For My Heart 2 : Chapter 34

Sebelum ia memasuki mobil, ia melambaikan tangannya pada laki-laki yang tengah menatapnya dengan tatapan sendu di depan gerbang sekolah. Entah apa yang dimaksud tatapan laki-laki itu.

Ia memasuki mobil ayahnya sambil sesekali melirik laki-laki itu hingga akhirnya mobil itu melaju dengan kecepatan sedang. Pada saat itu pun Yaya dan ayahnya sedang mengobrol.

"Abah, lepas ni abah nak kerja kemana?" tanya Yaya.

"Em... Entahlah, mungkin jualan internet kot."

"Kalau macam tu, nanti Yaya akan tolong." Yaya tersenyum ceria kepada ayahnya, Pakcik Yah mengusap lembut puncak kepalanya dan mereka tertawa bersama.

"Abah nah suatu saat nanti tengok Yaya bahagia macam sekarang, Abah nak tengok Yaya menikah..." Ujar Pakcik Yah.

"Apalah Abah ini... Itu kan masih lama-"

Duarr!!

Pada saat lampu dari arah jalannya sudah hijau, mobil Pakcik Yah menyebrangi jalan. Tanpa mereka duga ada sebuah truk tronton yang kehilangan kendali melaju dengan kelajuan tinggi menabrak mobil yang ditumpangi Yaya.

Mobil itu mengguling dan terseret cukup jauh sampai terlihat begitu parah ketika berhenti dengan posisi terbalik dan kaca mobil yang sudah hampir seluruhnya pecah.

Saat itu orang-orang sudah mengerumuni tempat kejadian, Yaya masih setengah sadar, samar-sama ia melihat Boboiboy yang baru sampai berteriak memanggil namanya dengan histeris dan hendak menghampirinya namun orang-orang mencegah Boboiboy karena polisi belum sampai ke tempat kejadian.

"Yaya!! Yaya! Lepas pakcik! saya nak pergi ke Yaya!!" Boboiboy terus memberontak, ia berlutut karena sudah tidak kuat menompang badannya sendiri melihat Yaya yang masih sadar mengulurkan tangannya yang berdarah keluar jendela sambil membalas panggilannya.

Ambulance dan Polisi datang, tempat kejadian langsung diamankan. Korban hendak dimasukan ke Ambulance untuk dilarikan ke rumah sakit. Boboiboy mencegat petugas yang membawa Yaya, "Pakcik! Ijinkan saya ikut ke rumah sakit, saya orang terdekat mereka!" ucap Boboiboy untuk meyakinkan petugas rumah sakit itu.

"Boleh, silahkan adik..."

.
.
.

Mata indah gadis itu perlahan membuka, bau obat-obatan mulai tercium. Dapat dipastikan bahwa ia sudah berada di rumah sakit. Yaya melirik ke samping, ada banyak orang disekitarnya yang bahagia ketika melihatnya membuka mata.

"Yaya dah sedar!" seru Ochobot, orang-orang yang ada di luar ruangan langsung masuk.

"Abah.." Semua orang berhenti berbicara ketika Yaya menggumamkan sesuatu.

"Abah... Mana Abah..."

Saat itu ibunya datang mengusap kepalanya sambil menitihkan air mata, Yaya menoleh lalu menggenggam tangan halus ibunya. "Abah mana Mak?" tanya Yaya.

"Abah... Abah dah meninggal dunia Yaya..." ucap Makcik Wawa yang kemudian tak sadarkan diri.

Yaya mematung, ia sudah tidak mampu berkata-kata, yang ia lakukan hanya menangis. Melihat gadis itu sebegitu rapuhnya, Boboiboy memeluk kecil Yaya. Mereka berdua sama-sama sedang rapuh namun saling menguatkan satu sama lain.

"A-Aku belum sempat jadi anak yang berbakti pada Abah... Hikss."

"Aku belum se-sempat penuhi semua harapan Abah..." ucap Yaya yang suaranya sudah sesenggukan.

"Apa harapan Abah?" Boboiboy bertanya, siapa tau ia bisa membantu memenuhi harapan ayah Yaya.

Gadis itu menatap lekat manik coklat laki-laki disampingnya sebelum berakhir mengatakan keinginan ayahnya.

