18* Attack in The Middle of Reunion

Siangnya, aku mampir ke perpustakaan setelah bertanya arah kepada Light.

"Hai, sahabat hijauku Rinviri! Sudah lama kita tidak berjumpa—Woah!!" Sosok Linda melesat memelukku sebelum aku menuntaskan kalimatku.

"Dandi! Dandi! Aku merindukanmu!!"

"L-Linda, Dandi tidak bisa bernapas. Kau bisa membunuhnya..." gumam Rinvi, menarik mundur Linda yang ingusan. "Maafkan dia ya, Dandi. Akhir-akhir ini dia suka kelewat semangat. Ah, aku juga senang melihatmu kembali ke Fairyda. Kabarmu baik?"

Aku menerima jabatan tangan Rinvi setelah membetulkan seragam. "Sehat kok. Kau yang kesekian menanyakan itu."

"Sudah bertemu Kala?" tanya mereka.

"Sudah sih, atau bisa disebut belum? Dia sedang bersama pacarnya. Aku tidak ingin mengganggu momen mereka."

Mereka mengerjap, saling tatap. "Pacar? Ehm Dandi..., sepertinya kau salah paham."

"Mari kita kesampingkan masalah itu. Aku sudah puas reunian. Aku ke sini ingin bertanya tentang Araganal."

Pintu besar perpustakaan terbuka. Aku menghentikan ucapanku, menoleh. Begitu juga dengan Rinvi dan Linda. Tampak Kala masuk sambil membawa tumpukan buku hingga wajahnya tenggelam.

"Rinvi, aku akan mengembalikan—"

Kalimat Kala terpotong demi melihat batang hidungku. Dia terdiam. Akhirnya kami bertemu secara hadap-hadapan.

Aku tersenyum canggung. "Hai, Kala."

Kala melewatiku begitu saja.

"Aku butuh buku jilid baru untuk Newbie," katanya datar pada Rinvi.

Ah... Aku menundukkan kepala. Dia pasti sangat marah dengan apa yang kulakukan padanya sebelum kami berpisah. Aku membohonginya untuk meneken kontrak.

[Verdandi, kau mendengarku?]

Suara ini... Kuni?! Bagaimana aku bisa mendengar suaranya?

Tanpa berpikir dua kali, aku beranjak pergi dari sana untuk membalas "panggilan" Kuni. Bisa gawat Rinvi dan Linda mendengar obrolanku. Kala mungkin tak apa-apa karena dia tahu rahasiaku.

Lengang sejenak di pustaka.

"APA-APAAN SIKAPMU BARUSAN?!" teriak Linda menatap Kala seribu jengkel. "Dandi akhirnya kembali setelah tidak ada kabar selama hampir dua tahun! Dan kau mengabaikannya? Pria macam apa kau? Bukankah kau yang paling menunggunya?"

"Aku takut..."

Rinvi mengernyit. "Takut? Takut apa?"

"Takut kelepasan memeluknya."

.

.

Aku segera mencari tempat yang sepi, duduk di ayunan yang kosong. "Jadi kau memakai sihir telepati. Ada apa?"

[Levelku meningkat lho, Momoki! Kau tahu aku naik berapa? Aku kini level 229.]

"Brengsek. Jadi kau bela-belain memakai sihir telepati padaku hanya untuk memamerkan prestasimu?" Sial! Aku mau menggebuk kepalanya sekarang juga.

[HEHE. Kangen mendengarmu mengumpat. Di sini sepi, tidak ada yang bisa kuganggu. Kalau kuganggu, mereka mengajak berduel. Aku mau saja sih meladeni, tapi itu akan membuang waktu belajarku.]

"Deal with me. Begitu kita pulang, aku akan memfitnahmu di depan Sanyui atau membuatmu bertingkah memalukan."

Kuni tertawa menantang. [Ayo, siapa takut? Aku sudah bukan manusia biasa! Fyi, Dandi, aku kini juga bisa menyummon benda-benda lho. Hmm, bagaimana kalau aku mengambil photocard Maehwa—]

"JANGAN MACAM-MACAM DENGAN HARTA KARUNKU JIKA KAU MASIH INGIN HIDUP!"

"Kau di sini," cetus seseorang membuatku terkesiap. Suara yang amat kukenali.

"K-Kala?!" Aku tersedak air ludah. Alamak. Apa dia mendengarku mengumpat dan teriak-teriak ke udara kosong? Dia bisa mengira aku menjadi aneh.

Sial, sial, sial. Timing sialan. Kuni sialan. Seharusnya aku tidak meladeninya.

"Kau lagi bicara sama siapa—"

"Sunset di dunia duplikat indah, ya!"

