35* I Don't Even Want to Comment

Ini mungkin kejadian paling intens saat aku memutuskan kembali ke dunia lain. Kala melawan Parnox, siapa yang bisa memprediksi itu? Entah apa yang mengganggu pikiran Kala, tiba-tiba sensitif begitu melihat kalung dari Parnox.

Apa yang salah? Ini kan hanya kalung berbandul bulan sabit perak biasa. Di Bumi pun ada kok model kalung begini. Dibuat dengan berbagai variasi. Mungkinkah memiliki makna bagi dua lelaki itu?

Pokoknya sekarang aku harus menghentikan mereka dulu. Sudah cukup Araganal yang membuat kami repot dan rempong atas masalah-masalah, tidak perlu ditambah konflik internal.

Aku tergesa-gesa membuka sayap, terbang menuju ruangan Parnox yang sudah jebol oleh angin. Sebille kusuruh memanggil Tuan Alkaran. Hanya beliau yang dapat melerai pertengkaran.

"Kutanya sekali lagi, apa ini milikmu?"

Parnox menyeringai, tidak merasa terancam sama sekali. Dia sudah terbiasa meladeni Kala. "Ada apa denganmu, Kal? Tidak biasanya kau bertingkah seperti ini. Apa itu berarti sesuatu bagimu?"

Ya makanya, aku juga penasaran. Mengapa Kala terlihat sangat sensitif dengan kalung itu. Apa itu mengingatkannya pada seseorang? Misal, ibunya.

"Kau seharusnya menjawab, bukan balik bertanya."

Parnox menyerah menggoda Kala. "Oke, oke. Baiklah. Jangan memasang tatapan tajam begitu. Wajahku terasa bolong kalau kau terus memelototiku."

Ditatapnya kalung di tangan Kala. Parnox pikir tidak ada satu pun orang di sini yang mengetahui arti bulan sabit perak... kenapa harus Kala? Tahu begitu mending dia kasih lihat dari dulu.

"Aku tidak tahu, oke? Saat aku bangun, benda itu sudah terpasang di leherku. Jika kau masih tidak percaya juga, kau bisa memanggil Amaru si honestus untuk melihat apa aku berbohong aku jujur."

Kala berpikir sejenak. "Begitu..."

Aku yang berdiri di ambang pintu yang berlubang menatap mereka bingung. Apa yang terjadi? Mereka tidak jadi gelut? Padahal aku sudah menyiapkan pop corn, eh maksudku bela-belain meminta Sebille untuk memanggil Tuan Alkaran.

"Ternyata kau juga tidak tahu." Kala mengalihkan muka. Sia-sia dia menginterogasi Parnox.

"Sebentar. Apa-apaan reaksimu?"

"Kenalanku memakai kalung yang sama denganmu. Jadi kupikir kau tahu maknanya. Rupanya tidak."

Parnox bengong beberapa saat. Mencoba mencerna isi kalimat Kala. Tidak ada intonasi menyesal di dalamnya. Keningnya berkedut jengkel. Jadi dia mengamuk tanpa alasan?! Ini bukan lagi masalah pintu rusak melainkan masalah harga diri.

Sebuah pedang muncul di udara yang jatuh ke tangan Parnox dengan dramatis. Aku duduk di pintu, makan pop corn. Yes! Mereka jadi gelut! Ini pertama kalinya aku melihat Parnox memegang senjata. Dia bertarung menggunakan pedang toh.

"Kau pikir aku akan melepaskanmu begitu saja?"

Embusan angin kencang menerpa kantong berisi pop corn yang kumakan. Isinya tumpah dan mengenai muka sampai rambutku. Mereka benar-benar berkelahi, tapi kok... aneh sekali cara mereka bertarung. Ini seperti perkelahian anak kecil.

Hah. Aku bahkan tidak ingin berkomentar.

☁☁☁

Besok paginya, Kala dan Parnox dihukum membersihkan akademi karena keributan yang mereka lakukan semalam. Beberapa peri datang untuk menyapa sekadar melihat wajah mereka.

Aku bertugas memantau mereka, memastikan mereka bekerja dengan benar dan tidak lagi bertarung konyol. Hanya merusak bangunan.

Kahina memperbaiki dinding akademi yang berlubang karena Kala sambil mengomel. Kala sudah tidak bisa menyihir, jadi sebaiknya dia lebih menahan diri. Untung ada Oceana yang membantu. Membawa penyihir baru ke FA adalah pilihan bagus.

"Jadi Nona Amaras ingin aku membujuk Snowin bergabung ke FA? Apa yang dipikirkannya? Aku akan langsung dibunuh," gumam Parnox di sela-sela tugas kebersihan. Kali ini ada Hayno menemani.

"Entahlah, Aquara yang menyarankanmu. Dia bilang sesuatu seperti kalian punya tatapan yang merindukan keluarga dan rumah."

Gerakan Parnox terhenti sesaat, tersenyum pahit. "Oh ya? Dia punya mata yang jeli."

Kulirik Sebille yang memandang Parnox. Kentara kalau gadis itu khawatir. Sama halnya dengan Kala yang mendadak emosional, kalung bulan sabit perak itu sepertinya membawa kenangan kesedihan mereka berdua. Sebenarnya apa artinya?

