11. Jalan Buntu
Carissa mengetuk-ketuk kaki tiada hentinya. Kepalanya mulai dipenuhi oleh asap, otak telah bekerja sangat kuat untuk menemukan ide yang akan digunakan. Namun, malah yang selalu ditemuinya adalah jalan buntu. Setiap kali ia menemukan jalan buntu, pena yang dibawa, dilemparkan begitu saja di atas meja.
"Kenapa masih belum ada ide sih?" Carissa menyentak dengan nada tinggi, membuat pengunjung perpustakaan sekitar melirik pada mereka.
Menyadari itu, Carissa berdeham kembali duduk. Memandangi layar laptop.
"Kelihatannya kamu butuh istirahat," sahut Lintang.
"Butuh istirahat? Yang benar saja lah, aku sedang berpikir keras bagaimana novel ini berakhir." Carissa memukul meja walau tidak terlalu keras.
Lintang menutup buku, menopang dagu seolah siap untuk mendengar keresahan Carissa belakangan. Memang mengalami keresahan yang luar biasa. "Jadi apa yang terjadi?"
Carissa sedikit menunduk. "A-aku kehabisan ide, lagi pula ini juga baru pertama kalinya aku membuat novel."
"Kehabisan ide ya?" Lintang melirik ke atas, teringat sesuatu wajah bercahaya mulai terpancar. "Kelihatannya aku tahu harus apa."
Lintang segera bangkit dari tempat duduk. "Mari kita pindah tempat, sekarang kamu mau ke mana?"
"Memangnya itu membantu?"
"Dari pada kamu tertekan di ruang tertutup, kenapa tidak coba pindah ke tempat lain? Setidaknya bisa memadamkan kejenuhanmu," lanjut Lintang menyunggingkan bibir.
Carissa menaikkan alis, tak ada tempat yang ingin dikunjunginya. Kecuali jika Lintang memiliki lokasi favorit. Ia mematikan laptop, memasukkan kembali ke dalam tas ransel. "Baiklah, kamu mau ke mana? Aku tidak ada tempat rekomendasi sih."
"Hmm?"
***
Sepeda motor melaju dengan kencang di jalanan, Lintang dengan lincah menghindari kendaraan-kendaraan yang ada di depan mereka. Perjalanan memakan waktu sepuluh menit hingga tiba di pantai Kenjeran. Mereka melintasi sebuah pintu masuk berbentuk istana. Pada bagian depannya terdapat patung gurita. Beberapa kendaraan memasuki kawasan taman bermain itu. Memang terkenal sepi, tetapi bukan berarti tak ada pengunjungnya sama sekali.
"Kenapa kamu membawaku kemari?" Carissa bertanya.
"Kita akan melihat laut, siapa tahu kamu mendapatkan ide dari laut."
Tak tahu apa maksudnya, tetapi Carissa memilih untuk menurut saja. Setidaknya perlu cari suasana baru terkadang diperlukan. Tiba diujung jalan, laut utara membentang dengan ombak kecil yang menjorok ke darat.
"Meski kurang mengesankan, tapi ini cukup indah bagiku," kata Carissa sembari melepas helm.
"Cuma ini satu-satunya tempat hiburan yang ada."
Mereka bersandar di pagar pembatas menikmati laut di Kenjeran. "Bagaimana perasaanmu?" tanya Lintang.
"Sedikit membaik, mungkin ada benarnya kalau istirahat sejenak. Aku merasa sudah terlalu memaksakan ini," jawab Carissa.
"Lama-lama kalau berlari juga bakal capek juga. Istirahat itu diperlukan agar apa yang kamu tulis bisa tersampaikan dengan baik," kata Lintang.
Melanjutkan pembicaraan di antara mereka selama satu jam, hingga senja tiba. Waktunya mengantar Carissa pulang ke rumah. Meski sudah sering seperti ini, tetapi perasaan Lintang perlahan kian kuat. Perlahan ia semakin menyukai Carissa. Namun, rasanya mustahil juga mengungkapkan perasaan itu, belum tentu juga Carissa menyukainya balik.
Lebih baik dipendam sampai waktu yang tepat tiba untuk mengungkapkan perasaannya itu.
***
"Sampai ketemu besok," ucap Carissa sewaktu tiba di rumah. Lintang memutar balik sepeda motor, melaju dengan cepat di jalanan. Hari sudah semakin malam, perlahan jalanan dipenuhi oleh kendaraan bermotor.
Carissa memasuki rumah, langsung menuju kamar. Ia meletakkan tas di atas kursi, lalu merebahkan diri di atas kasur. Fisiknya hari ini benar-benar terkuras banyak. Rasanya ingin tidur dengan cepat, lalu melanjutkan cerita di keesokan harinya.
Padahal ia ingat kalau masih ada tugas sekolah yang juga dikumpulkan minggu depan. Namun, entah mengapa niat itu seolah dibatalkan begitu saja?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top