"Aku minta maaf," kata Kala cepat. "Aku... tadi bingung untuk sesaat."

"Eh?" Apa karena di perpustakaan tadi? Aku menggeleng, mengibaskan tangan. "Kau berhak marah samaku. Aku sudah menipumu. Tapi aku senang kau sehat, Kala!" Yang tidak berubah sifat dingin itu.

"Aku minta maaf," ulangnya tegas.

Kok dia ngotot sih. Baiklah, aku menyerah. "Aku juga minta maaf sekaligus berterima kasih," kataku seraya memandang tangan kanan. Benang pink terlilit di jari kelingkingku, tersambung dengan Kala yang refleks ikut mengangkat tangan.

"Terima kasih untuk?"

Aku tersenyum. "Kau memakai sihir tingkat tinggi yang bisa menembus dimensi, kan? Kau meniup daun maple dan mencarikan jalan keluar untukku. Waktu itu aku dalam bahaya. Aku sungguh tertolong. Terima kasih sudah menyelamatkanku, Kala."

"Kau baik-baik saja? Kau tidak terluka? Apa yang mereka lakukan padamu?"

"Aman! Aman!" Aku mengacungkan jempol. "Tapi, apa kau tidak masalah lama-lama bersamaku? Pacarmu bisa cemburu."

"Apa? Aku dan Luckyna tidak seperti itu."

BUM! Dentuman hebat berbunyi nyaring sampai ke tempatku dan Kala. Kami berhenti mengobrol (apakah ini termasuk mengobrol?), menoleh ke arah serangan yang diluncurkan ke bangunan sayap selatan. Peri-peri terbang berhamburan.

"Semua Newbie diharapkan pergi ke area aman! Araganal menyerang! Jangan berkeliaran tanpa Elderly bersama kalian!" seru guru penjaga—Guardine.

Aku mau membuka sayap, namun Kala menahan lenganku. "Kau di sini saja."

"Eh, Kal, aku juga Elderly. Aku tidak lemah."

"Aku tidak bilang kau lemah—"

Kanopi FLY Academy ditabur oleh kabut berwarna pink keputihan seperti warna gulali, lagi-lagi tidak membiarkan kami berbicara lebih lama. Aku menoleh ke burung yang bertengger di pohon, menahan napas mendengar laporannya.

"Kala! Cepat tiup kabut mencurigakan itu! Kalau sampai kita kena olehnya, kita bisa berilusi!" seruku kepepet.

"Kau tahu dari mana?"

"Sudahlah, lakukan saja yang kusuruh!"

Kala memejamkan mata, menghirup napas dalam-dalam. Angin kencang meniup bunga-bunga di tanah, mengembus dedaunan yang rontok, melayang sporadis di udara. Aku mengepalkan tangan senang begitu kabut itu diembus oleh Kala.

"Dandi, dia menyadari adanya kalian!"

Aku terkesiap, menoleh. Araganal berkekuatan kabut ilusi itu berdiri di belakang kami. Seorang perempuan dengan ekor dan tanduk bercula satu di dahi. Aku menelan ludah. Astaga! Ketimbang seorang monster, dia sangat mirip manusia. Kecuali dua benda abnormal yang menggantung di tubuhnya.

"Enyahlah," ucapnya datar, mengeluarkan kabut dua kali lipat lebih tebal.

"Aguazamuro." Oceana! Entah muncul dari mana dia, cekatan melafal mantra dan menghalangi serangan Araganal tersebut. Kabut meresahkan itu lenyap oleh sihir airnya. "Dandi, kau tidak apa?"

"Kenalanmu?" Kala menatap datar.

"Anda Senior Kala! Suatu kehormatan—"

"Hei, bisakah kita fokus dulu!" Mereka berdua seolah lupa ada Araganal di depan kami yang bersiap-siap akan mengirim kabut merah muda berbahaya.

Eh, sebentar. Aku mengernyit. Wanita itu justru menahan serangan, sibuk memperhatikan Kala dan Oceana. Tanduk di dahinya berkerlip-kerlip merah. Apa yang dia lakukan? Gerak-geriknya sangat mengganjal. Aku berkonsentrasi.

"Dia sedang menyelidiki musuhnya."

"Aku menemukan dua. Misi selesai. Mundur," kata wanita itu tanpa peringatan. Dia menciptakan pusaran kabut lalu seperkian detik hilang bersama kabutnya. Astaga! Dia benar-benar pergi. Aku menoleh. Teman-temannya tidak lagi menyerang akademi, serempak mundur.

Segera kepalaku dipenuhi deretan pertanyaan: Apa yang Araganal incar? "Dua", dua apa yang dia maksud? Apa mereka memiliki misi tertentu? Tidak semata-mata menyerang FLY Academy?


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top