"Aku nak menaikah... A-aku kena me-menikah Boboiboy..." mereka terdiam dan hanya beradu tatap selama beberapa saat.

Yaya yakin Boboiboy akan menolak karena faktor usia mereka yang masih muda. Ia yakin Boboiboy tidak akan melakukan hal sejauh itu-

"Baiklah, aku siap menikahimu Yaya!!"

Hah? Apa-apaan ini?

Aduhh Mas Mba... Author juga awalnya ngga yakin Boboiboy mau, eh ternyata mau. Ini udah saking cintanya gitu kali yah. Ini perlu diapresiasi nih.

"Syabas anak muda... Syabas!!!" Papa Zola bertepuk tangan sambil menitihkan air mata, "Begitu dalam kata-kata kamu ni, Boboi... Man..." Papa Zola menepuk-nepuk pundak laki-laki itu dengan keras.

"Kalau macam tu, sekarang aku nak cari cincin pernikahan dulu. Lepastu esok kita boleh laksanakan pernikahan tu sebelum almarhum abah kau dipulangkan." ucap Boboiboy sambil mengelus pipi Yaya.

.
.
.

Malam tadi Boboiboy sudah mengusahakan untuk mendapatkan sepasang cincin. Hampir semua toko emas sudah tutup ketika malam hari. Untung saja ayah Gopal memiliki kenalan seseorang yang mempunyai toko emas sehingga Boboiboy bisa mendapatkan sepasang cincin.

Sehingga pagi ini Boboiboy dapat melaksanakan acara pernikahannya dengan Yaya yang dilaksanakan dengan sederhana, hanya keluarga terdekat dan teman terdekat saja yang diundang.

Jenazah sudah dibawa pulang tadi malam, namun Yaya belum diijinkan pulang pagi ini karena kondisinya yang belum membaik.

Ying dan Fang menemani Yaya selama berada di rumah sakit. Gopal menghubungi Yaya melalui tablet milik Fang, gadis itu menangis melihat persiapan pernikahannya.

Saat itu yang akan menikahkannya adalah seorang kyai besar di Pulau Rintis. Yaya melihat seksama wajah pemuda yang kini sudah rapih dengan stelan jas hitam dan kopiah hitam. Akad akan segera dimulai.

Amato dan Mara juga turut menghadiri acara pernikahan anaknya sekaligus pemakaman ayah Yaya. Saat Boboiboy dan wali Yaya yang diwakili oleh ayah Ali yaitu Ghazali telah siap, mahar dan kedua saksi serta penghulu dan tetamu yang telah siap maka akad sudah siap dimulai. Namun sebelum ijab kabul dibacakan, Imam atau Kyai yang menjadi penghulu akan menyampaika khutbahnya terlebih dahulu, barulah setelahnya proses pembacaan ijab kabul dimulai.

Detik-detik membaca ijab kabul, mempelai laki-laki dan wali nikah saling berpegangan tangan kanan sebagai sebuah tanda berlangsungnya proses serah-trima atau akad. Pembacaan ijab kabul tersebut dimulai dengan wali nikah yang membacakan ijab sesuai dengan ketentuan yang ada.

"Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau saudara Boboiboy bin Amato dengan saudari Yaya Alyah binti Almarhum Yahya dengan maskawinnya berupa seperangkat alat sholat dan cincin emas seberat 4 gram, tunai." ucap Ghazali, ayah Ali.

Lalu dilanjutkan mempelai laki-laki membacakan kabul "Saya terima nikahnya dan kawinnya Yaya Alyah binti Almarhum Yahya dengan maskawinnya yang tersebut, tunai."

Imam bertanya kepada saksi apakah ijab kabul ini sah atau tidak, dan saksi menyatakan bahwa ijab kabul tersebut sah. Seluruh hadirin tamu menyucapkan syukur hamdallah. Boboiboy langsung menyalami kedua orang tuanya, Amato dan Mara sama-sama memeluk putra mereka yang kini sudah beranjak dewasa. Putanya sudah bukan lagi anak kecil yang selalu dimanja ibunya, dia sudah menjadi seorang imam bagi makmumnya.

