DWC 24 - Tamu Misterius

Kami berdua terbangun, bukan karena mimpi yang sama lagi, tapi karena mendengar ketukan di balik pintu. Seperti biasa, aku dan Wilhelm saling berpandangan terlebih dahulu, memastikan bahwa benar kami memiliki mimpi yang berbeda, kemudian rangkaian ketukan kedua terdengar.

“Sebentar!” ujar Wilhelm yang kemudian turun dari kasur dan membuka pintu kamar kami.

Kunci diputar, pintu pun dibuka.

“Ah, maaf mengganggu pagi-pagi.”

“Mencari siapa?” tanya saudara kembarku.

Dari atas kasur, aku melihat seorang pria, mungkin lima sampai delapan tahun lebih tua daripada kami, tingginya hampir sama dengan kami berdua. Ia mengenakan luaran panjang sampai mata kaki berwarna putih, dengan kemeja dan celana sampai pantofel serba hitam, tetapi wajahnya adalah wajah yang tidak pernah kami temui di sekitar kami.

“Bagaimana menjelaskannya ya,” ia tampak berpikir sesaat, “begini, aku sedang mencari si kembar Grimm, apakah aku berada di kamar yang tepat?”

“Ya, itu kami,” jawabku.

“Bagus! Aku sedang memerlukan salinan cerita mimpi kalian di hari kedua, tentu saja jika kalian berkenan.”

Wilhelm menengok ke arahku, begitu juga aku bertatapan dengannya.

“Asalkan kau tidak mengakuinya sebagai ceritamu sendiri.” Wilhelm memberi syarat.

“Tentu! Aku adalah pembaca yang paham etika.” Ia menjawan dengan sangat percaya diri.

Singkat cerita Wilhelm membiarkannya masuk dengan kamar kami, meski aku memasang kecurigaanku pada dia. Tidak ada barang berharga yang patut ia tandai di sini, jika ia adalah pencuri, tetapi pakaiannya menunjukkan yang sebaliknya kalau boleh dibilang jujur.

Wilhelm sedang membuat salinan cerita Hans dan Greta saat lelaki itu berdiri bersandar di tembok kamar kami, lantaran tidak ada kursi lainnya, tangannya bersedekap dan wajahnya serius menatap ke arah kertas mesin tik.

“Kalian memiliki kemampuan di mana dapat melihat mimpi yang sama, bukan?” tanya lelaki itu.

“Ya,” jawabku.

Lelaki itu tersenyum. “Suatu hari, mimpi-mimpi itu akan jadi besar, jangan dianggap remeh.”

Aku tidak paham maksudnya, tetapi laki-laki itu tidak berbicara apapun lagi.

“Selesai, ini dia.” Wilhelm menyerahkan teks itu kepada lelaki misterius yang bertamu ke kamar kami di pagi hari.

“Terima kasih, ini akan sangat membantu! Kalau begitu, aku akan berpamitan,” ujarnya sambil berbalik badan.

“Ah, tunggu!” Aku berteriak. “Paling tidak, kami perlu tahu siapa namamu!”

Tetapi terlambat, pintu menutup tanpa bisa aku dan Wilhelm tahan. Namun, saudara kembarku segera beranjak dari kursi dan membuka pintu kamar.

Kosong.

Lelaki itu sudah tidak ada, bahkan jejaknya hilang.

Saudaraku itu mengambil sebuah kertas yang diletakkan di depan pintu, ia menyerahkannya padaku.

“Apakah kita sedang bermimpi?” tanya Wilhelm.

Aku mencubit lenganku, sakit. “Tidak.”

Lalu aku mengambil kertas yang disodorkan Wilhelm, di sana tertulis sebuah kalimat berbunyi: “namaku Kim Dokja, mari kita bertemu lagi suatu saat nanti.”

“Nama yang asing.” Wilhelm mengamini ucapanku.

Kira-kira siapa tau misterius yang membutuhkan kisah Hans dan Greta itu?

*

Karakter yang di-cross over di bab ini adalah Kim Dokja dari Omniscient Reader's Viewpoint karya SingSong.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top