DWC 18 - Sean

Jadi, ya, aku memang sejak kecil sudah berada di Indonesia. Walaupun sangat pindah-pindah tempat, dan karena masih kecil, ingatanku tentu saja sangat samar-samar. Namun, tidak ada yang buruk, semua ingatannya menyenangkan dan hangat.

Oleh karena itu, begitu aku tahu kalau Ayah kembali ditugaskan untuk bekerja di Indonesia, aku mengikutinya dengan senang hati, meski berharap aku tak perlu pindah-pindah seperti saat aku kecil dulu.

Ali dan kawan-kawan laki-laki sudah kembali ke kursinya begitu guru jam pelajaran pertama masuk, kemudian aku mendengar suara seorang perempuan yang nyaring dan tegas.

“Duduk siap, grak!”

Semua menghentakkan kaki ke lantai dan melipat tangan ke atas meja.

“Sebelum memulai pelajaran, berdoa, mulai!”

Kemudian semua menundukkan kepala, termasuk aku.

“Selesai!”

Saat ini, semua mengangkat kepalanya, aku agak kagok.

“Beri salam!”

Kemudian semua serempak memberi salam.

Di hari pertama aku masuk sekolah ini, aku juga diperkenalkan di depan kelas, dan dari depan aku dapat melihat gadis bersuara nyaring tadi yang memperkenalkan diri sebagai ketua kelas, dan namanya Nayla, atau dipanggil Nay.

Sayangnya, kukira semakin siang aku bakal semakin sembuh dari jetlag, ternyata tidak, kepalaku tambah pusing, dan sepertinya Ali menyadarinya.

Ia dan Nayla menghampiriku, dan Nayla, sebagai ketua kelas, ia ternyata juga jago memberi koordinasi. Gadis itu menyuruh Ali untuk mengantarku ke UKS sembari Nayla yang akan mengambil formulir ijin sakit ke ruang guru, baru setelah itu ia akan menyusul.

Ali membopongku ke UKS karena aku limbung, dan aku baru tahu kalau UKS itu maksudnya ruang kesehatan seperti di sekolahku dulu. Aku langsung dibaringkan ke atas kasur dan langsung ditangani oleh guru yang bertugas, Ali berpamitan dan sekalian menyampaikan bahwa Nayla yang akan mengurus surat keterangannya. Sang guru mengangguk, begitu juga aku.

Aku langsung dicekoki sebuah obat dan menghabiskan segelas air putih, tak lama, pusing yang aku rasakan bisa agak berkurang. Telingaku sayup-sayup mendengar suara seorang gadis yang sigap berbicara dengan seseorang lalu keluar lagi, beberapa lama kemudian, suara langkah kaki dan pintu yang terbuka kembali terdengar di telingaku.

Aku melihat Nayla masuk dan duduk di sebelahku.

“How’s your condition?”

“Sedikit lebih baik,” jawabku.

“Bagus, dibawa tidur aja.”

Aku terkekeh. “Iya, I feel sleepy, and somehow very light. Am I drink?” tanyaku panjang lebar.

“You have been drunk before?” tanya Nayla.

“Never, of course.” Kami berdua tertawa pelan.

“Tidur aja, nanti aku bangunkan, atau dibangunkan Ibu Guru. You got 2 hours straight to get a rest.”

Aku mengangguk. “Ah, maaf, but Am I Bothering you?”

Gadis itu menggeleng. “Not really, tapi dari tadi kamu memang agak terlihat aneh, seperti kurang fit.”

“Ya, mungkin jetlag, aku baru mendarat hari ini juga.”

Nayla memelototkan matanya. “Then, you should take a rest.”

Tanpa disadari aku menguap. “Oke, aku tidur dulu.” Aku pun tidak menunggu balasan, karena kantuk benar-benar menyergapku kali ini.

Kemudian, yang aku rasakan adalah sesuatu menutupi tubuhku dan menepuk pundakku pelan.

*

Kami berdua terbangun bersama-sama, dan sejujurnya, tadi mimpi yang agak sangat berbeda dari biasanya.

“Apa kita harus tulis mimpi itu tadi?” Wilhelm bertanya.

“Tentu saja,” jawabku. Karena kali ini kami bermimpi bersama.

Wilhelm beranjak dari kasur menuju ke mesin tik, ia meregangkan tangannya ke atas.

“Baiklah, mari kita tulis!” Jarinya pun menekan huruf pertama.

*

Didedikasikan untuk celestialruby

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top