"Sepertinya aku tahu apa yang harus kulakukan," kata Parnox tiba-tiba percaya diri. "Haruskah kita mencari si Snowin ini? Kemarin FA mendapatkan murid berkekuatan Map Makers, kan?"

Kalau Parnox seyakin itu, mau tak mau waktunya menjalani misi. Yang ikut serta dalam misi adalah Hayno, Kala, Kahina, aku, dan Amaras sendiri. Bagaimanapun kami tidak tahu apa tanggapan Snowin. Jika dia macam-macam, tinggal dikurung.

Map Makers. Sesuai namanya, ini adalah kemampuan membuat peta. Penggunanya dapat melihat apa pun yang ada di sekitar radius 500 meter dan bisa bertambah luas semakin sering dia memakainya.

Yang mendapatkan kekuatan topografi itu seorang gadis berambut kuncir dua warna-warni. Sebelahnya berwarna ungu, sebelahnya warna pink. Memakai kacamata dan jepitan segitiga di poninya. Penampilan yang eksentrik menurutku. Dan dia adalah malaikat. Sayapnya tidak ada karena dia tidak memakai lingkaran nimbus. Lulubell namanya.

"Snowin berada di sungai tempat Wintrypavo minum. Hewan itu tidak memihak siapa pun, jadi Snowin leluasa berkeliaran di sana. Mereka mungkin berteman karena sama-sama menyukai salju."

Apa yang sedang dilakukan anak laki-laki di sungai sendirian? Jangan-jangan dia menikmati senja sambil berteman dengan cerpelai salju... Aw! Aku tidak tahu Snowin sangat sentimental.

Parnox sekali lagi memeriksa rute yang dibuat Lulubell dengan cermat, menyeringai. "Tidak butuh mengendap-endap. Kita langsung pindah saja."

"Tunggu, apa?!"

Belum sempat kami menyadari apa pun, Parnox sudah menjentikkan jari. Kami menghilang dari sana, meninggalkan Lulubell dan Amaras yang bingung kenapa dirinya tidak ikut diteleportasi.

☁☁☁

Peta yang dibuat Lulubell sangat akurat. Snowin benar-benar berada di sana, sedang mengelus-gelus surai halus Wintrypavo. Hingga aktivitasnya itu diinterupsi oleh kedatangan kami.

Aku, Hayno, dan Kahina terpeleset jatuh saat proses pendaratan. Berbeda dengan Kala dan Parnox yang sudah terbiasa berteleportasi. Mereka mendarat dengan mantap dan elite.

"Parnox brengsek! Suatu saat nanti aku akan membunuhnya!" umpatku dan Hayno nyaris berbarengan. Kami saling tatap, tos tinju. Aku mendapat teman baru yang dongkol pada Parnox.

"Eh, kenapa kita hanya berlima? Di mana Nona Amaras? Nox, kau meninggalkannya?"

Parnox menggaruk kepala. Dia lupa memberitahu bahwa dia hanya bisa berteleportasi dengan mengangkut lima orang saja, sudah termasuk dirinya. Sepulang nanti dia harus minta maaf.

"Kenapa kalian tahu aku ada di sini?!"

Kami berhenti mengoceh, menoleh ke Snowin yang sudah memasang kuda-kuda bertarung. Wow! Menakjubkan melihat empat jarum es tercipta begitu saja di belakang punggungnya.

"Kalian pikir aku lemah karena aku sendirian..."

Kalimatnya terhenti. Tatapannya mengarah padaku yang berdiri kikuk di belakang Kahina. Ingatannya berputar kembali ke duel pertarungan dimana dia berdarah-darah oleh lilitan bunga mawarku.

Gejolak marah seketika menyelimutinya. Tanpa basa-basi dia mendugas ke arahku bersama pedang es yang mengeluarkan hawa dingin. "Beraninya kau menampakkan mukamu di sini, Gadis Bunga sialan!"

Kala segera menghadangnya. Dia santai menahan tangan Snowin yang menghunuskan pedangnya. "Tenanglah. Kami datang dengan damai."

Fiuh! Mengagetkan saja! Untung Kala cekatan.

"Datang beramai-ramai begini, kau sebut damai? Omong kosong! Akan kubunuh kalian semua..."

Kesiur angin mengembus poni Kala, memperlihatkan tato angin di dahinya. Urat-urat kemarahan di leher dan wajah Snowin perlahan mengendur. "Itu tanda elemen. Mungkinkah kau..."

"Ya. Aku spirit angin," katanya singkat.

"Apa kau sudah bisa diajak bicara sekarang?"

Snowin mendengus, mengibaskan tangan. Pedang es dalam hitungan jari yang mengambang di sekitarnya seketika mencair. "Apa yang kalian inginkan dariku? Jangan kau kira kita spesies sama aku akan berbaik hati padamu. Kita ini musuh."

Hayno ingin menjelaskan pelan-pelan sesuai rencana Amaras agar Snowin tidak menunjukkan sinyal defensif, namun Parnox menyeloroh percakapan.

"Bergabunglah dengan kami. Aku tahu apa yang kau inginkan. Kau ingin pulang ke rumahmu, kan?"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top