9. Pertarungan Kembali
Memikirkan akan ikut atau tidak telah usai. Tak ada lagi keraguan dalam diri Carissa. Ia memutuskan mengisi formulir pendaftaran kompetisi menulis novel maraton yang diselenggarakan selama sebulan.
Satu bulan setelah karyawisata, Carissa kini lebih sering mencoret-coret konsep tulisan di atas kertas putih, membentuk mind mapping. Semakin menjalar seiring berjalannya waktu, karena ini bukan membuat cerita pendek yang jauh lebih pendek.
Sembari mengetik, Carissa pun turut membaca catatan-catatan kecil. Termasuk di kelas, ia lebih sering membawa laptop. Saat-saat senggang seperti istirahat, ia memilih menghabiskan waktu dengan mengetik. Meja belajar di sekolah dipenuhi dengan catatan-catatan kecil.
Lintang yang duduk di sebelah pun, tersenyum memandang raut wajah serius Carissa.
Memasuki istirahat kedua, Lintang menyodorkan kotak makan dan minuman yang dibeli dari kantin. "Sejak tadi kamu belum makan, makanlah sedikit."
Carissa menolehkan pandangan pada Lintang. "Memang aku terlalu berambisi?"
Lintang membalas anggukan kepala. Menyadari itu, Carissa pun memandang jam yang terpajang di atas papan tulis, hanya tinggal beberapa menit lagi jam istirahat akan usai. "Aku tidak masalah dengan ambisimu, tapi kadang jaga kesehatan juga diperlukan." Lintang berbalik, duduk di bangku.
Memang benar, mungkin khawatir lebih tepatnya. Ini baru kali pertama Carissa mengikuti kompetisi maraton novel.
Bel pun berdenting, para siswa pun berbondong-bondong memasuki kelas masing-masing. Pelajaran dimulai hingga pukul tiga sore.
Dalam perjalanan pulang, Carissa lebih banyak melamun di dalam bus. Teringat dengan ucapan Lintang kalau ia terlalu berambisi. Apa aku memang berambisi sekali? Selama itu baik harusnya tidak jadi masalah. Terlebih lagi, ia tak memberi tahu pada kedua orang tua kalau mengikuti kompetisi itu.
Carissa merogoh tas, mengeluarkan buku catatan kecil yang kini terdapat kertas yang diselipkan. Ia sengaja melakukan itu, agar catatannya tak hilang begitu saja. Kembali membuka isi catatan itu untuk mempelajari coret-coretan yang dibuatnya.
Setibanya di rumah, Carissa memilih bergegas ke kamar. Menyalakan laptop dan kembali melanjutkan cerita hingga pukul tujuh malam. Waktu belajar dimulai, tetapi ia tak membuka buku pelajaran sama sekali. Memilih membuat mind mapping yang kian bercabang.
Beberapa bagian ada yang terkena coretan dan mengganti kata yang ditulis sebelumnya. Tak peduli mau sebanyak apa pun nanti hasilnya, setidaknya Carissa bisa mendapatkan jalan cerita yang jauh lebih menarik.
***
Pagi berikutnya ....
Terdengar ketukan papan ketik yang kian mengeras di pagi hari. Lintang yang tengah fokus bermain ponsel, terfokus kepada Carissa. Ketukannya semakin cepat, seolah ia telah menemukan jalan pintas yang lengang, lalu menancapkan gas dengan dalam. Kendaraan melaju dengan amat kencang.
"Carissa," panggil Lintang.
"Hmm?"
"Kelihatannya dirimu terlalu memaksakan diri. Apa lebih baik enggak dibawa santai saja?"
"Aku mengerjakannya dengan santai kok."
Kalau santai kenapa tangannmu sangat cepat menekan papan ketik? Lintang pun berdeham. "Kulihat kamu seperti orang yang terburu-buru. Ada apa sebenarnya?"
"Kalau maraton 'kan berarti harus lari sekencang mungkin. Jadinya aku mengetik juga harus begitu cepat. Apa lagi tenggat waktunya akhir bulan."
Kalau tidak salah ingat memang kompetisi itu akan berakhir pada akhir bulan. Para penulis berlomba-lomba untuk menyelesaikan naskah. Jangankan menang, selesai saja penulis kadang belum menyanggupi. Kompetisi yang berat, pikir Lintang.
"Sejak kemarin Carissa tampak serius." Tiara menghampiri Lintang.
"Ya memang seperti itulah dia, ingin menunjukkan sesuatu," balas Lintang.
"Apa dia baik-baik saja?" Gema pun muncul.
Lintang hanya mengedikkan bahu. Namun, kalau terus menerus seperti ini bisa-bisa sesuatu yang buruk akan terjadi, entah itu bisa karya atau malah lainnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top