"Mama tak sangka Boboiboy dah dewasa..." Mara memeluk erat putra semata wayangnya, meluapkan tangis bahagianya dipundak sang anak. "Hm... terimakasih dah jaga dan rawat Boboiboy, Mama... Ayah..." balas Boboiboy lalu menoleh pada ayahnya. Amato hanya tersenyum, "Jaga Yaya elok-elok, dia adalah amanah besar dari pada abahnya." Boboiboy mengangguk.

Mara melepas dekapannya, putranya beralih menyalami ibu Yaya. Sama seperti Mara, Wawa langsung memeluk Boboiboy sebentar kemudian wanita itu memegang kedua bahu Boboiboy. "Tolong jaga Yaya, Boboiboy... jangan sesekali kamu sakiti dia... Yaya dah banyak menderita selama ini, bahagiakan dia. Saya akan bahagia bila anak-anak saya bahagia."

"Saya janji Ma... seumur hidup saya, saya akan menjaga Yaya."

Sementara di rumah sakit, Yaya sedang menangis bahagia setelah ijab kabul disahkan. Sahabatnya, Ying memeluk gadis itu, ia ikut senang atas perikahan sahabatnya. "Yeyyy selamat Yaya..."

"Terimakasih, Ying... eh? Apa yang kau buat tu Fang?" Yaya melihat Fang yang sedang menangis dipojok ruangan sampai-sampai ingusnya keluar. Sedangkan Ying hanya menatapya dengan tatapan tajam, "Weii! Buang tebiat ke?"

.

.

.

Malam ini setelah tahlilan di kediaman Yaya telah selesai, baik dari keluarga Boboiboy maupun Yaya sama-sama pergi mengunjungi Yaya di rumah sakit. Begitu juga Ali dan ayahnya yang menjenguk Yaya sekaligus berpamitan sebelum kembali ke Cyberaya malam itu juga.

"Terimakasih kerana Pakcik dah sudi mewakili Abah..." Ghazali mengusap puncak kepala Yaya, "Mestilah sudi, Yaya kan dah Pakcik anggap macam anak sendiri." gadis itu tersenyum.

"Kalau macam tu, Pakcik dengan Ali pamit balik dulu." Yaya mengangguk, "Hati-hati Pakcik.. Ali..."

Pemuda itu berbalik berkata, "Kau pun kena cepat sembuh, okey?" Yaya terkekeh kecil lalu mereka beradu high five, "Makcik... Ali balik dulu ye..."

Boboiboy dan keluarganya datang setelah beberapa saat keluarga Ali pamitan. "Assalamu'alaikum..." ucap mereka serentak, Yaya dan ibunya mejawab salam itu. "Wawa, saya bawakan makanan untuk malam ini... mari kita makan malam sama-sama..." Mara dan Wawa menyiapkan makanan yang telah dibawanya di sofa yang ada di ruangan itu, memang ruangan Yaya itu ruangan kelas 1 jadi sedikit lebih luas da hanya ada satu ranjang pasien.

Boboiboy mendekati Yaya, ia mengulurkan tangannya. "Selamat malam istriku..." ucap laki-laki itu dengan senyum yang menggoda Yaya, sedangkan gadis itu hanya tersenyum malu sambil mencium tangan suaminya. Pipinya memerah dan Boboiboy menyadari itu. "Ololololo merah pipi istri aku... malu ya?" ledek Boboiboy sambil mencubit kedua pipi Yaya. "Aw.. Sakitlah Boboiboy!"

"Boboiboy kau panggil aku?" laki-laki itu melipat kedua tangannya didepan dada sambil berpura-pura merajuk.

"Habistu aku kena panggil kau apa?" tanya Yaya dengan polosnya meladeni Boboiboy. "SA-YANG." jawab Boboiboy dengan kata yang ditekan.

Medengar itu Mechabot dan Ochobot mual ingin mutah, "Hodohnya panggilan tu, aku rasa nak muntah bila dengar." gumam Ochobot berbisik pada Mechabot. Robot merah itu menatapnya degan tatapan malas, "Sama macam dia, bapak dengan anak tak ada bezanya." Balas Mechabot yang kemudian ditatap tajam oleh Amato dan berakhir mendapat pukulan dikepalanya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top