamil ditelan bumi karena [Trembling Ground]. Malleus, sang penyair dihantam oleh petir penghakiman karena [Rumble of Thunder].

"Yuu-chan kami akan membantumu !"

Kalim, sang penari dicabik-cabik oleh [Rondo of Whirlwind]. Jade dibekukan sampai ke tulang, sampai ke jiwa oleh [Garden of silver snow], dan Floyd dipaksa merangkak dalam magma oleh [Fetal Movement of Magma]

"Kami tak akan berhenti percaya,"

"Dalam sakit maupun senang,"

"Kita akan selalu bersama,"

Tangis Yuu meledak. Membiarkan segala emosi miliknya yang dia pendam selama ini keluar tanpa sisa.

Sekarang ia tahu kenapa teman-temannya bersikap sejahat itu pada dirinya. Mereka hanya ingin menyelamatkan. Mereka tak ingin Yuu harus menderita sendirian. Mereka mengorbankan diri mereka. Membiarkan segala hukuman itu menimpah diri mereka untuk selama-lamanya.

Seharusnya mereka tak perlu melakukannya sampai sejauh itu.

Yuu merasa bersalah karena telah berburuk sangka pada mereka.

Seandainya waktu bisa diputar, dia ingin kembali ke saat dimana mereka masih berpesta dengan meriah di desa. Sayangnya, itu takkan pernah bisa terjadi.

"Kalian bodoh sekali,"

Air matanya kembali menetes. Diikuti oleh lilin merah yang di sembilan patung tadi yang ikut meleleh. Lelehannya mengalir hingga ketengah Altar. Tepat di lentera itu, menyalakan api kehidupannya kembali.

Tujuannya selama ini.

Api yang dimenangkan dengan bantuan teman-temannya.

"Kalau begini, apa aku harus bernyanyi sendirian untuk merayakan keberhasilan kita ?,"

Masih dengan wajah kacau dan penuh dengan lelehan air mata, Yuu mengangkat obornya keatas altar. Sang Mesiah yang telah mendapat ampunan tuhan kini, tersenyum sedih menyambut suara lonceng fajar.

Menyambut suara keagungan itu.

Sang Mesiah telah menciptakan sembilan penderitaan.

Dia mengangkat tangannya ke Altar. Membagi cahaya kehidupan ke seluruh dunia. Mengembalikan warnanya yang hilang.

Dunia pun terlahir kembali.

Kemenangan yang dicapai dengan pengorbanan teman-temannya.

Pada akhirnya, dia kembali berdiri sendirian menatap dunianya yang kembali tenang. Setidaknya untuk beberapa saat kedepan.

Yuu tersenyum, menggenggam erat kalung yang ia pakai.

"Akan akan berusaha. Demi dunia ini,"

"Demi kalian semua," ujarnya. Pandangan Yuu melembut. Dia mengangkat tangannya ke udara. Meraih sinar matahari disana.

"Terimakasih,"

Sang Mesiah melantunkan lagu kemenangan dari puncak menara.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
[FIN]

Belum kok, belum selesai masih ada Bonus di Chapter depan xD

G

ambar sebagai pemanis :>

https://pin.it/3tdjF9g
https://pin.it/1bjv5IY

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top